Bab 13 - Titik Awal Rihlah Cinta

1.4K 132 8
                                    

Tiga hari setelah pernikahan Raf dan Rae, kedua pasangan suami istri baru itu pindah. Lebih tepatnya, Rae yang pindah dari rumahnya untuk tinggal bersama Raf selama di indekosanya sampai Raf wisuda. Hal ini memang sudah mereka bicarakan sebelumnya dan Rae tidak masalah sama sekali. Ima dan Tio juga kembali ke Yogyakarta. Ada banyak pekerjaan yang harus mereka lakukan sehingga tidak bisa berlama-lama di Bandung. Tio harus kembali mengajar, sedangkan Ima harus mengawasi kinerja buruh taninya di kampung.

Meskipun indekos Raf hanya berjarak lima kilometer dari rumahnya, Rae sempat merasa berat untuk pergi. Raf dapat memahami itu dengan baik. Sejak kecil, Rae memang belum pernah punya pengalaman merantau. Orangtua Rae juga tipikal orangtua yang protektif.

"Indekosku nggak berada di luar Bandung, Ra. Kita bisa sering mengunjungi Ayah dan Ibu setiap kali kamu kangen sama mereka," ujar Raf saat melihat Rae hanya diam ketika Raf mengatakan harus segera kembali ke indekosnya. Raf harus segera merampungkan skripsinya dan jika ia tinggal di rumah Rae, jaraknya ke kampus lumayan jauh. Lebih dari itu, sebagai seorang suami Raf tidak ingin merepotkan mertuanya dengan tetap tinggal di sana.

"Kostku memang kecil, tapi-"

"Bukan karena kost kamu kecil, Mas," sela Rae. "Aku juga tahu standar kamar kosan seperti apa. Ini sama sekali bukan tentang itu. Aku cuma... belum terbiasa aja tinggal berjauhan sama Ibu dan Ayah."

Raf mengangguk paham, lantas menggenggam jemari Rae. "Aku tahu. Makanya tadi aku bilang kapanpun kamu kangen Ayah dan Ibu, kita bisa ke sini."

Setelah proses negosiasi itu selesai, Rae akhirnya meninggalkan rumah yang membesarkannya selama dua puluh tahun itu dengan perasaan yang sedikit lega. Mereka berdua mulai metata semuanya dari awal di indekos Raf yang baru. Sebulan yang lalu, Raf memang sudah pindah ke kamar kost yang lebih besar-ukurannya dua belas meter dengan kamar mandi dalam dan dapur kecil.

Satu bulan pertama, baik Raf dan Rae mulai mengenal lebih dalam. Raf tahu bahwa Rae tidak bisa terjaga lewat pukul sepuluh malam. Raf tahu bahwa Rae menyukai warna putih lebih dari apapun. Raf juga kagum karena perempuan itu selalu menjaga kerapihan kamar mereka-Rae selalu meletakkan sesuatu berdasarkan tempatnya. Satu hal yang selalu membuat Raf berkali-kali jatuh pada Rae, adalah semangat yang diberikan perempuan itu ketika Raf mulai penat mengerjakan skripsi.

"Kamu pusing lagi ya, Mas?" tanya Rae di suatu malam, ketika mendapati Raf memejamkan matanya dengan laptop masih menyala. "Masalahnya di mana?"

Raf mengangguk. "Aku tahu betul apa yang mau aku tulis, tapi bingung harus menulis dari mana. Buatku, skripsi ini nggak main-main karena aku nggak mau apa yang aku tulis berakhir di tukang loak. Aku mau menjadikan skripsiku produk yang bisa bermanfaat, atau minimal buku yang bisa dibaca banyak orang. Tapi rasanya ... aku stuck, Ra."

"Coba aku bantu." Rae berjalan menghampiri meja Raf, membaca sederet rumus-rumus yang ada di layar laptop Raf. Perempuan itu membacanya dengan serius.

Raf mengernyit, memperhatikan wajah Rae. "Kamu ... ngerti, Ra?"

Rae menggeleng kemudian tertawa. "Tujuan aku baca bukan untuk mengerti. Aku nggak pernah paham sama apa yang kamu tulis."

"Terus tujuan kamu ikut baca apa?"

"Supaya aku pusing juga!" jawab Rae sambil tertawa. "Dan sekarang aku beneran pusing. Jadi ... kamu pusingnya nggak sendirian lagi."

Mendengar jawaban polos Rae, Raf ikut tertawa. Laki-laki itu mengacak pelan rambut Rae-merasa gemas sekaligus bahagia di waktu yang sama.

"Karena aku nggak tahu harus bantu apa, aku pijat kepala kamu biar nggak pusing aja ya, Mas?" Raf tanpa berpikir dua kali mengangguk. Selanjutnya Rae langsung berdiri di belakang kursi yang duduki Raf, memijat kepala laki-laki itu, kemudian memberikan kata-kata penyemangatnya. "Waktu aku menyusun skripsi juga aku sama pusingnya seperti kamu. Eh, tapi sepertinya nggak sepusing kamu sih, Mas, karena aku nggak ada rumus-rumusnya gitu. Tapi intinya aku juga dibuat stres, stuck, sampai aku begadang padahal aku nggak mau! Tapi ... kamu tahu nggak apa yang buat aku jadi semangat lagi?"

Pemberhentian Terakhir [Published]Where stories live. Discover now