31. Terluka oleh Spekulasi

302 31 14
                                    

Tap here to start reading

IG : desiirmynt_ (1st) & desiyayaaa (2nd)

***

Kelas baru saja berakhir. Itu artinya jadwal kuliah untuk hari ini sudah selesai. Begitu dosen keluar, Lingga langsung beranjak dari tempat duduknya. Ketika langkahnya mencapai ambang pintu, suara seseorang menginterupsinya. Terpaksa Lingga berhenti lantas berbalik.

"Lo ada latihan basket?" tanya Tata setelah berdiri dihadapan Lingga.

Cowok itu menggeleng membuat Tata tersenyum. "Gue langsung pulang."

"Boleh nebeng, 'kan?" Tata bertanya tanpa sungkan. Letak kost-kostan mereka yang searah membuat Tata yakin Lingga tidak akan punya alasan untuk menolak permintaannya, selain latihan basket.

Lingga pun mengangguk tanpa ragu. Senyum Tata kian mengembang. Bukan karena hal lain. Tata hanya senang karena dengan begini uang jajannya tetap utuh. Berbeda jika ia naik ojek online, pasti harus keluar ongkos.

Mereka berjalan bersisian menuju parkiran. Sesampainya diluar gedung kampus, ternyata di luar sedang hujan. Lingga menoleh sekilas pada Tata yang tampak tidak memikirkan sesuatu.

"Ta, hujan," ucap Lingga entah untuk alasan apa. Padahal ia tidak perlu memberitahu Tata karena cewek itu juga punya mata. "Jangan pulang bareng gue, ya?" tambahnya membuat Tata menoleh seketika dengan raut heran.

"Kenapa?"

"Nanti lo kehujanan. Gue nggak bawa jas hujan. Helm juga cuma bawa satu," terang Lingga.

Binar di mata Tata meredup. Cewek itu memberengut tak terima. Penolakan Lingga cukup membuatnya kesal. Seharusnya tidak perlu dipermasalahkan. Tata suka hujan. Justru perjalanan akan terasa menyenangkan bagi Tata. Mungkin itu yang belum Lingga tahu tentangnya.

"Gue suka hujan, jadi nggak masalah," ucap Tata sembari melempar senyuman meyakinkan.

"Nggak yakin cewek kayak lo suka hujan. Bikin make up luntur, lho." Sebelah alis Lingga terangkat meledek. Cowok itu segera melanjutkan kalimatnya sebelum Tata kembali menyangkal. "Naik Go-Car aja, gue pesenin."

"Nggak!" tolak Tata tegas.

Lingga menghela napas. Kebingungan mencari cara supaya Tata tidak ikut pulang bersamanya. Bukan bermaksud menolak. Lingga hanya khawatir Tata akan sakit.

"Kalau gue pulang naik Go-Car, lo gimana?"

"Gimana apanya? Gue pulang juga lah."

"Nggak usah ngegas," tegur Tata saat mendengar nada bicara Lingga yang mulai tak enak. Cewek itu tersenyum geli. "Maksud gue, lo bakal tetep pulang terus hujan-hujanan?" ulangnya dengan pertanyaan yang lebih jelas.

Alih-alih menjawab, Lingga malah mengabaikan Tata. Ia sibuk memainkan ponsel. Cowok itu menyandarkan tubuh sebelah kanannya pada tiang. Tata mengembuskan napas pasrah. Lingga dan keputusannya, tidak pernah bisa diganggu gugat.

Ia sudah berniat pergi saat Lingga menghentikannya dengan berkata, "tunggu sebentar."

Baru akan bersuara, seseorang tiba-tiba datang. Menepuk pelan bahu Lingga sampai akhirnya fokus cowok itu beralih. Mereka tampak tertawa kecil, entah membicarakan apa. Bunyi gemericik hujan yang cukup deras membuat suara keduanya terdengar samar. Tata juga tidak ingin tahu. Ia lebih memilih memerhatikan tetesan air hujan yang sedang berjatuhan.

"Tata." Panggilan itu membuat Tata mau tak mau menoleh. Bibirnya bergerak, bertanya tanpa suara dengan mata mengarah pada Lingga. "Apa?"

"Pulang sama gue, yuk! Naik mobil, jadi nggak bakal kebasahan." Bukan Lingga yang bicara, tapi cowok di sebelahnya.

Masa, sih? (Revisi) Where stories live. Discover now