Bab 39 - Mengulur Waktu, Memahat Luka Baru

1.2K 107 26
                                    


Lubna keluar dari rumah sakit setelah lima hari melakukan perawatan intensif. Setelah itu, Lukman dan istrinya sudah kembali ke Yogyakarta karena harus menyelesaikan pekerjaan. Sementara itu, Lubna mengatakan ingin tetap tinggal di Bandung beberapa hari dulu. Ia ingin menenangkan pikiran dengan mengunjungi tempat wisata yang ada di Bandung. Awalnya, Lukman tidak mengizinkan Lubna menjelajahi kota sebesar Bandung sendirian, tetapi saat dia melihat Raf dan memercayakan putrinya kepada laki-laki itu, Lukman akhirnya bisa meninggalkan Bandung dengan tenang.

"Bapak tahu tidak pantas untuk meminta ini kepada kamu saat kamu sudah memiliki istri dan Lubna belum sah menjadi istrimu, tapi tolong jaga Lubna selama dia di sini." Begitulah yang diucapkan Lukman sebelum dia menaiki kereta sepekan yang lalu. Raf hanya mengangguk kecil dan sejak saat itu dia menjalin komunikasi dengan Lubna meskipun dari awal Raf sudah mengatakan bahwa dia tidak bisa menemani Lubna jalan-jalan berdua karena ada batasan agama yang dia pegang teguh.

Namun, hari ini sepertinya Raf akan sedikit melewati batasan itu ketika ponselnya berdering dan nama Lubna tertera di layar. Raf memperhatikan Rae yang masih tertidur di atas ranjang rumah sakit sebelum memutuskan untuk bangkit dan mengangkat telepon. "Ada apa, Lubna?" tanya Raf setelah dia menjawab salam.

Di ujung telepon Lubna menggumam pelan, "Nggak apa-apa, Raf, hanya saja ... beberapa hari terakhir ini kamu sulit dihubungi. Kamu lagi ada masalah?"

Raf ingin menjawab 'ya'. Ia ingin menjelaskan kondisi Rae dan bagaimana keadaannya sekarang yang jauh dari kata baik-baik saja, tetapi Raf mengingat bahwa Lubna juga memiliki luka yang belum sepenuhnya sembuh. Setelah menarik napas pelan, Raf hanya menjawab, "Ya. Ada satu-dua masalah," ujarnya. "Maaf, aku nggak membalas pesan-pesan kamu."

Bahkan Raf tidak tahu kenapa dia harus meminta maaf kepada perempuan yang bukan siapa-siapa dalam hidupnya.

"Oke ...." Lubna mengambil jeda. "Bisa kamu temani aku hari ini, Raf? Hanya hari ini saja. Ini hari terakhirku di Bandung sebelum nanti sore aku pulang. Aku cuma nggak mau pergi sendirian. Nggak masalah kalau nanti kita nggak saling bicara atau kamu menjaga jarak. Aku cuma mau ditemani. Ada hal penting yang mau aku bicarakan juga sama kamu. Soal ... pernikahan kita."

Pernikahan kita. Dua kata itu membuat lutut Raf lemas seketika. Ia baru disadarkan kembali bahwa ada janji yang belum dia tunaikan kepada Lubna. Baru Raf sadari bahwa paduan dua kata sesakral pernikahan dan semanis kata kita itu bisa menyakiti hatinya. Raf baru sadar bahwa kita bukan hanya tentang Raf dan Rae. Sekarang, kita juga bermakna Raf dan Lubna.

Raf membalikkan badannya, menatap Rae yang masih tertidur. Semua masalah ini benar-benar membuat kepalanya terasa penuh dan dadanya sesak. Ia berpikir beberapa saat. Ada hal penting juga yang memang harus dia bicarakan dengan Lubna, perihal keputusannya untuk tidak menikahi perempuan itu setelah dia sadar bahwa keputusannya tidak tepat.

"Raf?" Suara Lubna kembali memecah keheningan suasana.

"Iya, Na," balas Raf pendek. "Aku ke sana sekarang. Kamu di mana?"

Lubna memberi tahu posisinya kemudian Raf segera menutup telepon. Ia menghampiri Rae yang masih tertidur kemudian mengusap lembut puncak kepalanya. Sebelum pergi, Raf mengcup singkat kening Rae. "Aku pergi sebentar, ya, Ra?"

Setelah itu Raf pamit kepada Yusuf, mengatakan bahwa ada hal penting yang harus dia urus. Ia meminjam mobil Yusuf kemudian segera menyusul Lubna yang sekarang berada di Wisata Alam Gunung Tangkuban Perahu. Dibutuhkan waktu satu jam hingga Raf sampai di sana. Ia menghubungi Lubna, tetapi karena sinyal yang buruk maka komunikasinya menjadi terhambat. Raf memperhatikan sekitar. Suasana di Gunung Tangkuban Perahu hari ini tidak terlalu ramai, mungkin karena ini bukan akhir pekan dan bukan dalam suasana liburan. Raf melangkah keluar dari mobil, kemudian langsung merasakan udara dingin menghampiri badannya hingga dia menggigil. Ia berjalan ke arah gunung sambil terus mencoba menghubungi Lubna.

Pemberhentian Terakhir [Published]Where stories live. Discover now