TIGA PULUH SEMBILAN

391 25 9
                                    

Permintaan Zavia agar Rey menculiknya, malah ditolak Rey mentah-mentah.

Lebih parahnya lagi, tadi Zalfa tiba-tiba datang ke kamarnya. Jelas, Zavia takut. Apalagi, dia malah asik teleponan bukannya makan.

Alhasil, Zalfa pun memarahi Zavia habis-habisan. Handphonenya pun langsung disita Zalfa.

Sekarang, bagaimana dengan nasibnya?

Sudah dikurung di rumah, handphone disita, kurang kejam apa coba Zalfa?

Ingin rasanya Zavia menjadi rafunsel yang mempunyai rambut panjang, hingga bisa keluar menara dengan rambutnya.

Atau menjadi peri yang mempunyai sayap. Ah, mana mungkin ada peri di jaman sekarang?

Zavia memang terlalu halu. Akhirnya, Zavia pun memilih untuk memakan bubur yang sudah dingin itu.

Ya ... daripada nanti Zalfa marah lagi, 'kan?

Disuapan pertama, Zavia bisa merasakan bubur ini hambar, tak ada rasanya sama sekali. Bahkan, Zavia hampir muntah dibuatnya.

'Tuk! Tuk!'

Hampir saja Zavia menjerit ketika mendengar suara ketukan itu.

Penasaran, Zavia memilih untuk melihat langsung di jendela kamarnya. Namun, tak ada apapun.

'Tuk!'

Lagi, Zavia melihat ada seseorang yang melemparkan batu dari bawah.

Siapa, sih? Iseng banget. Batin Zavia.

Dia pun memutuskan untuk melihat langsung keluar melalui jendela kamarnya.

Tampak Rey sedang melambaikan tangannya di bawah sana.

"Rey? Mau apa?" gumam Zavia, heran. Segera, Zavia membuka jendela kamarnya.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Zavia setengah berteriak.

"Katanya lo mau gue culik!" jawab Rey sambil berteriak. Mata Zavia membulat sempurna.

"Berarti ... kamu itu emang penculik?" Rey berdecak. Ternyata, kepolosan Zavia belum hilang juga.

"Yang nyuruh gue nyulik lo siapa?"

"Aku!"

"Nah, jadi lo mau gue culik, nggak?" Tampak Zavia sedang berpikir.

"Boleh, deh, tapi gimana caranya kamu mau culik aku?" tanya Zavia, ragu.

"Lo tutup mata, dihitungan ke dua puluh, gue udah ada di samping lo," jawab Rey dengan senyum penuh arti. Zavia mengangguk tanpa membantah.

Dia pun mulai menutup matanya sambil berhitung di dalam hati.

"... tujuh belas, delapan belas, sembilan belas, dua puluh." Zavia langsung membuka matanya tak sabar tepat dihitungan ke dua puluh.

Namun, dia tak mendapati Rey dikamarnya. Zavia mendengkus, kesal karena Rey membohonginya.

"Ciee yang lagi nyari gue."

"Aaaaa!" Jeritan Zavia tak bisa ditahan lagi. Dia sangat terkejut bukan main. Bahkan, hampir saja Zavia mengambil vas bunga dan melempar ke arah Rey saking kagetnya.

"Astaghfirullah," gumam Zavia sambil mengusap dadanya. Rey malah terkekeh.

"Kaget, ya?" Rey memasang tampang polosnya.

"Nggak, aku terkejut," jawab Zavia, jutek.

"Sama aja, kali," ujar Rey sambil menarik hidung Zavia membuat si empunya meringis.

"Kamu mau bikin hidung aku mancung?" ketus Zavia sambil memegang hidungnya yang mancung ke dalam.

"Iya," jawab Rey santai. "Jadi ... lo mau gue culik ke mana?"

"Ehm. Ke ... ke ... ke mana aja, deh. Aku bosen di rumah terus."

"Kok bosen? Nggak ada gue, ya?" Rey menaik-turunkan alisnya.

"Iya," jawab Zavia jujur.

"Ya udah, nggak usah kemana-mana," ujar Rey.

"Kok, gitu?"

"Kan sekarang ada gue, jadi ... lo nggak bosen lagi, dong." Zavia tersenyum, sangat tipis.

"Eh, tapi ... kok kamu nggak sekolah?"
___________

TBC
Maaf kalo part kali ini garing😂
Jujur, terkadang idenya suka hilang:(
Jadi, maafin kalo partnya mengecewakan:(

Jangan bosen sama ceritanya, ya? Pengennya, sih, cepet ditamatin, wk:"
Semoga suka, see you next part^-^

Salam,

Tltha_lthfi

FOR YOU [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang