29. ️Waktunya Kembali

106 6 0
                                    

Selamat membaca!

***

Setelah Aga berhasil membujuk Nanday agar tak usah mengikuti urusan Raihan dan Aletta, Nanday hanya bisa mengerucutkan bibirnya.

Kesal? Tentu saja Nanday kesal, disaat Aletta sedang memiliki masalah, bahkan dirinya tidak dapat berbuat apa-apa. Ingin membantu juga percuma saja, Aga dan Raihan seolah-olah melarang nya. Sial!

Aga duduk berdua bersama Nanday di depan TV, mereka sedang menyaksikan sebuah tayangan berita. Nanday hanya memfokuskan pandangan nya pada layar TV, ia bahkan tak berniat untuk mengajak Aga mengobrol, dengan istilah sekarang ini Aga sedang diacuhkan.

Aga merasa bosan dengan kondisi yang seperti ini saja. Ditatapnya Nanday yang sedang bersender pada sofa seraya fokus menonton acara TV. Aga tak dapat menyangkal kalau akhirnya ia malah mendapatkan gadis seunik Nanday. Niat awal ia ingin mendekati Aletta hancur karena ternyata Nanday dapat memikat hatinya lebih cepat. Begitu juga sebaliknya, Nanday langsung tertarik pada Aga, padahal niat awalnya ingin mendapatkan Raihan.

Ini jodoh? Entahlah, Aga tak mau memikirkan hal sepusing itu. Ia rasa, cinta itu seperti kehidupan dan kematian. Yang datang tiba-tiba dan akan pergi juga dengan cara yang sama. Karena jika dipikirkan kembali, kita hidup di bawah skenario Tuhan. Dengan Tuhan, yang bergerak sebagai sutradara, ia dapat berkehendak ini dan itu, sehingga semua takdir sudah dibuat oleh-Nya.

"Udah dong ngambeknya," ucap Aga, berusaha meluncurkan aksi pertamanya untuk membujuk Nanday.

Nanday sendiri memilih untuk tidak berkutik. Gadis itu memilih untuk memainkan remote TV di tangannya, seraya memindahkan ke segala channel.

"Udah dong ngambeknya, nanti kamu nyesel sendiri, loh," Aga mengucapkannya seraya matanya berfokus pada layar TV.

"Nyesel kenapa?" tanya Nanday dengan sengitnya seraya menatap Aga.

Aga yang ditanya malah duduk santai, seraya mengedikan kedua bahunya.

Nanday semakin kesal, kemudian ia memilih untuk tak peduli. Akhirnya keduanya saling terdiam, memandang layar datar di depannya.

***

"Al, kamu marah sama aku?" ujar Raihan seraya mengetuk pintu kamar Nanday. Ya, bukankah Aletta tengah menginap di rumah Nanday? Dan ia tidur sekamar dengan Nanday.

"Masuk aja, Han. Pintunya nggak aku kunci kok," terdengar jawaban Aletta dari dalam kamar Nanday.

"Bener nih aku nggak apa-apa masuk?" tanya Raihan. Ia hanya merasa tidak sopan memasuki kamar Nanday tanpa izin. Hallo! nanti dikira ia tidak punya sopan santun. Jika kamar Aletta sih, ia sudah biasa.

Sedangkan di dalam sana Aletta merasa kesal, lantaran Raihan yang terus bertanya ini dan itu. Lalu Aletta menunda kegiatan memasukan baju nya sejenak, dan berjalan menghampiri pintu.

Saat pintu sudah terbuka, Aletta melihat Raihan yang sedang memberikan dirinya sebuah cengiran.

"Apa?" ketus Aletta.

"Kamu marah sama aku, gara-gara tadi?"

"Tadi yang mana, sih?" tanya Aletta.

Raihan menyugar rambutnya ke belakang, lalu menghembuskan nafasnya, "tadi, waktu aku nyubit kamu di meja makan. Aku hampir aja kena semprot sama Nanday, untung Aga bantuin aku."

Aletta mengeryitkan dahi, "kena semprot? Emang kamu ngelakuin apa?"

"Ya itu, gara-gara aku nyubit kamu. Kamu kan tau sendiri Nanday itu udah kayak Kakak kamu sendiri, protective banget!" rajuk Raihan, membuat Aletta yang melihatnya terkekeh.

The Loves Haven't Faded [SELESAI] Onde histórias criam vida. Descubra agora