Babak Dua: Untuk terakhir kalinya

29 3 2
                                    

D E V O N N A   P O V

Dari dalam kamar mandi yang tak tertutup rapat di gedung gym ini, aku berdiri sambil membersihkan setiap darah yang keluar dari hidungku. Kemerahan yang memudar berlarian menuju lubang drainase bersama dengan air yang mengalir. Aku mengadahkan wajahku ke depan, kepada cermin yang terpaku di dinding dan segera memperlihatkan bagaimana sedihnya diriku sekarang. Dari balik sela pintu terlihat Joey yang sedang berdiri—menungguku—dan kemudian datang Olivia menghampirinya.

"Apa dia baik-baik saja?" tanya Olivia dan itu terdengar seperti bisikan di telingaku.

"Ya... dia hanya mimisan." Jawab Joey.

Olivia langsung menatapku, dari pantulan cerminan wajahnya, aku dapat melihat kekhawatiran dan kesedihan yang terukir di wajahnya. Mungkin itu belum semua, dia terlihat mengasihani diriku juga. Setelah lima menit menghabiskan waktuku di kamar mandi. Darah mulai berhenti. Aku mematikan keran air dan segera mengambil tissue pada dispenser yang terpasang di sisi kiri wastafel. Aku berjalan keluar dari kamar mandi dan menghampiri Joey serta Olivia yang masih berdiri bersama. Kekhawatiran yang terhias di wajahnya, menghilang dengan cepat, Olivia memunculkan senyuman hangat kini di wajahnya.

"Maaf membuat kalian khawatir, aku tidak bermaksud melakukannya." Jelasku dengan nada bersalah.

"Tidak masalah Devonna, you can't control it." jawab Olivia dengan senyuman. "Penampilanmu tadi begitu menawan, kau tidak ingin menjadi pengiring saat pesta nanti?"

Devonna terkikih pelan dan menggeleng kepalanya. "Ugh... itu adalah tawaran yang menarik, tetapi tidak terima kasih. Tetapi sungguh, aku sangat merasa terhormat kau menawarkannya padaku."

Olivia tertawa pelan dan dia kini memegang pundakku. "Bagaimana setelah jam pulang sekolah nanti kita makan sushi bersama?"

Aku menaikkan kedua alisku. "Aku tidak pernah bisa menolak sushi." Jawabku sembari terkikih. "Tetapi sepertinya uangku tidak cukup."

"Not problem... aku akan mentraktirmu." Tukas Olivia dan dia melihat Joey. "Kau juga Joey, ikutlah bersama kami."

Joey menggigit bibrinya dan mengangguk. "Sushi... aku tidak akan menolaknya."

—oOo—

Aku menarik bangku dari bawah meja dan segera duduk di atasnya, tak berselang lama dari itu, bell yang menandakan akhir dari istirahat berbunyi dengan keras. Anak-anak yang awalnya berada di depan koridor kelas atau berkumpul bersama teman-teman mereka di dalam kelas segera kembali ke tempat duduk mereka dengan cepatnya. Aku menoleh ke belakang, melihat Joey yang juga menatapku dengan tatapan "jangan lupa janjimu" , aku hanya tersenyum tipis dan kemudian kembali menghadap ke depan.

Guru pengawas datang, dia membantu dua kantung amplop coklat yang berisi penuh dengan kertas jawaban ataupun kertas soal. Dia menaruh kertas itu pada mejanya untuk beberapa saat selagi memberikan pengarahan untuk ujian terakhir ini. Dia member tahu peratura-peraturan klasik yang sama seperti yang diucapkan oleh pengawas kami terdahulu, tetapi aku yakin seluruh anak-anak pasti mempunyai cara untuk mendapatkan jawaban. Aku saja tidak mengerti mengapa secari kertas yang berisi jawabanku, tiba-tiba sudah mengitari kelas.

Guru itu mulai membagikan setiap kertas kepada kami, dia masih belum mengizinkan kami untuk mengerjakan soal. Aku mencoba mengintip sedikit soal yang tertulis di kertas ujian tersebut. Hari ini adalah fisika dan aku paling tidak suka dengan pelajaran ini, menurutku ini sangat membuat kepalaku penat. Aku yakin kalian sudah mendengar celotehan bagaimana aku membenci fisika dan aku tidak akan kaget jika setelah ini kalian muntah-muntah di toilet lalu mengatakan: Dasar Devonna, selalu saja mengatakan fisika membosankan dan lain-lainnya. Aku sangat muak mendengar itu. Hueekk.

Why Don't We? [alternative version NKOTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang