19. Asal Kembali

342 39 16
                                    

Tap here to start reading

***

"Pak, saya boleh pulang, 'kan?" tanya Kila sekali lagi. Suaranya terdengar parau.

Pak Ade tampak berpikir. Melihat wajah Kila yang memerah dengan kedua mata berkaca justru membuatnya bimbang.

"Sebutkan dulu alasan kamu ingin pulang sekarang."

Kila menggigit kuat bibirnya. Menarik napas panjang kemudian mengembuskannya ketika dirasa dadanya mulai sesak. Kedua mata Kila terpejam dan ...,

"Kakek saya meninggal," ucap Kila lirih bersamaan dengan setetes air matanya yang jatuh.

***

"Kila," panggil Lingga saat Kila berbalik setelah bicara dengan Pak Ade. Namun, Kila mengabaikan Lingga dan pergi begitu saja.

"Pak–"

"Iya, antar dia. Jangan sampai Kila pulang sendirian."

Lingga tersenyum. Pak Ade memang selalu mengerti arah pikirnya. Selesai pamit, Lingga buru-buru ke arah parkiran, tapi sesampainya di sana, ia malah kebingungan.

"Motor ...," Lingga memerhatikan deretan motor yang berjajar rapi. Ia mengacak rambutnya kesal. "Gue nggak bawa motor lagi!"

Lingga menyesal. Pulang bareng naik angkot bersama Kila adalah rencananya. Sekarang justru malah mempersulit keadaan. Lingga berlari cepat menuju gerbang, berharap Kila belum pergi. Perasaannya melega ketika Kila ia dapati sedang berada di pelukan Shofi. Lingga tertegun beberapa saat, mendadak jantungnya mencelos melihat bahu Kila yang bergetar.

Kila sedang menangis, tapi Lingga tidak bisa melakukan apa pun.

"Pul–" Suara Lingga terinterupsi oleh kedatangan Falah yang tiba-tiba. Lingga tebak, ia akan menawari tumpangan untuk mengantar Kila pulang.

"Ayo, Kil," ajaknya tanpa mematikan mesin motor. "Pulang sama gue," imbuhnya sambil melirik Lingga yang berada di belakang Shofi.

Terlihat Kila menggeleng di balik bahu Shofi. Topi pemberian Lingga ternyata sudah berpindah ke genggamannya. Terlalu erat, Lingga melihatnya dan memahami hal itu. Akhirnya Lingga memberanikan diri untuk bersuara.

"Boleh saya bicara sama kamu?" tanya Lingga hati-hati sambil menyentuh jari kelingking Kila. Hanya itu yang berani ia lakukan. "Sebentar aja."

"Nggak usah, lama!" seloroh Falah sembari menarik tangan Kila hingga pelukannya terlepas.

"Falah!" sentak Shofi. Ia memukul keras kepala Falah yang masih duduk di motor. "Jangan kasar gitu kenapa, sih! Bodoh, nggak tau situasi banget jadi orang. Pergi aja lo sana!" Shofi menendang ban belakang motor Falah. Keduanya justru terlibat dalam perdebatan.

Kila sendiri hanya bisa menyalurkan segala rasa pada topi pemberian Lingga. Ia sadar Lingga tengah menatapnya. Hal tersebut sukses membuat Kila merasa jadi orang yang paling lemah. Kila malu, sangat. Berkali-kali ia berusaha menyeka pipinya, tetapi air terus merembes dari kedua celah matanya.

Lingga memerhatikan sekitar, memastikan jika Kila tidak sedang menjadi pusat perhatian karena kejadian tadi. Setelah dirasa normal, Lingga menarik pelan lengan almamater Kila. Membuat perempuan itu memperlihatkan wajah ragu walau tetap melangkah mendekat.

Ternyata Lingga membawa Kila keluar dari area sekolah. Ia meminta panitia keamanan untuk kembali mengunci gerbang ketika mereka sudah berada di luar.

"Saya tau rasanya, pasti sakit banget. Jadi, nggak perlu berusaha keras buat ditahan, oke?" ucap Lingga lembut sembari mengusap kecil jari kelingking Kila menggunakan ibu jarinya.

Masa, sih? (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang