Babak Dua: Put A Little Love On Devonna. (1)

45 3 5
                                    

FYI: UNTUK PART INI, MOHON KEBIJAKAN PARA PEMBACA. KARENA DI SINI MENGANDUNG KONTEN EKSPLISIT DAN DAPAT MENGUNDANG KEJADIAN TRAUMATIK BAGI BEBERAPA PEMBACA.

Devonna berdiri di depan balkon kamarnya, melihat bintang yang berkelip di atas langit malam. Dia menarik nafas panjang dan memejamkan matanya perlahan.

Merasakan setiap udara dingin memenuhi relung dadanya yang kosong dan hampa, mengisinya dengan kesejukan dan sebuah kenangan pahit. Joey terpejam di atas kasur, di balik selimut putih yang hangat, membungkus tubuhnya seperti permen di dekat perapian ketika malam natal menyambut. Matanya terbuka, melihat Devonna yang berdiri membelakangi dirinya. Dia kini terduduk di pinggir tempat tidur, wajahnya terlihat lelah, tetapi dengan cepat dia menghapusnya dengan menggosokkan telapak tangan hangatnya pada wajahnya. Joey bangkit berdiri dari tempat tidur dan berjalan menuju balkon dengan sedikit terhuyung-huyung ke kanan maupun ke kiri.

"Dev." lirih Joey yang kemudian berdiri di sebelah Devonna. Dia membuka mulutnya lebar dan melihat wajah Devonna yang terus terfokus menatap ke depan. "Ini sudah malam, kau lebih baik tidur."

"Aku tidak bisa." lirih Devonna. "Setiap aku memejamkan mataku, aku hanya bisa melihat bagaimana ibuku terenggut dariku." lanjutnya.

Joey terdiam, terselip rasa bersalah di dalam dirinya. Kemudian arah pandangnya menatap ke langit malam yang begitu indah dengan taburan bintang serta cahaya rembulan. "Ibumu baru bicara padaku, kau harus tidur." jelas Joey. Devonna menoleh ke arah Joey dengan salah satu alis yang terangkat. Joey mengangguk dengan wajah seriusnya. "Aku tak bercanda padamu. Aku ini terlahir sebagai anak terunik di keluargaku."

"Benarkah?" tanya Devonna dengan wajah ragu.

"Nyonya Lawrance mengatakan jika Devonna, anak perempuan satu-satunya harus beristirahat. Dia tidak ingin anaknya sakit dan kelelahan untuk perjalanan menuju rumah neneknya esok pagi." jelas Joey.

Devonna tersenyum tulus, "Terima kasih sudah menghiburku, aku akan segera tidur setelah—" Devonna melihat ke arah lain. "—aku melepaskan semua beban di tubuhku."

Joey menarik salah satu dari dua bangku yang berada di balkon itu. Dia kemudian duduk dan melipat kedua tangannya dengan erat. "Kalau begitu, aku juga akan berada di sini. Aku akan menemani dirimu selagi kau menghilangkan segala pikiran penatmu itu."

"Joey, aku sudah terbiasa tidur begitu larut. Kau lebih baik tidur lebih dahulu karena terlihat jelas kau sepertinya menyiksa dirimu begitu." balas Devonna sembari terkikih.

Joey berdiri, terlihat kecewa karena tak berhasil membujuk Devonna untuk masuk kembali ke kamar dan mengistirahatkan dirinya. Dia mendecak dan melihat Devonna dengan matanya yang sudah sayu itu. "Aku hanya berusaha untuk menjadi baik dan aku tentu tidak ingin menggendong dirimu jika nanti kau ketiduran atau semacamnya."

Devonna hanya terkikih pelan selagi Joey kembali ke dalam kamar dan membungkus dirinya dengan selimut putih itu kembali. Melihat Joey yang sudah kembali menutup kedua kelopak matanya, membuat senyuman di wajah Devonna menghilang perlahan. Kini matanya melihat ke arah jam yang tertera pada layar ponsel yang baru ia keluarkan dari saku celana jeansnya. Devonna masuk ke dalam kamar dan bertekuk lutut di depan tasnya. Tangannya membuka resleting tasnya dan segera mengambil botol pill yang tersembunyi di antara tumpukan pakaian yang ia bawa.

Dia membuka penutup botol obat itu dengan perlahan, berusaha sepelan mungkin sehingga Joey tak kembali membuka matanya. Hanya saja lelaki itu langsung tersadar ketika bau obat yang menyengat mengetuk indra penciumannya seperti tamu yang datang pada tengah malam. Joey menoleh ke belakang, melihat Devonna yang kini sedang duduk memebelakangi dirinya. Dia menenggak perlahan air yang berada di dalam gelas dan menaruhnya kembali di atas nakas bersamaan dengan boto pill itu. Devonna terdiam sesaat sebelum dia perlahan menoleh ke belakang dan dengan cepat Joey memalingkan wajahnya. Devonna menghembuskan nafas panjang dan kemudian membaringkan tubuhnya ke atas tempat tidur.

Why Don't We? [alternative version NKOTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang