Babak Dua: Semua orang takut akan hal yang tak mereka tahu.

42 2 5
                                    

Hidangan pencuci mulut terakhir benar-benar melengkapi makan siang hari ini, aku tak dapat merangkai kata bagaimana lidah ini seperti baru saja mendapatkan siraman rohani yang begitu menyegarkan setelah kotbah gereja mingguan selesai. Kami berlima mengisi waktu terakhiri istirahat makan siang ini dengan perbincangan ringan, well... mungkin hanya berempat saja karena terlihat begitu jelas bahwa Devonna sangat tak mempunyai ketertarikan sama sekali untuk masuk dalam perbincangan kami yang bahkan sejujurnya tak begitu aku mengerti. Aku terkadang hanya mengangguk dan tertawa pelan, intinya berusaha untuk terlihat sopan. Tetapi Devonna... dia hanya terdiam, tersenyum saja tidak. Dia hanya sesekali merundukkan kepalanya, memainkan jemarinya atau melihat wajah ayahnya dengan tatapan bingung itu.

Seakan ada sesuatu yang mengganggu pikirannya dan ingin dia keluarkan tetapi dia menghadapi dilema yang begitu besar.

Evenmore melihat jam tangan coklat keemasan miliknya. "Ah... kalian sepertinya harus segera bersiap untuk lomba selanjutnya. Senang dapat berbicara dengan kalian." Ucap Evenmore sembari tersenyum melihat kami.

"Tentu saja, ini juga sebuah kehormatan dapat berbicara dan makan bersama anda, Mr. Evenmore" balas Mr. Powell kemudian dia mebetulkan posisi frame kacamatanya yang menurun.

Evenmore hanya tertawa pelan, lalu perhatiannya teralih kepada Devonna yang masih terdiam, seakan berada di dunianya sendiri. Dia menyentuh pundak Devonna dan dengan cepat Devonna mengalihkan perhatiannya.

"Kau tidak biasa terdiam seperti ini? Apa ada sesuatu menganggu pikiranmu?" Tanya Evenmore.

Devonna terdiam sesaat sebelum menunjukkan senyum tipis di wajahnya. "Tidak apa, dad. Aku hanya sedang memikirkan soal-soal... aku takut jika otakku seketika melupakan sesuatu yang seharusnya tidak dilupakan." Balasnya.

Evenmore tersenyum sebelum dia mengusak rambut brunatte Devonna. Perempuan itu terlihat kesal dengan kelakuan ayahnya, tetapi yang Devonna lakukan hanyalah merapihkan lagi rambutnya yang berantakan itu dengan mimik wajah masam.

Ketika waktu menunjukkan pukul dua belas lebih empat puluh menit, kami beranjak dari ruangan ini dan berjalan bersama menuju ruang lomba. Ayah Devonna izin untuk berpisah saat kami semua baru saja melewati pintu, dia langsung berjalan ke depan dan membaur dengan orang-orang penting dalam lomba ini. Kami berempat berjalan menuju tempat kami sebelumnya. Jackson dan Mr. Powell berjalan di depan aku dan Devonna. Mereka sepertinya sedang berbincang mengenai soal-soal yang kemungkinan saja keluar nantinya, Jackson terlihat begitu semangat dalam membahas soal-soal itu.

Aku menoleh ke arah Devonna, matanya menatap lurus tajam ke depan. Aku mencoba melihat arah pandangnya dan di sana aku melihat Evenmore sedang berbicara dengan lelaki bernama Keen dan sesekali mereka melihat ke arah kami—atau lebih tepatnya Devonna.

"Aku tahu kau berbohong." Ucpaku. Aku melirik ke arah Devonna yang kini juga melihatku dengan tatapan bingung. Aku menarik salah satu sudut bibirku ke atas dan mendengus pelan. "Kau tidak pintar dalam berbohong, Dev."

"Apa maksudmu?" Tanya dia heran.

"Jangan berpura-pura tak mengetahui apa yang aku bicarakan. Kau tentu mengerti maksudku. Tadi itu? Aku tahu kau berbohong dengan ayahmu atau dapat aku katakan bahwa kalian saling membohongi satu sama lain." jelasku dan Devonna kini mengalihkan perhatiannya.

Devonna terdiam begitu lama, bahkan sampai kami kembali duduk di bangku kami sebelumnya. Wanita tua yang sebelumnya menyambut kedatangan peserta lomba, kembali menaiki panggung dan menjelaskan peraturan lomba sesi dua ini. Isi peraturannya tidak begitu berbeda dari yang pertama, jika kalian tertangkap basah berbuat curang maka itu akan berakhir pada diskualifikasi tanpa ada pembelaan sama sekali.

Why Don't We? [alternative version NKOTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang