5. Tentang Aga dan Jheki

247 35 2
                                    


Saat ini Aga tengah memandang kepergian Aletta. Ia sangat yakin jika Aletta memiliki masalah besar dalam hidupnya. Selain masalah hati yang ditinggalkan oleh Kakaknya, tetapi dia masih memiliki masalah lain.

'CUKUP! LO NGGAK NGERTI KEADAAN GUE! JADI MENDING LO JAUH-JAUH DARI HIDUP GUE! '

'JAUH-JAUH DARI HIDUP GUE!'

Kata-kata itu terus terdengar jelas dalam pikiran Aga. Seolah-olah ada seseorang yang terus membisikinya. Di sisi lain dia sakit hati mendengar ucapan Aletta yang menyuruh Aga untuk menjauhinya. Apa salahnya? Ia hanya ingin menuntaskan masalah yang ada.

Masalah yang belum selesai.

Akhirnya Aga memilih kembali ke tempatnya, segerombolan anak remaja yang berada di warung tadi.

"Kenapa lo, Ga? Ada masalah sama cewek itu?" tanya salah seorang remaja yang kebetulan sedang ikut nimbrung juga di sana.

"Nggak," Aga menjawab dengan singkat dan diiringi gelengan kepalanya.

"Lo kenal dia?" tanya anak remaja yang tadi lagi.

"Iya. Dia temen sekelas gue. Ada masalah yang harus gue urusin sama dia. Yah, tapi gitulah dia susah dideketin. Liat aja mukanya selalu cuek," ucap Aga menjelaskan.

"Lo kan satu lingkungan Ga, pasti taulah gelagatnya anak itu. Dia sering lewat sini. Tapi ya gitu, selalu sendiri. Udah lama juga dia tinggal di sini. Tapi nggak pernah liat bawa cem-ceman atau temen lah gitu," jelas anak remaja yang lainnya.

Aga hanya mendelikan bahu, "Gue cabut ya. Udah malam juga. Ada urusan," pamit Aga pada gerombolan remaja disana.

"Hati-hati bro!" ucap salah satu remaja yang dibalas anggukan Aga.

Aga menyusuri jalan menuju rumahnya. Ia memang satu arah dengan rumah Aletta. Namun jika dia lewat rumah Aletta, rumah itu seperti rumah yang ditinggalkan oleh penghuninya. Bukan karena berantakan atau apa. Namun pagar berwarna hitam yang menjulang tinggi itu, jarang sekali terbuka bebas. Seperti menandakan jika rumah itu tidak ada penghuninya. Saat Aga tepat berada di seberang jalan rumah Aletta. Aga terhenti sejenak memperhatikan pagar rumah yang selalu tertutup, ia selalu heran bagaimana kondisi rumah Aletta sebenarnya?

'Aletta, kalo aja dari dulu gue bilang sama lo. Kalo gue ini adiknya dia, pasti seengaknya satu masalah lo udah berkurang,' batin Aga dalam hatinya sambil terus memperhatikan rumah Aletta. Akhirnya diapun memilih melanjutkan perjalanan menuju rumahnya.

***

Sesampainya di rumah Aga bergegas menuju kamarnya. Tanpa memperdulikan kedua orang tua angkatnya yang sedang mengobrol di ruang keluarga.

"Aga kenapa sih, Pih?" tanya Mama angkat Aga, pada suaminya.

"Nggak tau juga, Mih. Mungkin lagi ada masalah sama temen sekolahnya," ucap Papa angkat Aga, yang tak melepaskan pandangannya dari koran.

"Tapi Mami khawatir kalo Aga mulai bosan jadi anak angkat kita, Pih."

"Mami nggak boleh ngomong gitu dong. Iti nggak mungkin terjadi."

***

Tok tok tok

"Aga ... mami boleh masuk nggak?" ucap Mila, Mama angkat Aga, dari luar kamar.

"Iya Ma, masuk aja," jawab Aga dari dalam kamarnya.

Pintu kamarpun terbuka. Mila melihat anaknya yang sedang menggambar sesuatu di secarik kertas di meja belajarnya.

"Mama ganggu kamu, sayang?" tanya Mila pada Aga. Lalu ia menghampiri Aga. Memperhatikan kelincahan Aga dalam melukiskan guratan seni. Tak selang beberapa detik, Mila memeluk kepala anaknya itu kedalam pelukannya.

"Nggak, Ma," ucap Aga sedikit lesu, namun Aga tetap memberikan senyumannya.

"Kamu kenapa? Kok jawabnya lesu? Apa ada masalah sama teman kamu?" tanya Mila memandang wajah anaknya sekejap, lalu duduk di atas kasur Aga.

Aga tak segera menjawab pertanyaan Mamanya. Ia malah menatap buku gambarnya dengan pandangan kosong.

"Kalo kamu lagi ada masalah cerita sama Mama. Nggak usah kamu tutup-tutupin. 14 tahun Mama merhatiin kamu. Sejak kepergian Kakak kamu, kamu lebih banyak termenung Aga," ucap Mila lembut padanya. Sehingga membuyarkan lamunan Aga.

Aga pun bangkit dari kursi meja belajarnya. Ia menghampiri Mamanya.

"Aga cuma banyak pikiran Ma. Belum lagi Aga punya janji sama Almarhum Kakak, buat bilang sesuatu sama seseorang yang Kak Jheki anggap berharga. Tapi aku belum berani ngucapinnya Ma, Aga harus gimana?" ucap Aga sambil memeluk Mamanya.

"Kamu harus berani sayang, Gimana pun juga itu amanah dari almarhum Kakak kamu. Kamu nggak boleh lupa gitu aja. Ibarat dalam agama kamu itu sudah bernazar kepada dia. Itupun kamu setuju ... memang seorang yang istimewa itu siapa?" tanya Mila pada anaknya.

"Dia itu temennya Kak Jhek. Udah lama Kak Jhek, sama dia saling suka. Tapi diantara mereka nggak ada yang mau ngungkapin perasaannya. Sampe akhirnya cewek itu yang bilang kalo dia punya perasaan sama Kak Jhek. Dan, Kak Jhek waktu itu seneng banget mah ngedengernya. Sampe dia nekat buat nyari kerja ke Bandung supaya bisa ketemu plus nyatain perasaannya langsung sama dia. Tapi, ya ... pasti Mama tau kelanjutannya," cerita Aga pada Mamanya. Kepalanya tertunduk, selalu begitu jika ia sedang menceritakan seluruh isi hati nya pada sang-Mama.

"Aga, dari tadi Mama cuma ngedenger dia. Dia siapa? Mama nggak denger namanya," ujar Mila selembut mungkin. Aga merasa beruntung mendapatkan Ibu angkat seperti Mila, karena ia adalah sosok Ibu yang menjadi panutannya selama ini. Bukannya Aga lebih memilih Ibu angkatnya dibanding dengan Ibu kandungnya sendiri. Tapi Aga merasa beruntung karena Ibu angkat nya tidak sekejam, Ibu angkat atau Ibu tiri yang ada dalam kisah bawang merah dan bawang putih.

"Aletta. Nama lengkapnya Aletta Maheswari. Dia temen sekelas aku juga Ma. Tapi aku nggak berani bilang semuanya. Udah cukup dengan menghilangnya Kak Jhek aku liat dia berubah bgt. Mulai yang tadinya ngasih senyum, sapa walau cuma ke guru doang. Tapi sekarang dia berubah banget Ma. Ke guru aja boro-boro ngasih senyum 3 centi sama temen sekelasnya apalagi. Sikap dia dingin Ma. Itu yang ngebuat Aga susah ngedeketin apalagi ngejelasinnya."

"Hadeuh Aga, Aga. Kamu itu cowok sayang. Cowok itu nggak ada yang nyerah gitu aja. Apa perlu Mama bantu kamu nyelesain semuanya, nak?"

"O-oh nggak usah Ma. Aku juga yakin bisa nuntasin ini, sendiri," jawab Aga.

"Ya, oke. Mama kasih kamu waktu satu minggu buat ngungkapin semuanya. Tapi, kalo sampe dalam waktu satu minggu kamu belum ngungkapin juga. Ya ... terpaksa Mama yang bilang semuanya."

"Iiiih, Mama apaan deh. Udalah Ma, Aga juga bisa," tolak Aga.

"No reason Aga! Udah sebaiknya kamu tidur. Hampir jam sepuluh malam tuh. Good night, have a nice dream," ucap Mila sambil menuntun anaknya agar tertidur, dan meninggalkan kamar Aga.

Aga hanya menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong.

'Sorry Kak, sorry, sampe saat ini gue masih belum bisa ngungkapin yang sebenernya sama dia. Tapi gue janji bakalan ngungkapin semuanya. Walau di hari yang nggak tentu kapan,' batin Aga.

***

Ini selesai direvisi! :)

Vote dan comment jangan lupa! Thank you! ❤️

The Loves Haven't Faded [SELESAI] Where stories live. Discover now