8. Saya Maunya Kamu!

604 77 1
                                    

Tap here to start reading

***

Kila memastikan penampilannya di depan cermin. Setelah dirasa jika dirinya sudah selesai bersiap untuk pergi ke sekolah, Kila meraih tas dan menyampirkan di bahu kanan.

Sebelum keluar dari kamar, Kila lebih dulu menarik lepas charger dari ponsel yang baterainya sudah terisi penuh. Kemudian memasukkan ponselnya ke dalam saku jas almamater.

Kemarin lusa, libur sementara yang disebabkan karena kelas 12 melaksanakan USBN sudah berakhir. Itu artinya siswa-siswi kelas 10 dan 11 harus kembali bersekolah, melakukan rutinitasnya sebagai pelajar.

"Teh, kamu berangkat sendiri nggak apa-apa, ya?" tanya Rahma yang tiba-tiba datang. Tangan kanannya membawa kotak makan berisi bekal untuk Kila.

Alis Kila bertaut. "Nggak kok, Bu. Tapi, bapak kemana memangnya?"

Fajar memang biasa mengantar Kila menggunakan motornya, meskipun hanya sampai gang depan. Selebihnya Kila akan naik angkot sampai  sekolah. Hanya, memang jarak dari rumah Kila dengan gang depan lumayan jauh. Bisa terlambat jika Kila jalan kaki.

"Tas kamu, Teh," pinta Rahma.

Kila menyerahkan tasnya pada Rahma supaya kotak makan itu segera dimasukkan. Sementara ia sedang mengenakan kaus kaki. "Bapak kenapa nggak bisa antar Kila, Bu?" ulang Kila dengan pertanyaan yang berbeda.

"Kaki kirinya bengkak, katanya ke pukul palu pas lagi mecahin lantai di tempat kerja. Jadi, agak sakit kalau dipake nginjak gigi motor," jelas Rahma. Ia pergi ke dapur lalu kembali dengan segelas susu cokelat di tangannya.

"Kemarin waktu pulang kayak biasa aja, Bu," ucap Kila sembari menerima gelas dari Rahma.

"Memang. Dia itu kalau sakit nggak pernah dirasa dan nggak mau diperlihatkan. Demi kamu itu, biar bisa biayain pendidikan kamu."

Mendengar hal itu, Kila yang sedang minum nyaris tersedak.

Bapakku sang pejuang!

Kila yakin, seluruh Bapak di bumi juga akan melakukan hal serupa seperti bapaknya. Menjadi fajar yang sesungguhnya bagi keluarga dengan cara yang berbeda.

Karena jam tangannya sudah menunjukkan waktu hampir pukul setengah tujuh. Kila pun berpamitan. Jika tidak segera berangkat, Kila jamin ia akan terlambat. Kila menemui Fajar di kamarnya. Ternyata Bapaknya itu sedang mengenakan jaket. Sementara matanya terus menatap ke arah Hanan yang masih lelap di tempat tidur.

"Pak, Kila mau berangkat sekolah," ucap Kila.

Fajar mempercepat gerakan tangannya supaya bisa memasuki lengan jaket saat melihat Kila berjalan ke arahnya. "Iya. Ayo!" sahut Fajar bersemangat sambil meraih topi dan memakainya.

Dapat Kila lihat Fajar menyembunyikan raut menahan sakit ketika ia berjalan agak terpincang. Kila menggigit bibirnya dengan kuat saat Fajar sama sekali tidak memperlihatkan kesakitannya.

"Nggak perlu diantar, Pak. Kila berangkat sendiri aja."

"Eh, nanti kamu telat."

"Kata ibu kaki Bapak lagi sakit. Jadi–"

"Ibu kamu mah lebay, La." Fajar melewati Kila untuk keluar dari kamarnya. "Ayo, ah. Bapak antar," lanjutnya.

Jiwa cengeng Kila mulai terusik. Rahma benar, laki-laki berusia nyaris 42 tahun itu bahkan bersikeras melupakan kakinya yang bengkak demi mengantar Kila ke sekolah.

"Kila, ada Shofi, nih udah nunggu kamu."

Mendengar itu, Kila gegas berlari menyusul Fajar. Ia meraih tangan kanan Fajar dan menciumnya.

Masa, sih? (Revisi) Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt