4. ️Interaksi Pertama?

263 51 3
                                    


"Alettaaaa!" teriak seseorang, tepat di belakangnya.

Saat Aletta hendak meninggalkan tempat di mana ia dan Nanday berpisah. Akhirnya Aletta membalikan badannya, menyipitkan mata, dan melihat seorang anak laki-laki seusianya mendekat.

'Aga...' batin Aletta.

Aga merupakan teman sekelas Aletta. Dia juga yang memberitahukan Aletta atas kejadian yang menimpa Jheki.

"Hai, Ta!" Aga menyapa Aletta seraya tersenyum dan melambaikan tangannya.

Aletta hanya terdiam menatap Aga. Menampilkan wajah tanpa ekspresinya seperti biasa. Aga sebenarnya anak yang baik, tinggi dan tampan. Dia sama seperti Raihan. Tapi Aletta tidak terlalu mengenalnya, walaupun mereka satu kelas.

"Kenapa?" tanya Aletta singkat.

"Nggak. Gue cuma kaget aja liat postingan lo tadi di instagram," jawab Aga, jujur.

Aletta memang jarang memposting foto dirinya sendiri. Kebanyakan gadis itu hanya memposting fotonya yang membelakangi kamera, ataupun sebuah feeds berisi quotes.

"Terus? Ada yang salah?" tanya Aletta masih dengan raut muka yang sama.

"Gue kaget aja, liat lo senyum. Selama ini, di sekolah, lo kan cuma nyembunyiin wajah lo di balik buku, dan ... tunggu," Aletta hanya terdiam mendengar ocehan dari Aga. "Lo nggak pake kacamata?"

"Bukan urusan lo!" ucap Aletta acuh lalu meninggalkan Aga sendirian.

***

Sebenarnya malam ini Aletta bingung. Sudah pukul 21.00 tapi ia hanya berdiam di taman kompleks rumahnya. Besok masih libur. Sedangkan lusa ia harus kembali ke sekolah.

Aletta tak berani untuk pulang ke rumah. Walaupun gadis bersikap seolah-olah ia adalah seorang pembangkang. Tapi tetap saja, jika mendengar suara gelagat yang mengecewakan, membuatnya tak berani mendatangi rumah dan kembali menangis. Tidak! Sudah cukup banyak air mata yang keluar dari matanya. Lalu mau berapa banyak lagi air mata yang harus ia keluarkan?

Aletta bingung.

Pulang, atau tetap di sini?

Inginnya ia lari dari kenyataan yang pahit ini. Namun ia sadar, di sini ia tak punya siapapun.

Saudara...

Teman...

Sahabat...

"Neng!" ucap seseorang membuyarkan lamunan Aletta.

"Eh, Mang Oji. Kenapa Mang?" tanya Aletta kala Mang Oji tiba-tiba ada di sana.

"Sebaiknya Neng pulang. Kasihan atuh sama Nyonya. Tadi pagi Nyonya pingsan waktu Neng Letta pergi," jelas Mang Oji.

"I-ibu ping-san?" ucap Aletta, sekarang ia merasa khawatir.

"Muhun Neng. Tadi pagi pingsan. Terus Bi Ismi manggil dokter. Kata dokternya harus dioperasi. Tapi pas Mamang sama Bibi mau setuju. Tuan tiba-tiba dateng, Non. Dan Tuan memilih rawat rumah saja," jelas Mang Oji panjang, lebar.

Ibu sakit? Sejak kapan? batin Aletta pada diri sendiri.

"Yasudah Mang kalo begitu, aku pulang dulu. Terus Ayah gimana?"

"Tuan teh tadi keluar lagi bawa berkas-berkas banyak pisan atuh Neng. Kalo begitu saya pamit mau beli makanan dulu di depan Neng. Apa Neng mau apa kitu?"

"Ah, nggak Mang. Kalo gitu saya pulang dulu."

"Iya Neng."

Aletta pun akhirnya memilih untuk berlari menuju rumah seraya menahan tangisnya.

Ibu sakit? Tapi sejak kapan?

Syukurlah jalan kompleks kali ini tidak begitu ramai. Hanya di persimpangan dekat warung saja. Itu pun hanya ada beberapa remaja yang sedang bermain gitar menciptakan suasana di keheningan malam. Di sana juga, terdapat Aga. Aletta dan Aga memang tinggal di kawasan kompleks yang sama. Aletta mencoba memberanikan diri melewati kalangan remaja itu sambil menunduk.

"Aletta!" panggil seseorang saat Aletta berhasil melewati para remaja itu. Ternyata yang memanggilnya adalah Aga.

Aletta membalikkan tubuhnya. Menghadap seseorang yang tadi memanggil.

Ada apa lagi sih? Udah cukup dia menangin rekor pemanggil terbanyak dalam satu hari ini! dumel Aletta dalam hatinya.

"Ya?" ucap Aletta berusaha berbicara sehalus mungkin. Namun, dengan raut wajah yang masih sama, 'dingin'.

"Mata lo sembab, lo nangis?" tanya Aga lagi.

"Nggak. Sorry, ini udah malem," jawab Aletta acuh. Ia pun membalikan tubuh berupaya meneruskan perjalanan menuju rumah.

Tapi saat Aletta akan melangkah tiba-tiba Aga menarik pergelangan tangannya. "Sekuat apapun lo nyembunyiin fakta bahwa lo habis nangis. Nggak akan bisa Ta. Dari sorot mata lo aja beda. Walaupun lo, emang selalu bersikap dingin sama semua orang, tapi kali ini beda, lo bener-bener habis nangis," ucap Aga.

"LEPASIN TANGAN GUE!" bentak Aletta pada akhir membuat anak-anak remaja yang sedang di warung memandang ke arahnya dan Aga heran. Aletta pun menepis tangan Aga. Tapi cengkramannya sangat kuat.

Aletta sangat ingin menangis, sungguh! Sangat ingin. Namun sekuatnya ia tahan. Aletta tidak mau terlihat lemah di mata lelaki itu.

"ALETTA! Gue nggak akan ngelepasin tangan lo, selagi lo belum mau cerita sama gue!" ucap Aga seraya berkata memberi penekanan di setiap ucapannya.

"Apa lo nggak mikir, ha? Ini udah malem. Gue ngantuk mau tidur, jadi gue minta, supaya lo lepasin tangan gue!" ucap Aletta sarkastik dan masih sama dengan sikap dinginnya itu.

"Nggak! Gue nggak akan ngebiarin lo pulang sendiri. Biar gue anter. Lagian lo dari mana sih? Jam segini baru pulang?" ucap dengan perkataan yang sedikit melunak. Ia tidak ingin, jika panas dibalas kembali dengan panas.

Tapi memang dasar Aletta yang sangat keras kepala, ia merasa jika kesabarannya mulai habis saat ini juga.

"AGA! LEPASIN TANGAN GUE!" Aletta menepis tangan Aga dan ya, berhasil. Aletta pun melangkahkan kakinya.

Tapi baru saja Aletta berjalan beberapa langkah, Aga sudah kembali berkata.

"Keras kepala!" ucap Aga kesal.

"LO NGGAK NGERTI KEADAAN GUE! JADI MENDING LO JAUH-JAUH DARI HIDUP GUE!" teriak Aletta pada Aga dan berlari sambil menangis.

***


Pokoknya, jangan lupa vote dan berikan sarannya. Kalo masih ada typo, comment aja in line-nya.

Makasih! :)

The Loves Haven't Faded [SELESAI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang