EMPAT PULUH

430 29 16
                                    

"Eh, tapi ... kok, kamu nggak sekolah?"

'Pletak!'

Rey langsung menjitak kepala Zavia, berharap Zavia tiba-tiba menjadi pintar.

"Lo pikir ini jam berapa?" tanya Rey.

"Jam setengah enam sore," jawab Zavia polos.

"Nah, itu tau. Jam segini, semuanya udah pulang. Lagian, tadi pagi gue udah izin mau jagain lo di rumah sakit. Jadi, hari ini gue emang nggak sekolah," jelas Rey panjang lebar.

"Oh, gitu. Eh, berarti ... kamu bolos gara-gara aku?"

"Bukan bolos, tapi izin."

"Iya, berarti kamu izin gara-gara aku?" Rey berdeham.

"Kok gitu, sih? Harusnya, tadi kamu sekolah, nggak usah jagain aku. Kalau ketinggalan pelajaran gimana?" Zavia panik sendiri.

"Belajar apaan? Bentar lagi juga bagi raport," ujar Rey santai.

"Eh, iya, ya." Zavia mengangguk, mengerti.

"Eh, Rey? Kenapa kamu bisa masuk rumah aku? Lewat mana? Emang Mama nggak marah?"

"Satu-satu nanyanya." Zavia menghela napas.

"Kenapa kamu bisa masuk rumah aku?" Zavia mengulang pertanyaannya.

"Karena ... gue hebat," jawab Rey, bangga.

"Lewat mana?"

"Lewat tangga."

"Emang Mama nggak marah?"

"Nggaklah, 'kan, tadi Tante Zalfa yang suruh gue ke sini buat nemenin lo." Jawaban Rey yang satu itu, sukses membuat Zavia terkejut.

"Ma--mama yang izinin?" tanya Zavia memastikan. Rey mengangguk, mantap.

"Iya," jawab Rey.

"Kok, kamu, sih, yang disuruh temenin aku? Padahal, laki-laki sama perempuan nggak boleh berduaan di kamar," ujar Zavia.

"Siapa bilang cuma berdua?" Rey mengangkat sebelah alisnya.

"Eh? Maksud kamu?"

'Brak!'

Terdengar suara pintu yang dibuka dengan kencang.

"Lho, kalian, kok, ada di sini?" tanya Zavia, heran.

"Iyalah, kita semua disuruh Tante Zalfa buat nemenin lo," ujar Devin.

"Ish, Felly kenapa ikut, sih?" ketus Zavia. Felly tersenyum kikuk.

"Lo nggak suka gue di sini, ya? Emm, ya udah, gue pulang aja, ya?" Baru saja akan bersiap pulang, Rey mencegahnya.

"Ngapain lo pulang? Udah, di sini aja. Nanti pulang bareng gue," ujar Rey. Zavia langsung mendelik tajam ke arah Rey.

"E--eh? Nggak usah, rumah gue deket, kok, sama rumah Zavia," tolak Felly.

"Iya, gue tau, nanti sekalian gue mau mampir ke rumah lo," ujar Rey. Felly mengangguk pasrah.

Suasana kini mendadak canggung. Zavia yang biasanya berbicara, kini diam. Bahkan, dia terlihat tidak bersahabat.

"E--eh, Vi--via? Gimana kondisi lo? U--udah mendingan?" tanya Darla memecah keheningan.

"Hm." Zavia berdeham.

"Syukur, deh, kalo gitu."

"Hm." Zavia kembali berdeham.

"Lo nggak pantes ngambek kayak gitu," cecar Devin.

"Hm." Lagi, Zavia hanya berdeham.

"Lo mau jadi Nissa Sabyan?"

"Hm."

"Ish, sumpah, lo itu nggak pantes ngambek."

"Hm."

"Lo punya mulut, 'kan?"

"Hm."

"Mulut itu fungsinya untuk apa?" Devin terus mengajak Zavia berbicara. Ya, kurang lebih, Devin tahu kalau Zavia cemburu.

"Hm." Zavia terus berdeham.

"Aamiin, gue doa-in mulut lo cuma bisa kayak gitu." Zavia langsung melotot ke arah Devin.

"Jangan, dong. Nanti kalau aku nggak bisa ngomong lagi, gimana?" Zavia panik sendiri. Rey, Felly, dan Darla berusaha untuk tidak tertawa saat melihat ekspresi Zavia.

"Hm." Kali ini, Devin yang berdeham.

"Devin! Ish, gimana dong?"

"Hm."

"Devin!"

"Bwahahaha." Tawa Devin sudah tak dapat ditahan lagi. Dia tertawa terbahak-bahak sampai sudut matanya berair.

"Ish, jangan ketawa!" pekik Zavia sambil memukul Devin kencang.

"Aww," ringis Devin. "Lo cewek, tapi pukulan lo keras banget."

"Ya terus, kenapa? Masalah?" Zavia mulai sewot.

"Nggak," ujar Devin sambil terkekeh.

"Devin," panggil Zavia.

"Apaan?" tanya Devin malas.

"Cabut doa kamu," pinta Zavia. Devin bengong, tak mengerti yang Zavia katakan.

"Maksud lo?"

"Tadi kamu doa-in aku biar nggak bisa ngomong, 'kan? Tarik lagi doanya," rengek Zavia.

"Ogah! Lagian, lo masih bisa ngomong, 'kan?" Zavia mengangguk.

"Eh, iya juga, ya."

"Bego lo kebangetan, sumpah," cecar Devin.

"Ish, inget, ya, yang lebih bego itu kamu. Kamu inget, nggak, yang waktu kita tes siapa yang lebih bego?" tanya Zavia.

"Iya, inget," jawab Devin malas.

"Nah, yang menang, 'kan, aku." Zavia mulai sombong.

"Eits, itu mah gue yang ngalah," ujar Devin.

"Yang minta kamu ngalah itu siapa? Bukan aku, 'kan? Itu emang kemauan kamu sendiri. Jadi, kamu itu tetap cobeg," cerocos Zavia tak mau kalah.

"Iya, deh. Dasar perempuan," sembur Devin.

"Kalau aku perempuan, emang ada hubungannya?"

"Ada, karena perempuan itu selalu benar." Serempak, Rey, Felly dan Darla tertawa terbahak-bahak melihat perdebatan Zavia dan Devin yang unfaedah.
_________

TBC
Untung bisa update cepet^-^
Ikutin terus cerita ini, ya? Jangan lupa vote and comment-nya, biar author semangat.

Oh, iya, author mau nanya, kalian lebih suka Rey-Zavia, Devin-Zavia, Rey-Felly, atau ada yang Rey-Darla?

Soalnya, For You kayaknya bentar lagi mau tamat:)
Masih rencana itu juga, wk😂

See you next part^^

Salam,

Tltha_lthfi

FOR YOU [✔]Where stories live. Discover now