24. Adik-Kakak Zone

319 29 13
                                    

Tap here to start reading

Chapter sebelumnya lupa aku kasih tanggal publikasinya dong. Ada yang inget?

***

Sejak bangun tidur, Kila sudah mensugesti dirinya jika mulai pagi ini ia harus bersikap bodo amat. Ia lelah mengemis maaf pada Aura. Akhirnya Kila memilih untuksetuju dengan yang Rahman bilang, bahwa ini hanya perihal salah pengertian. Just let time to tell.

Saat ini, bukan hanya Aura yang tengah marah padanya, melainkan juga Shofi. Penyebab kemarahan cewek itu adalah Alif. Entah bagaimana cara mengakhirinya, Kila sendiri tidak tahu.

Bel pulang berbunyi. Itu artinya satu hari dalam mode bodo amat sudah selesai. Sebenarnya sikap bodo amat Kila hanya ditujukan pada Aura dan Shofi. Sebab, hanya mereka yang menurut Kila perlu dibodoamatkan.

Kila tengah bersiap pulang ketika terdengar suara batuk dari Aura yang di sebelahnya. Kila mengabaikan hal itu. Menawarkan air untuk minum juga pasti ditolak. Kila rasa percuma.

"Kila," panggil Aura. Kila sama sekali tidak bergeming. "Gue udah maafin lo," imbuhnya.

Spontan, Kila langsung menoleh. Cewek itu hanya bisa berdeham karena tenggorokannya mendadak kering. Suaranya juga seperti tercekat. Ia bahkan lupa untuk mengambil bukunya yang sempat terjatuh.

"Be-beneran?" tanya Kila agak tergagap.

Anggukan kepala Aura menjawab ketidakpercayaan Kila atas apa yang didengarnya. Kila kesulitan menahan senyum sekarang. Dia terlalu senang.

"Kita bisa bersaing lagi."

Ucapan Aura berikutnya berhasil membuat alis Kila bertaut. Pertemanan murni seakan tidak ada dalam kamus cewek itu. Namun, jika Aura memang menginginkan seperti itu, Kila hanya perlu menjawab, "oke." Sebab, bagaimana pun, Aura adalah teman bagi Kila, bukan lawan.

Aura tersenyum. Senyum yang terlihat berbeda. Kila menyadarinya.

"Tapi nggak perlu bersaing dalam semua hal. Untuk yang satu ini, gue nggak mau."

"Apa?"

"Kak Lingga. Karena ... dia cuma buat gue."

Kila tergugu. Bingung harus mengatakan apa. Lingga. Nama itu benar-benar berhasil mengusik sesuatu dalam diri Kila.

"Maksud kamu bilang begitu sama aku apa, Ra?"

Pertanyaan Kila tidak digubris. Aura justru tertawa. Tangannya mengibas di depan Kila. "Nggak usah munafik, Kil. Gue tau lo ada rasa sama Kak Lingga."

Kila mengedarkan pandangan. Gerak tubuhnya menunjukkan kalau dirinya sedang panik. Ia bisa bernapas lega setelah mendapati kelas sudah sepi. Tepatnya, tidak ada Haruna. Kila tahu Haruna suka pada Lingga. Jika apa yang dikatakan Aura itu sampai ke telinganya, entah akan seperti apa nantinya.

"Bukan aku, tapi Kak Lingga."

Kila merutuki mulutnya yang asal bicara. Aura tidak akan mempercayainya sedikit pun. Terbukti sekarang dia tertawa remeh.

"Halu banget lo."

Emosi Kila mulai terpancing. Bukan begini caranya memaafkan. Sama sekali bukan. Kila menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Buru-buru ia mengambil buku, lantas mengenakan tasnya.

"Emang seharusnya nggak ada persaingan cuma buat dapetin Kak Lingga. Dia bukan siapa-siapa aku, jadi bebas kamu punyain." Kila tersenyum yakin di akhir kalimatnya. Sebelum pergi, ia bilang, "aku duluan, ya."

"Oke. Hati-hati di jalan, Kil."

Kila hanya mengacungkan jempol. Saat keluar dari kelas, Kila terkejut karena mendapati Shofi. Kila bingung bagaimana harus bersikap. Akhirnya ia memilih untuk melewati Shofi begitu saja. Shofi juga fokus pada ponsel. Satu pemikiran berhasil menghentikan langkah Kila.

Masa, sih? (Revisi) Where stories live. Discover now