Babak Dua: Menjauh untuk mendekatkan suatu hal

17 2 0
                                    

Mereka kini sampai di dorm Devonna. Laju motor Joey kian melambat dan berhenti tepat di depan tempat tinggal perempuan itu. Joey mematikan mesin motornya, memutar kunci motornya dan setelah itu melepas helm yang dia kenakan. Devonna sudah melesat terlebih dahulu ke dorm-nya, kini dia sibuk membuka kunci pintu. Joey turun dari atas motor dan berdiri tepat di sebelah Devonna ketika perempuan itu berhasil meimilih kunci yang tepat.

"Buatlah dirimu senyaman mungkin." Ucap Devonna dengan senyuman hangat.

Devonna membuka pintu dengan lebar dan mereka berdua berjalan ke dalam dorm yang terasa hangat. Joey dengan segera membuka jaket yang ia kenakan. Devonna, dia menutup dan mengunci lagi pintu dorm-nya. Joey duduk di atas sofa ruang televisi. Dia meraih remote hitam yang terdapat di atas meja kopi di depannya.

"Boleh aku menyalakan televisi?"

"Hm?" Devonna berbalik melihat Joey dengan bingung. Mayanya melihat tangan Joey dan televisi bergantian setelah itu. "Oh... oh tentu saja. Aku yakin kau akan segera bosan dan menjadi gila jika tidak menyalakan televisi. Di sini sangat sepi."

Joey menekan tombol merah, akhirnya layar televisi yang sebelumnya hitam, kini berganti dengan tayangan dari sebuah program televisi swasta Amerika Serikat. Joey menyenderkan tubuhnya  kepalanya mengadah ke atas, melihat langit-langit ruangan televisi yang dipenuhi oleh sarang labar-laba di beberapa sudutnya.

"Artis Demi Lovato dikabarkan berkencan dengan Pangeran yang hilang itu." suara dari televisi

Joey menarik nafas panjang. Devonna tidak pernah membersihkan tempat ini, begitu pikirnya. Tetapi setelah itu dia termenung panjang dan pikirannya dituangi lagi oleh kenyataan pahit bahwa ayahnya datang menemui dirinya. Rasa amarah dan kesedihan bercampur satu sama lain. Dia tak tahu mana yang dia  rasakan sekarang, Joey tak bisa menjabarkannyan. Kemudian matanya bergerak. Melirik Devonna yang berdiri di depan lemari pendingin sambil menggenggam gagang telepon putih di tangannya.

"Oh... kalau begitu baiklah. Terima kasih Mr. Michelle." Ucap Devonna samar-samar dan dia menaruh gagang telepon itu kembali di tempatnya.

Devonna memutar tubuhnya, wajahnya terlihat sedih tetapi hanya sekilas saja sebelum semuanya kembali menjadi normal dan guratan kesedihan itu menghilang. Devonna duduk di sebelah Joey, tetapi dia masih menjaga jarak antara dirinya dan Joey.

"Joey... ayahku ternyata ada di rumah nenekku. Kata asisten rumahku, dia mungkin akan lama berada di rumah nenekku karena urusan penting. Sepertinya, kau hanya bermalam saja di sini." jelas Devonna.

"Um... no, aku sudah berjanji akan mengantarmu. Maka aku akan mengantarmu walau itu tandanya aku harus pergi menuju Montana, aku tidak masalah." tukas Joey.

"Aku tidak mau membuatmu dalam masalah lagi." balas Devonna.

"Ah itu omong kosong. Aku selalu mendapat masalah kemanapun aku melangkah. Jadi, jangan pikirkan aku." Balas Joey dan kemudian dia tersenyum. "Kita akan berangkat besok."

"Kau serius?" Tanya Devonna dengan nada tidak percaya.

"Ya... aku juga ingin tahu sehebat apa Montana sampai kau bertepuk tangan ketika kau sekarang tinggal di Denver." balas Joey dengan nada menggoda bercampur ejekan.

Devonna mengangkat kedua alisnya dan mengangguk pelan seakan sesuatu terlintas dipikirannya dan dia mengerti akan hal itu. "Jadi kau masih salty dengan perihal aku bertepuk tangan untuk tim Montana di acara lomba beberapa bulan lalu? Geez, aku saja sudah melupakannya. Kau benar-benar pendendam." Devonna kemudian berdiri, "Kalau begitu akan aku buktikan padamu bagaimana hebatnya Montana. Aku berharap kau beristirahat yang cukup karena besok kita akan terbang menuju Montana."

Why Don't We? [alternative version NKOTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang