Bab 27 - Tangis Raf dan Rae

4.3K 504 11
                                    

Raf, Ima, Tio, Farezi dan Arvind menunggu cemas sambil duduk di kursi rumah sakit. Kedua orangtua Raf memang sudah datang sejak kemarin. Mereka bahkan masih sempat menghadiri pemakaman Asma karena jarak Bandung dan Yogyakarta yang masih bisa dikejar dengan pesawat tercepat. Yusuf masih tinggal di rumah karena mengurus beberapa hal terkait kematian Asma. Ia akan menyusul ke rumah sakit ketika beberapa hal selesai diurus.

Raf menatap khawatir pintu dengan tulisan operation room itu. Dua jam yang lalu saat membawa Rae ke rumah sakit dan pihak rumah sakit mengecek kondisi kehamilan Rae, dokter langsung mengintruksikan untuk melakukan tindakan operasi. Dokter yang menangani operasi Rae adalah Dokter Fatih.

Raf tidak bisa mengambil keputusan lain selain menyetujui operasi ketika Fatih berkata bahwa hal itu harus segera dilaksanakan melihat kondisi bayi dalam kandungan Rae kritis karena kista yang ada dalam rahim Rae pecah.

Raf melihat bercak darah pada kemejanya. Darah yang tadi sempat menetes saat ia menggendong Rae memasuki rumah sakit. Mata laki-laki itu berkaca. Ia belum siap atas segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada istrinya. Berkali-kali Tio, Ima, Farezi, dan Arvind menenangkannya, Raf tidak bisa meredam segala ketakutan dan kekhawatirannya.

Dua jam berlalu dengan lambat. Pintu ruang operasi terbuka. Dokter Fatih keluar masih dengan pakaian operasinya. Raf langsung menghampiri laki-laki itu.

"Bagaimana kondisi istri saya, Dok?"

Fatih menghela napas pendek. "Operasinya berjalan lancar. Istri Anda selamat. Tapi...," Fatih menggantungkan kalimatnya. "Agar lebih jelas, mari ikut ke ruangan saya."

Raf segera menyusul langkah Dokter Fatih dan berjalan bersama ke ruangannya. Sesampainya di sana, Fatih langsung duduk kursi dan Raf duduk di hadapannya.

"Jadi bagaimana kondisi bayi dan istri saya, Dok?" tanya Raf lagi.

Dokter Fatih menghela napas. "Operasinya berjalan lancar. Istri Anda masih belum sadar karena efek dari obat bius. Tapi ... saya tidak bisa menyelamatkan bayinya."

Mendengar itu, Raf berkali-kali mengusap wajahnya dan meremas pelan rambutnya. Mata Raf yang berkaca kini telah menghasilkan bulir-bulir air mata yang menggenang di pipinya.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan, kondisi janin istri Anda memang memburuk sejak beberapa hari yang lalu. Keadaan itu diperburuk dengan kista serosum yang pecah. Seharusnya, kista itu diangkat sejak usia kehamilan memasuki enam belas pekan untuk menghindari keadaan seperti ini."

"Iya, Dok. Operasi pengangkatan kista itu sudah dijadwalkan sekitar seminggu yang lalu dengan dokter kandungan di salah satu rumah sakit di Jerman. Tapi karena ada hal yang mendesak, saya dan istri saya harus membatalkan jadwal operasi dan terbang ke Indonesia."

Fatih mengangguk paham. "Selain bayi yang dikandung istri Anda mengalami keguguran, ada hal penting lainnya yang harus saya informasikan."

Raf terdiam menunggu penjelasan dokter di hadapannya.

"Jenis kista serosum yang pecah di rahim istri Anda mengganggu aliran darah ke ovarium yg menyebabkan nekrosis."

"Nekrosis?" tanya Raf bingung.

"Iya, nekrosis," ulang Fatih. "Itu adalah istilah medis yang menggambarkan suatu keadaan sel-sel ovarium yang mengalami kematian."

Raf bukan sarjana kedokteran, tapi ia sempat mempelajari biologi dan membaca banyak jurnal tentang kehamilan semenjak Rae dinyatakan mengandung. Ia tahu bahwa sel-sel ovarium yang mati akan menyebabkan masalah kesuburan pada kondisi kehamilan seseorang. Dan spekulasi Raf menjadi kenyataan saat Fatih berkata, "Karena keadaan nekrosis ini ... akan sulit bagi istri Anda untuk hamil lagi."

Pemberhentian Terakhir [Published]Where stories live. Discover now