Babak Dua: Sebuah rencana

35 4 2
                                    

Merasakan sentuhan lembut di atas telapak kakinya yang sensitif, jemari-jemarinya bergerak, sentuhan itu tentu merangsang kembali Devonna untuk kembali sadar dari tidur panjangnya. Devonna masih memejamkan matanya, dia masih merasa tubuhnya begitu ringan seperti dedaunan kuning yang berguguran di atas tanah dan menari ketika angin musim gugur meniupnya. Pendengarannya mulai kembali perlahan, awalnya semua suara terdengar seperti kau menyelam terlalu dalam di sebuah kolam renang dengan kedua kakikmu yang kau rangkul dengan erat menggunakan tanganmu, hingga pada akhirnya semua terdengar jelas walau hanya suara white noise yang dapat dia dengar karena kesunyian yang mengitarinya seolah dirinya merupakan api unggun yang menyala di malam sunyi ditengah upacara sakral sekte-sekte terkenal yang pernah kalian pelajari di buku sejarah kalian.

Sentuhan itu kembali merangsang kesadarannya.

Devonna mulai membuka matanya perlahan, semua tampak buyar dan semakin lama semakin jelas dan jelas. Pemandangan pertama yang dirinya lihat adalah langit-langit ruang unit kesehatan sekolah dengan lampu neon putih yang menyala begitu terang. Dia melirik ke kanan dan kiri, meyakinkan bahwa apa yang dirinya lihat kali ini bukan hanya sekedar ilusi yang diciptakan oleh otaknya yang sudah tercemar oleh tumor menjijikan ini.

Devonna melihat tangan seseorang lelaki yang kini menaruh handuk merah basah dan hangat di atas permukaan kakinya, tepatnya di atas tulang kulit yang menutupi tulang femurnya. Pandangannya ia naikkan, mengikuti alur tangan lelaki itu hingga dia menyadari bahwa itu adalah Joey, lelaki itu tampak begitu fokus dengan apa yang sedang ia lakukan sekarang. Joey masih melakukan kegiatannya itu tanpa menyadari bahwa Devonna sudah tersadar.

Devonna mengerang sambil memejamkan matanya erat, tangannya mendorong tubuhnya agar dia bangkit dan mengubah posisinya menjadi duduk di atas brankar ruang unit kesehatan sekolah, yang mana membuat Joey terkejut.

"Kau sudah bangun?!" tukas Joey dan dia terdiam sebentar melihat Devonna.

Devonna tak menjawab apapun, dia menoleh, menatap teko plastik putih yang berada di atas laci besi di sebelah brankar. Devonna berdeham sembari menyentuh lehernya, dia merasakan kekeringan melanda kerongkongannya, seakan global warming melandanya secara tiba-tiba.

Joey menoleh, dia langsung bereaksi. Menuangkan segelas penuh air ke dalam gelas kaca dengan ukiran bunga matahari yang sangat detail. "Here... ." ucap Joey dan dengan perlahan dia membantu Devonna untuk meminum air itu.

Devonna melepas dahaganya dengan lega. Dia menatap ke arah jendela dan menyadari kini sudah malam. "Sudah berapa lama aku tak sadarkan diri?" tanya Devonna.

"Hampir, sepuluh jam. Sekarang sudah pukul sembilan lebih." jelas Joey sambil menatap Devonna. "Kau sudah merasa baikkan? apa kakimu masih terasa sakit?"

Devonna melihat Joey dan dia tersenyum sembari terkikih sedikit. "Kenapa kau cemas sekali, aku sudah merasa cukup baik." jelas Devonna dan kemudian dia menghela nafas panjang. "Shit... aku tak ikut sesi ulangan ke dua. Sepertinya aku akan mendekam di sini lebih lama dari yang aku kira." lanjut Devonna.

Joey mengeritkan dahinya, dia sedikit bingung dan mencoba mencerna informasi yang keluar dari mulut Devonna. Kemudian dia berjalan mendekati meja Hailee dan mengambil dua kertas yang di straples menjadi satu. "Kau tak perlu takut, guru mata pelajarannya mengizinkan kau untuk membawa soal ini. Hailee tadi mengurus surat izinmu dan beberapa guru datang untuk memastikannya terlebih dahulu. Sepertinya mereka tak percaya padamu."

Devonna mengambil kertas itu, dia menatap setiap soal yang tercetak dengan tinta hitam yang rapih di permukannya. "Bisa kau taruh ini di tasku." Jelas Devonna sembari memebrikan kertas itu kembali kepada Joey.

Why Don't We? [alternative version NKOTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang