13. Patah

433 42 3
                                    

Tap here to start reading

***

Rasanya baru kemarin Kila -serta kelas sepuluh dan kelas sebelas lainnya- belajar di rumah karena kelas dua belas UASBN. Sekarang, untuk empat hari ke depan mereka kembali libur. Kali ini kelas dua belas harus melaksanakan UN.

Plak!

Perih. Panas. Ngilu. Itu yang Kila rasakan pada pipinya sejak tujuh belas detik terakhir. Perlu Kila katakan jika tamparan barusan adalah kali ketiga. Pelakunya merupakan pemilik tangan mungil yang imut tapi macam minta dipotek.

Buk!

"Ya Allah. Gustiii! Hawa-hawa pengin cekik leher, nih!" gumam Kila.

Sontak, cewek itu melotot. Rasa kantuk sudah lenyap. Nikmat tidurnya direnggut Hanan melalui tiga tamparan dan satu tonjokan seringan bulu ayam. Ia pun mengubah posisi menjadi duduk.

"Anan, kok belum tidur?" tanya Kila melunak setelah menangkap raut sendu di wajah Hanan.

"Gambal Anan,"

"Ha? Gimana?" Otak Kila mendadak sulit terkoneksi. Maklum, bangun tidur.

Bibir Hanan mencebik karena kesal harus mengulang. Kemudian Hanan menunjukkan gambar yang beberapa hari lalu ia buat pada Kila. Kening Kila mengernyit seraya mengambil gambar itu.

"Kenapa ini?" tanya Kila.

Kertas tersebut agak basah. Membuat warna dari spidol bercampur mengabur. Gambar yang awalnya tampak ceria karena warna yang Hanan gunakan adalah warna terang berubah didominasi oleh warna abu tua. Akibat lunturan dari garis tepi yang Hanan buat menggunakan spidol hitam Snowman.

"Kan Anan bawa tidurl-"

"Ti-dur," koreksi Kila. "Nanggung banget cadelnya. Oke, lanjut."

"Keboboin di bawah."

Pintar sekali dia. Menghindari huruf 'R' ternyata. Dari 'tidur' menjadi 'bobo'.

"Bawah mana?"

"Bawah sini." Posisi duduk Hanan berubah miring. Lalu tangannya bergerak memegang pantat.

"Terus?" Hidung Kila mulai peka. Ia mencium bau konspirasi bersamaan dengan bau lainnya -yang Ipin sebut bau hancing- yang semerbak.

"Anan pipis."

'KAN?!

Spontan Kila melempar kertas gambar Hanan ke sembarang arah. Kemudian menurunkan Hanan dari tempat tidurnya. "Kalau tau ngompol, kenapa masih berani naik ke sini, sih?!" Kila meraba bekas Hanan duduk, sedikit basah. Kila memejamkan mata selama dua detik, setelah itu terbuka. Lalu beralih melirik jam dinding.

Hanandhika! Geramnya dalam hati.

"Ada nggak, sih yang lebih nakal dari Hanan? Boleh, dong dibungkus satu," gumam Kila pasrah.

Jam setengah dua dini hari sukses membuat Kila naik pitam. Hebat sekali!

"Sekarang Dedek ke kamar, ambil celana. Terus ganti celana yang basah itu. Baru Teteh bolehin tidur di sini."

Tanpa berkata apa pun lagi, Hanan kembali ke kamarnya. Menuruti perintah Kila. Sambil menunggu, Kila mengambil ponsel yang ia taruh di atas meja belajar. Ia membuka aplikasi WhatsApp. Satu pesan susulan dari Alif beberapa hari lalu seperti memaksa ingin dibaca.

Kak Alif : Jawab, dong. Jangan cuma dibaca, Kila.

Sebab, setelah Shofi membuka 23 pesan itu, yang ternyata isinya berupa; 10 huruf 'P', 4 voice note, serta 9 pesan lainnya, Kila sama sekali tidak membalas pesan Alif. Bahkan ia enggan untuk mendengar apa isi voice note tersebut.

Masa, sih? (Revisi) Where stories live. Discover now