Babak Dua: Motel

32 3 2
                                    

Joey dan Devonna turun dari dalam taksi. Joey berdiri sambil melihat sebuah motel di depannya. Devonna kembali menghampiri Joey setelah dia mebayar tarif taksi mereka dari bandara ke motel ini.

"Apa ayahmu belum membalas satupun pesan yang kau kirimkan?" tanya Joey dengan nada penasaran.

"Dia bahkan tak menjawab teleponku. Aku pikir dia sepertinya sibuk untuk hari ini. Aku sebetulnya bisa memikirkan kemungkinan lain yang lebih negatif, seperti ponselnya terjatuh entah di mana atau dia kemalingan, tapi itu hanya aku dan pikiran liarku saja." Jelas Devonna. "Tapi firasatku yang paling kuat adalah asumsiku tentang dia sibuk."

Joey mendesah, "Jika kau memang berpikir seperti itu, lebih baik kita segera memesan kamar. Aku lelah sekali setelah perjalanan panjang kita." Lanjut Joey sembari merentangkan kedua tangannya.

Devonna terkikih. Mereka berdua berjalan masuk menuju sebuah bangunan  yang terpisah dari gedung motel itu sendiri. Di depan pintu coklat dengan ukiran bunga-bunga bercat warna-warni, terdapat papan kayu kecil yang tergantung di ventilasi. Tertulis "resepsionis" dengan tebal berwarna biru.

Joey mendorong pintu tersebut. Dentingan suara bell terdengar sekali dan pintu dibelakang mereka tertutup sendiri. Suasana diruangan itu begitu hangat, hiasan-hiasan ornamen natal yang akan menjemput sudah terpasang di setiap sudut ruangan dan juga dinding. Televisi model lama berukurun kecil yang berada di atas topangan papan, menayangkan ulangan sebuah tayangan sepak bola.

"Selamat datang." Ucap lelaki tua yang kemungkinan berumur tiga puluhan dari balik etalase kaca. Janggut putihnya lebat dan mengkeriting.

"Kami pesan satu kamar untuk seminggu." Ucap Devonna sambil menyerahkan beberapa lembar uang kepada lelaki itu.

"Satu kamar?" Ucap Joey dengan nada terkesan ragu.

Devonna mengeritkan dahinya, "Apa ada yang salah dari satu kamar?"

"Tidak... hanya saja apa kau yakin? Kita kan— "

Perkataan Joey terselak dengan kikihan Devonna. "Aku yakin kau bukan tipe orang yang seperti itu. Kau mungkin mengesalkan tetapi kau masih mempunyai harga diri untuk melakukan hal serendah itu."

Lelaki tua itu kembali setelah mengambil kunci kamar yang ada di lemari kunci di belakangnya. Dia meletakan kunci itu di atas kaca etalase dan mendorongnya perlahan menggunakan jemarinya ke arah Devonna.

"Ini kunci kamar kalian." Jelas lelaki tua itu lalu dia bersandar dengan kedua tangannya dipinggir etalase. "Saya harap selama menginap kalian menjaga kebersihan, ketertiban dan kenyamanan lingkungan sekitat motel. Jika ada barang yang tidak berfungsi kalian bisa hubungi kami lewat saluran telepon di kamar motel atau meminta bantuan terlebih dahulu kepada penjaga yang selalu siaga setiap jamnya. Kemudian, fasilitas di dalam kamar motel ada teko elektronik, televisi, shower lengkap dengan pemanas air, dua stop kontak, lampu dan juga layanan wi-fi gratis bersandi. Sandinya dapat ditemui pada kertas peringatan yang tertempel di dinding dekat televisi."

"Baik, terima kasih." Jelas Devonna mengambil kunci dan memutar kunci itu dengan jari telunjuknya.

Dia berjalan mendekati pintu kemudian menoleh kebelakang melihat Joey yang ternyata terpikat dengan tontonan televisi.

"Kau masih ingin di sini?" Tanya Devonna melihat Joey yang tak bergerak sama sekali.

"Ya... ya... Aku akan menyusul." Jelas Joey.

Devonna mengangguk pelan dan berjalan keluar. Langkahnya langsung mengarah kepada gedung motel yang berjarak kemungkina tiga meter dari bangunan sebelumnya. Dia menaiki tangga dan berjalan di setiap pintu yang mempunyai nomor di depannya.

Why Don't We? [alternative version NKOTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang