Babak Dua: Amarah

38 2 3
                                    

J O E Y P O V

Setelah kejadian di lorong itu, Ryan menjadi semakin jauh dari kami. Setiap hari, makananku hanyalah keluhan Loli dan itu sangat membuatku muak. Loli selalu menuntutku untuk memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Ryan dan aku tidak berada pada mood ingin memberi tahu apapun tentang semua itu. Aku benar-benar berusaha mati-matian untuk tidak memberi tahu apa yang terjadi. Hanya saja sebenanrya aku tidak mengerti, mengapa aku tidak melakukannya-memberi tahu Loli. Mulutku seakan terkunci begitu saja ketika ingin mengatakan bahwa Ryan benar-benar jatuh cinta dengan Devonna, Si Tupai baru yang mendiami hutan rimba ganas ini.

Waktu selalu berjalan dengan kencang memkai mobil prosche di jalan bernama kehidupan, malam berganti pagi dan begitu seterusnya. Lorong dipenuhi dengan kemesraan Devonna dan Ryan, mereka seperti Bonnie dan Clyde, meninggalkan kekacuan di belakang mereka, api-api bertebaran, korban patah hati berjatuhan selagi mereka berdua berjalan dengan penuh cinta untuk diri masing-masing. Aku sering melihat Ryan berpiknik bersama Devonna di pinggir danau sekolah, mereka bersenda gurau, tertawa, dan berbicara hal-hal yang menghabiskan beberapa jam lamanya sebelum berciuman di atas rerumputan hijau dan kemudian tertawa kembali. Mereka begitu bahagia, seakan ketika mereka berdua hanya ada musim semi yang dipenuhi dengan hamparan ladang bunga yang begitu indah menebarkan warna dan aromanya.

Hari ini, aku habiskan dengan berlatih football bersama dengan para team untuk mempersiapkan pertandingan kami nanti melawan sekolah dari Utah. Tercium wangi keringat para pejantan yang melayang di udara dan memenuhi ruang bilas dan ganti lelaki. Beberapa ada yang masih mandi di bawah pancuran air, sebagiannya sudah berdiri di depan loker mereka dengan terbalut handuk putih dan sebagiannya ada yang mengerjai teman mereka dengan menarik handuk atau apapun. Aku berdiri di depan lokerku dengan handuk yang membalut tubuhku. Aku membuka lokerku dan mengambil baju dari dalam sana, terlihat dari cermin di pintu lokerku, Ryan berdiri membelakangi tubuhku, sedang memilah-milah bajunya di loker miliknya.

Aku menarik nafasku dan melihat ke bawah, melepas handuk putih yang langsung jatuh ke lantai. Aku segera memakai celanaku dengan cepat karena aku tidak ingin menjadi korban kejahilan teman-teman timku yang lain. Selanjutnya aku memakai t-shirt hitam bertuliskan 'normal is boring' dengan style grunge pada fontnya. Aku mengambil jaket denimku yang juga terlipat di dalam loker dan memakainya. Mom sepertinya setuju dengan kakakku bahwa jaket kulit merupakan sumber aura hitamku dan dia meminta aku untuk meninggalkannya saja, menjadikan itu sebagai pajangan dan objek untuk mengingat masa lalu.

Aku menutup pintu lokerku dan berjalan mendekati Ryan. Dia tersenyum ketika melihatku berada di depannya beberapa senti. "Ada apa?" Tanya dia.

"Ryan, kau membuat semuanya menjadi lebih rumit." Ucapku pelan, menjaga volume suaraku agar tidak terdengar oleh yang lain. "Kau benar-benar melakukan ini semua, huh?"

Ryan terkikih pelan sembari menggeleng kepalanya. "Joey... ini hanya soal waktu dan ini adalah saatnya-untuk diriku. Semoga kau terpanggil juga." Jawabnya. Ryan kemudian menutup pintu loker dan berjalan keluar dari ruang bilas dan ganti. Aku berada di sampingnya, berjalan mengikutinya.

"Ryan, kami teman-temanmu... kami mengenalmu lebih lama dari perempuan aneh itu. Kau baru bersamanya beberapa bulan dan ingin menjauh dari kami yang sudah kau kenal selama bertahun-tahun?" Ketusku. "Aku tak percaya kau sama seperti lelaki lain yang mudah dibutakan oleh cinta. Kau melupakan sahabatmu yang sudah kau kenal, berada di sampingmu, hanya untuk seorang perempuan yang baru kau kenal beberapa bulan saja."

Ryan tertawa lalu dia melihat ke arahku. "Joey... berhentilah jangan lakukan ini. Kau harus menerima fakta bahwa orang datang dan pergi. Mungkin kau harus mencoba mencari pacar, bukan hanya mencuri hati wanita lain, mempermainkannya seperti squishy, di mana kau bisa meremukannya dan melemparnya ke lantai kemudian kau meninggalkannya. Kau mungkin benar, aku seperti budak cinta... tetapi dia memberikan aku sebuah perspektif baru sebagi manusia serta lelaki. Devonna bukan hanya sekedar perempuan biasa Joey dan aku harap kau bisa melihat itu dari pada kebencianmu dengan dirinya."

Why Don't We? [alternative version NKOTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang