DUA PULUH LIMA

447 39 14
                                    

Keesokan harinya, Zavia sudah siap untuk berangkat kesekolahnya. Dia menatap pantulan dirinya di cermin.

"Perfect," gumam Zavia. Lalu, Zavia pun segera turun ke bawah.

"Mama! Ayo berangkat!" seru Zavia.

"Iya, bentar!" sahut Zalfa, lalu berjalan menghampiri anaknya. "Ayo!" Zalfa pun melenggang pergi mendahului Zavia.
______

Sesampainya di sekolah, Zavia berinisiatif untuk mencari Darla. Ya, dia baru sadar kalau Darla pun bersekolah di sini. Namun, masalahnya dia tidak tahu dimana kelas Darla. Mungkinkah dia akan menyusuri setiap kelas dan bertanya "Ada wanita?" Sepertinya tidak mungkin.

Zavia menghela napas, sepertinya dia kali ini harus belajar terlebih dahulu. Ya, tentu saja, Zavia terlalu main-main dengan ujian kali ini. Bahkan, ujian ini yang akan menentukan nasibnya naik kelas atau tidak.

Namun, sepertinya niat baiknya akan luntur. Dia melihat Darla. Lebih tepatnya Darla sedang bersama Rey. Zavia memijat pangkal hidungnya. Sepertinya, saingan untuk mendapatkan Rey cukup banyak.

Tak ingin membuang waktu, Zavia segera menghampiri mereka.

"Hai," sapa Zavia. Darla sedikit terkejut, tapi setelah tahu itu Zavia, Darla tersenyum.

"Hai, Vi, udah inget?" tanya Darla antusias. Namun, bukannya menjawab, Zavia malah mengerutkan keningnya.

Darla yang tahu bahwa Zavia tak mengerti pun menjelaskan, "Udah inget kalo gue temen masa kecil, lo?" tanya Darla. Nah, kalau begini, Zavia mengerti, 'kan.

"Belum," jawabnya kemudian.

"Ish, gue pikir udah."

"Oh, iya, kamu ngapain sama Rey?" tanya Zavia.

"Oh, gue cuma ngobrol-ngobrol aja. Lagian, gue udah lama nggak ketemu," jawab Darla. Zavia mengangguk.

"Emang kalian saling kenal?"

"Iya, dia itu mantan gue."

"M--mantan?" beo Zavia tak mengerti.

"Iya, dia mantan gue." Kali ini Rey yang menjawab.

"Oh, gitu. Eh, tapi, mantan itu apa?" Rey dan Darla menggelengkan kepala bersamaan. Mereka saling berpandangan. Detik berikutnya ....

"Hahaha, bego banget lo nggak tau apa itu mantan." Bukan! Itu bukan Rey maupun Darla. Melainkan tamu tak diundang.

"Devin!" pekik Zavia kencang. "Udah aku bilang, berhenti ngatain aku bego!" Muka Zavia sudah memerah.

"Terserah gue, dong. Lagian, itu nyata," ujar Devin santai.

"Oke, kita buktiin sekarang!" tantang Zavia. Ya, memang itu perjanjiannya, 'kan? Mereka akan membuktikan siapa yang terbego diantara mereka.

"Kuy!" Baru saja mereka akan ke perpustakaan, tiba-tiba ....

'Kringgg'

"BEL LAKNAT!" teriak Devin dan Zavia bersamaan.
_______

Usai melaksanakan ujian, Zavia segera keluar dari kelasnya. Mungkin, bisa dibilang Zavia ingin kabur. Ya, kabur. Kabur dari perjanjian antara Zavia dan Devin.

Mungkin, Zavia takut. Wajar saja, Zavia, 'kan, tidak belajar sama sekali. Namun, kali ini Tuhan tidak menghendakinya. Baru selangkah keluar kelas, seseorang memanggilnya.

"Heh!" Dengan was-was, Zavia berbalik badan. Dia menghembuskan napas lega kala itu bukan Devin. Zavia berlari menuju orang itu.

"Eh, Rey! Kamu pulang bareng aku, yuk!" ajak Zavia.

"Pulang bareng? Naik apa?" tanya Rey.

"Ehm ... naik motor," jawab Zavia.

"Motor siapa?"

"Kamulah."

"Lah, bukannya lo mau buktiin siapa yang lebih bego antara lo sama Devin, ya?" Rey berusaha menahan tawanya saat bertanya. Lucu bukan? Membuktikan siapa yang lebih bego. Bahkan, Rey pun pasti langsung tahu jawabannya.

"Iya, tapi aku lagi sakit perut, jadi kayaknya nggak bisa." Zavia beralasan sambil memegangi perutnya. Bahkan, Rey pun tahu itu hanya alasan saja. Darimana Rey tahu? Dari raut wajah Zavia. Dia bilang sakit perut, tapi wajahnya tidak seperti orang kesakitan. Tetap tanpa ekspresi.

"Alasan," ujar Rey. Zavia tersentak. Darimana Rey tahu? Pikirnya.

"Kok kamu tau?"

"Iyalah, muka lo kurang meyakinkan." Zavia mengangguk. Berarti, dia harus mengganti mimik wajahnya.

"Jadi aku harus ganti muka?" Pertanyaan konyol Zavia membuat Rey tak bisa menahan untuk tertawa.

"Rey, kenapa keta--"

"Woy! Udah siap aja, lo."

'Deg!'

'Ya Allah, tolong Via," batin Zavia. Lalu, tak lama kemudian, ada yang menepuk pundaknya.

"Apa? Jangan pegang-pegang, bukan muhrim!" bentak Zavia, lalu menepis tangan Devin kasar.

"Wiss, santai, Mbak. Gimana? Jadi, 'kan?" tanya Devin.

"Enggak, aku sakit perut, jadi nggak bisa," jawab Zavia sambil akting dengan memegang perutnya dan mengganti mimik wajahnya. Namun, Devin malah tertawa, begitu pun dengan Rey.

"Muka lo kayak nahan berak," ujar Devin disela-sela tawanya. Zavia mendengus kesal.

"Ih, tanya aja Rey kalo nggak percaya. Iya, 'kan, Rey?" tanya Zavia sambil mengedipkan matanya berulang kali. Devin semakin tertawa terbahak-bahak. Sangat terlihat sekali kodenya.

"Enggak," jawab Rey santai. "Ya udah, gue pergi dulu." Dengan santai, Rey melenggang pergi begitu saja.

"R--rey!" Rey tetap tak berbalik.

"Kenapa? Mau kabur, hmm?" Devin menaikkan alisnya.

"Enggak, ayo!" Akhirnya, Zavia menyerah juga. Dia pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Keliatan banget kalo lo takut," ledek Devin.

"Ih, aku enggak takut!" bantah Zavia.

"Udahlah, kalo bego-bego aja." Devin terus meledek Zavia.

"Udah aku bilang aku enggak bego!" Zavia memukul tangan Devin. Namun, Devin malah semakin tertawa.

"Nih, ya, kalo lo enggak mau, nggak apa-apa, kok." Zavia hampir saja mengembangkan senyumnya yang langka, tapi perkataan Devin selanjutnya, membuat darahnya mendidih. "Tapi, itu berarti lo ngaku kalo lo lebih bego dari gue."

"Siapa yang nggak mau? Ayo!" Zavia melenggang pergi menuju perpustakaan.

"Dasar Cobeg!" umpat Zavia sedikit kencang.

"Hah? Cobeg? Apaan, coba?"

"Cowok bego."
_______

TBC
JANGAN LUPA VOMMENT^^
KRISAR JUGA JANGAN LUPA^^
SEMOGA SYUKA^^

FOR YOU [✔]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz