DUA PULUH DELAPAN

427 33 12
                                    

Zavia sedang berada di kantin. Tentunya tidak sendiri. Ya, tidak sendiri.

Tadi, saat bel istirahat berbunyi, dia bertemu Rey dan temannya. Langsung saja Zavia mengajak Rey istirahat bersama. Namun, ingat, mereka tidak berdua. Ada Vero dan Rafa yang setia menemani Rey.

"Rey, aku mau ngomong sama kamu," ujar Zavia.

"Ngomong aja," ucap Rey santai sambil menyeruput orange juicenya.

"Hm. Rafa, Vero, pergi dulu, ya? Aku mau ngomong sama Rey." Vero dan Rafa yang sedang makan, langsung tersedak bersamaan. Bukankah Zavia terlalu blak-blakan?

"Hah? Kenapa mereka harus pergi?" tanya Rey keberatan.

"Aku, 'kan, udah bilang mau ngomong sama kamu. Kalo mereka ada, berarti aku ngomongnya sama kalian, dong," jawab Zavia panjang lebar.

"Ya udah, gue sama Rafa pergi dulu. Ayo, Raf!" ajak Vero sambil menarik tangan Rafa. Namun, Rafa malah menepis tangan Vero.

"Emang kenapa, sih, kita gak boleh tau? Kita, 'kan, sahabat Rey. Jangan larang-larang kita! Kalo lo gak suka sama kita, bilang!" Rafa mengatur napasnya sejenak. "Lo itu ... orang baru dikehidupan Rey, jadi gak berhak ngusir kita! Kalo lo mau ngomong sama Rey, ngomong aja sekarang!" bentak Rafa.

Vero mencoba untuk menenangkan Rafa, tapi Rafa sudah terlanjur emosi. Padahal, Rafa dan Zavia baru kenal beberapa menit yang lalu. Namun, Rafa langsung tidak suka kepada Zavia.

Mungkin, Rafa belum menerima sifat Zavia yang polos. Bahkan saat Rafa marah, Zavia malah santai.

"Udah, Raf ...," ujar Vero berusaha menenangkan Rafa. Zavia mendongakkan wajahnya ke arah Rafa yang sedang berdiri.

"Kamu marah?" Baik Rey, Vero, dan Rafa langsung mematung seketika. Jadi, daritadi Rafa membentak, Zavia sama sekali tak menganggapnya marah?

"Gak tau! Ver, pergi, yuk! Takut darah tinggi gue," ujar Rafa sambil menarik tangan Vero menjauh.

"Rafa ... kenapa pergi? Tadi katanya gak mau." Rey mengedikkan bahunya. "Temen kamu ... aneh semua."

"LO YANG ANEH!"
_______

Tadi, ketika istirahat, Zavia tidak jadi berbicara kepada Rey. Alasannya? Karena, baru saja Zavia akan berbicara, bel masuk berbunyi.

Sebagai gantinya, Zavia meminta untuk diantarkan Rey pulang. Rey, sih, sudah menolak. Namun, Zavia terus memaksa. Akhirnya, Rey pasrah juga.

Dan, disinilah mereka. Di sebuah kafe. Ya, mereka tidak langsung pulang.

"Rey, soal yang tadi ... aku mau nanya sama kamu. Boleh?" tanya Zavia.

"Boleh," jawab Rey tak peduli sambil mengotak-atik handphonenya.

"Ehm ... sebenernya, aku ngedenger percakapan kamu sama Felly waktu di kelas." Sontak, Rey langsung menyimpan handphonenya.

"Denger apa aja?"

____Flashback on___

Setelah Vero dan Rafa pergi, Felly langsung berbicara kepada Rey.

Dia berkata, "Rey, gue mau lo jujur sama gue."

"Jujur? Jujur soal apa?" tanya Rey.

"Tapi, lo harus jawab jujur," jawab Felly yang dibalas anggukan Rey.

Felly menarik napas sejenak. "Lo ... suka sama Zavia?"

Napas Felly tercekat saat mengatakan itu. Rasanya ... sakit.

"Gue juga gak tau sama perasaan gue sendiri." Rey menunduk. Sebenarnya, inilah permasalahan dari kemarin yang terus membuat Rey kepikiran.

"Rey, kalo boleh jujur, semenjak ketemu sama lo ...." Felly menghela napas sebelum melanjutkan. "Gue suka sama lo. Ya ... meskipun gue tau, lo gak bakal bales perasaan gue. Karena, saat itu, lo pacaran sama Darla."

Rey membulatkan matanya tak percaya. Ternyata, selama ini, Felly suka kepadanya? Sementara Felly, matanya mulai berkaca-kaca.

"Dan, setelah lo putus, gue kira ... gue bisa dapetin lo. Tapi, ternyata enggak. Lo malah deket sama Zavia. Jujur, gue cemburu. Harapan gue buat dapetin lo hampir putus. Tapi, setelah lo bilang, lo gak bakalan suka sama dia, beban gue sedikit menghilang." Rey diam, mendengarkan apa yang ingin diucapkan Felly.

"Jadi, gimana, Rey?"

"Eh?" Rey masih mencerna pertanyaan Felly. "Gimana apanya?"

"Gimana perasaan lo sama gue? Apa mungkin lo juga suka sama gue? Atau Zavia? Atau justru malah Darla?"

"Fell, gue hargain perasaan lo sama gue. Makasih karena selama ini selalu mencintai gue. Tapi, jujur, gue juga masih bingung sama perasaan gue sendiri. Maaf ...."

____Flashback off___

"Oke, jadi apa yang mau lo tanya ke gue?" tanya Rey to the point.

"Aku tau ini gak mungkin, tapi ... aku beneran suka sama kamu," jawab Zavia.

Hening.

"Bwahahaha. Lo nembak dia? Harga diri lo anjlok." Serempak, mereka melihat ke arah suara. Tatapan tajam, Zavia layangkan kepada pria yang sama sekali tak diharapkan kehadirannya.

"Ish, kamu ngapain ngikutin aku terus? Kamu suka sama aku?" Dengan percaya dirinya, Zavia bertanya. Padahal, momennya tadi sudah pas. Namun, Devin malah mengacaukan semuanya.

Devin mendekat ke arah Zavia, lalu berbisik, "iya, gue suka sama lo."
_______

TBC

FOR YOU [✔]Onde histórias criam vida. Descubra agora