Babak Dua: Perlombaan.

37 2 3
                                    

Sekelompok burung terbang di bawah langit berawan pagi hari ini. Hujan turun membasahi Denver pukul lima pagi tadi, air hangat yang aku gunakan untuk mandi dini hari tadi tentu sangat berguna dalam menjaga kehangatan tubuhku—walau tetap saja aku harus memakai jaket demi menjaga udara hangat tubuhku agar tidak kabur begitu saja dalam memerangi udara dingin hari ini. Hampir dua puluh menit lebih, Mr. Powell belum terlihat sama sekali batang hidungnya, padahal dia sendiri yang menyuruh kami untuk tidak telat dan bahkan meneror teleponku ketika pukul setengah lima tadi.

Aku, Jackson, dan Devonna kini berada di tempat parkir sekolah kami menunggu Mr. Powell yang belum kunjung datang juga. Aku menyandarkan tubuhku di depan bus sekolah dan kedua tanganku terlipat selagi kepalaku mengangguk pelan seiring lagu Panic! At The Disco dengan judul Emperor's New Cloth berkumandang dengan gila-nya di telingaku pagi ini. Mataku menatap Jackson dan Devonna yang duduk di depanku, kami tidak saling berjauhan tetapi tetap saja ini seperti dari ujung ke ujung. Devonna duduk sambil mengobrol bersama Jackson, aku mungkin tidak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan tapi aku sangat yakin topik pembicaraan mereka pasti tidak jauh-jauh dari aroma matematika, fisika, kimia dan pelajaran lain yang membuatku bodoh berkuadrat.

Aku menarik lengan jaketku dan melihat jam tangan yang aku kenakan. Aku mendecak kesal dan membuang perhatianku ke segala arah, mencari Mr. Powell yang entah di mana dia berada sekarang. Aku melepas salah satu earphone yang aku kenakan dan melihat ke arah Jackson dan Devonna kembali.

"Hei nerds!" seruku dan kedua orang itu segera memalingkan perhatiannya ke arahku. "Apa dari kalian tidak ada yang mendapatkan kabar dari Mr. Powell?!!"

Jackson menggeleng kepalanya dan aku mendesah kesal sambil memalingkan perhatianku dari mereka.

"Maaf... semua jika kalian sudah menunggu lama... ." Suara Mr. Powell yang baru saja datang.

Aku langsung mengalihkan perhatianku ke arahnya. Dia berjalan mendekati aku dengan rambut tersisi rapih, kaca mata yang selalu dia gunakan, blazer biru tua sekolah kami, tas selempang bebrbahan kulit berwarna coklat dan juga di tangan kirinya dia membawa tote bag untuk kami. Jackson dan Devonna otomatis mendekat ketika Mr. Powell datang, kini kami berdiri bersamaan, membentuk lingkaran yang tidak sempurna..

"Sir... mengapa kau menyuruh kami untuk bangun dengan cepat ketika kau bisa setelat ini?" Tanyaku.

Mr. Powell melihat ke arahku dan membenarkan letak kacamatanya. Dia mengambil sesuatu dari dalam tote bag itu. "Aku sudah mengatakan bahwa aku minta maaf dan juga sebenarnya aku sudah ada di sini lebih awal dari kalian—secara harfiah aku tidak telat. Banyak urusan yang aku urus untuk lomba hari ini dan terlebih—" Dia memberikan kami masing-masing blazer sekolah yang masih terlipat rapih di dalam plastik bening. "—aku mencari ini juga. Kita harus memberikan image yang baik bagi sekolah ini, bukan begitu Joey?" dia melihatku dengan pandangan menyindir.

Aku menyipitkan mataku dan mengambil blazer yang ia berikan untukku. Kami membuka bungkus plastik blazer yang Mr. Powell berikan kepada kami. Aku merentangkan tanganku ke depan dan melihat blazer sekolah kami secara teliti dan jujur saja, ini pertama kalinya aku tahu kalau kami mempunyai blazer khusus sekolah. Aku pikir sekolah ini sangat pelit, ternyata tidak juga.

"Woah, aku kira blazer hanya diberikan kepada anak-anak osis saja." Ucap Jackson dengan nada terpukau dan dengan cepat ia memakai jasnya.

"Tentu saja blazer ini untuk orang-orang tertentu saja. Tetapi kalian kini sudah termasuk dalam daftar itu... terlebih kita harus terlihat kompak." Jelas Mr. Powell.

Aku menarik ucapanku kembali, sekolah ini masih sama pelitnya. Aku harap blazer ini menjadi milik kami selamanya, bukan sampai lomba ini selesai dan setelah itu kami balikan lagi ke sekolah. Aku memakai blazer tersebut dan Mr. Powell menyuruh kami masuk ke dalam bus karena kita akan segera berangkat menuju lokasi lomba cerdas cermat ini.

Why Don't We? [alternative version NKOTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang