Babak Dua: Tak Terduga

43 2 3
                                    

J O E Y   P O V

Aku duduk di atas atap kayu yang menutupi pavilun samping rumahku. Mataku melihat setiap sudut komplek tempat tinggalku yang sungguh senyap di malam ini. Dedaunan menari ketika angin malam berhembus dan di antara dedaunan pohon bench dapat kulihat dengan jelas sinar rembulan yang begitu terang bersama dengan jutaan pasukan bintang yang ikut berkedip miliyaran jauhnya di atasku. Aku dengar suara sepeda dari telinga kiriku dan aku menoleh dengan cepat, melihat pria kulit hitam yang melaju tanpa ragu di jalanan malam yang sepi ini. Ditemani dengan lagu yang terputar dari earphone yang terpasang di kedua lubang telinganya, menemani dia dalam perjalanan menuju pulang ke rumah untuk beristirahat setelah hari yang panjang dan melelahkan.

Aku menggosok kedua telapak tanganku bersamaan, meniupkan udara hangat dari dalam mulutku untuk menghilangkan sedikit rasa dingin yang menyelimutiku selama berada di luar sini. Aku melihat jam tangan digital yang masihku kenakan di pergelangan tangan kiriku. Aku melihat bahwa kini jam sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang lima belas menit. Aku segera merangkak perlahan mendekati jendela kamarku yang terbuka di belakang tubuhku.

Aku dengan perlahan berpindah ke atas kasurku dan menutup jendela kamarku untuk menyudahi hawa dingin dalam melakukan penyerangan tidak bersahabat ini melawan kehangatan kamarku. Aku membuka bajuku dan menggantinya dengan baju yang biasa aku kenakan untuk tidur, setelahnya aku pergi ke kamar mandi untuk menyikat gigiku.

Setelah selesai, aku menutup keran air wastafel dan berjalan keluar dari kamar mandi. Menuju tempat tidurku dan duduk di pinggirannya. Perhatianku teralih kepada ponselku yang bergetar tanpa henti dan menunjukkan banyak sekali notifikasi di layar terkunci. Aku meraih ponselku dan menyadari bahwa seluruh notif itu berasal dari chattingan grupku, kini Loli sedang berbicara kepada Ryan tentang hal dan aku yakin itu pasti menyangkut perempuan itu...

Ya, Devonna Lawrance.

Semenjak dia datang dan secara harfiah berarti dia datang ke dalam hidupku, semuanya menjadi berbeda. Apapun yang sudah aku bangun, perlahan luluh lantah begitu saja dengan perempuan. Sejak kedatangannya, aku mulai merasakan lagi seluruh hal yang tadinya berada di tanganku kini berserakan di lantai dan aku tak mampu kembali mengambilnya karena dia mengacak-acak itu dengan kakinya.

Aku merasa tidak berdaya dan itu membuatkuku merasa kesal dan mengingatkanku kepada hal-hal yang ayahku lakukan kepadaku, ibuku dan adikku. Aku tak bisa melakukan apapun karena menjadi seorang Joey Alexander yang tidak berdaya, melihat lelaki bodoh itu menghancurkan hidup kami dan terutama ibuku, itu sangat mengesalkan. Kini setelah aku bisa mengatasi semuanya, perempuan itu datang bagaikan jelmaan ayahku. Dia mengaduk-aduk keadaan sekolah seperti guacamole yang menjijikan. Dia membuatku kembali menjadi seorang Joey Alexander yang tak berdaya dan aku tak suka itu.

Aku tak suka karena aku merasa kembali tak dapat melindungi hal yang aku miliki dan kini aku menyaksikan bahwa hubungan pertemanan kami
mulai mengalami keretakan dan semua karena perempuan bodoh itu.

Aku tak bisa membayangkan bagaimana sebenarnya diriku juga membencinya, di mataku dia sama seperti ayahku―pencuri kebahagiaan seseorang dan membuat orang lain tak berdaya karenanya, tapi terkdang ketika aku semakin jauh memikirkan tentang kebencianku terhadap dirinya―semakin aku terlarut dalam lamunanku tentangnya.

Terutama tadi siang, ketika kami berbicara di lorong sekolah dalam keadaan ketika aku nyaris saja di keluarkan dari sekolah―sebelum dia dipanggil untuk masuk ke dalam ruangan rapat dan memberikan kesaksian dirinya akan kejadian di malam pertandingan football antar sekolah, aku melihat sesuatu yang berbeda.

Why Don't We? [alternative version NKOTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang