TIGA PULUH LIMA

381 29 2
                                    

Hari ini mereka akan pulang. Kini, mereka sedang membereskan barang bawaan masing-masing.

"Woy!" Suara pekikan itu membuat Zavia berhenti memasukkan baju ke dalam koper.

"Apa?" tanya Zavia.

"Bisa lebih cepet, gak? Yang lain udah nunggu, tuh. Jadi cewek, kok, lama banget cuma masukin baju doang," jawab Rey.

"Terus, kenapa? Masalah? Kalo gak mau nunggu, tinggal aja," tantang Zavia dan mulai memasukkan baju ke dalam koper lagi.

"Yakin mau ditinggal? Nanti udah ditinggal, nangis lagi."

"Si--" Belum sempat Zavia berbicara, Rey sudah terlebih dahulu menutup mulut Zavia.

"Daripada ngomong terus, mending beresin," ujar Rey, lalu membantu Zavia memasukkan baju ke dalam koper.

Setelah selesai, Rey segera mengajak Zavia keluar.

"Yuk, yang lain udah nunggu!" ujar Rey, lalu menggandeng tangan Zavia. Zavia menurut. Mereka pun menghampiri yang lain.

"Nah, itu mereka!" pekik Vero sambil menunjuk ke arah Rey dan Zavia yang sedang berlari menghampiri mereka.

"Huh ... huh ... huh ...." Napas mereka sedikit terengah-engah. Namun, mereka masih terus berpegangan tangan. Devin dan Felly yang melihatnya merasa sedikit tidak nyaman.

"Yuk!" ajak Felly, lalu segera berjalan menuju mobil. Jujur, hatinya panas saat melihat pemandangan tadi. Namun, dia bisa apa?

Felly semakin mempercepat langkahnya menuju mobil. Namun ....

'Bruk!'

Felly tersandung batu dan jatuh tersungkur. Kakinya sedikit memar.

"Lo gak apa-apa?"

"Eh?" Felly mendongakkan wajahnya ke arah suara.

'Rey? Sejak kapan?' batinnya bertanya.

"Makanya, kalo jalan, hati-hati," peringat Rey. Felly menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Lantas, Felly nyengir kuda.

"Maaf," ujar Felly. Rey geleng-geleng kepala.

"Bisa bangun?" Felly mengangguk, tapi sedikit ragu. Pasalnya, kaki kanannya memang terasa sakit.

"Yakin?" Lagi, Felly mengangguk.

"Yaudah, yuk!" Rey mengulurkan tangannya ke arah Felly. Felly menyambut uluran tangan Rey dan mencoba bangun.

Namun, dia terjatuh. Kakinya benar-benar sakit.

"Kalo gak bisa bilang," ujar Rey, lalu berjongkok membelakangi Felly.

"E--eh? Lo mau a--pa?" tanya Felly gugup.

"Cepet naik!" jawab Rey.

"Ta--"

"Cepet!" Akhirnya Felly menurut juga.

"Gue sama Felly duluan!" seru Rey kencang.

Zavia menatap Rey dengan pandangan yang tak bisa diartikan. Rasa-rasanya, Rey juga pernah menggendong Zavia seperti itu.

Kini, Zavia tahu. Dia tak boleh berharap lebih!
________

Satu jam perjalanan pulang, Zavia habiskan untuk terus tidur di dalam mobil.

"Bangun, oy!" pekik Vero sambil menepuk punggung Zavia. Perlahan, Zavia membuka matanya.

"Berisik!" Zavia menatap Vero dengan sorot mematikan.

"Lo gak mau turun? Udah sampe rumah lo, tuh," ujar Vero sambil menunjuk ke luar. Zavia menoleh. Ternyata memang sudah sampai rumahnya.

"Tapi, di luar hujan," ujar Zavia. Ya, entah sejak kapan di luar sudah hujan. Padahal, waktu Zavia mau tidur, langit terlihat cerah. Namun, saat membuka matanya, hujan turun. Aneh, 'kan?

"Ck! Lo bisa lari, 'kan? Cuma deket ini." Vero memutar bola matanya.

"Kalo aku sakit, gimana? Re--" Baru saja dia akan meminta bantuan Rey. Namun, saat melihat Rey yang sedang memijat kaki Felly, membuat Zavia urung melakukannya.

"Re? Lo mau minta tolong sama Rey?" Mendengar namanya disebut, Rey menoleh ke belakang.

"Enggak! Maksud aku, repot." Zavia beralasan.

"Darla, kamu punya payung, gak?" tanya Zavia.

"Punya, sih, tapi di rumah," jawab Darla sambil nyengir kuda. Zavia pasrah.

"Yaudah, deh." Zavia langsung keluar mobil. Membiarkan tubuhnya diguyur hujan.

Mobil yang dinaiki mereka pun sudah tidak terlihat lagi.

Zavia merasakan dadanya yang terasa sesak. Sesaat, tadi dia melihat betapa perhatiannya Rey kepada Felly dari kaca mobil.

Apakah dia salah jika menyukai Rey? Apakah salah berharap lebih kepada Rey?
_______

TBC
Jangan lupa vommentnya^^

Salam,

Tltha_lthfi

FOR YOU [✔]Where stories live. Discover now