Chapter 1-K

14 1 0
                                    

Sometimes we need to lose a small battle to win the great war.

><><><><><><><><><><><><><><><><

"Udah, cuma segitu doang. Nyerah lu ?" aku kaget mendengar suara itu, Kak Rio masuk kelas dan duduk di depan ku.
"Ngapain lu kesini ?" ujar ketusku.
"Terserah gue, kan gue menang." aku gak menggubris omongan itu.

"Gue kesini gk mau ngungkit-ngungkit, tapi lupain dulu soal mala. Gimana kalo lu masuk tim inti sekolah ? Kita butuh pemain yg punya strategi." jelasnya
"Aku gk tertarik." jawabku kesal.
"Sikap apaan itu ? Lo dan Erzo udah aku rekomendasikan ke pelatih. Dan lo menolaknya mentah mentah."
"Mana sudi gue main satu tim dengan lo, permainan kotor." jawabku
"Hei itu trik." jawabnya sambil tertawa.
"Terserah kalau gitu, tapi gue berharap lo menerima tawaran gue ini." jelas dia meninggalkan ku di kelas itu.

"Oke....." jawabku, membuatnya terhenti.
"Ada syaratnya." lanjutku. Rio menyimak perkataanku.
"Kita batalkan perjanjian soal Mala, baru gue akan menerima tawaran lo." jelasku menatapnya tajam.
"Heh, hahaha. Pintar sekali lo, terserah. Dari awal ini gak da hubungan nya sama Mala." Rio berbalik dan menuju ke pintu.

Sebelum dia berhasil keluar, aku berdiri dan menarik pundaknya. Seketika ia berbalik, aku mendaratkan sebuah pukulan ke bagian pipi kirinya. Dia terjatuh tersungkur, aku memukulnya lumayan keras. Bahkan dalam keaadaan seperti itu dia masih memasang muka meremehkan nya padaku. Ku lihat darah keluar dari mulutnya, dia pun meludah. Ya satu pukulan bisa membuat giginya lepas satu.

"Harusnya dari awal gue melakukan nya." kata ku memandangnya.
Dia tertawa mendengarnya.
"Haha. Kalo cuma segini, lo bisa memukul gue seratus kalipun setiap hari. Bahkan tamparannya lebih keras dari bogem lu." dia masih memasang muka mengesalkan itu, aku jadi ingin memukulnya lagi.

Dia mencoba berdiri tpi mungkin karna pertandingan sebelumnya, dia kesulitan karena stamina nya udah hebat. Aku pun menghampirinya, dan mengulurkan tanganku.

"Heh, gue ngerasa diremehin." katanya melihat tanganku, dia lalu meraihnya dan berdiri. Dia menepuk pundakku.
"Welcome to the team." ucapnya padaku.
"Lo salah besar menawari gue ini. Gue bakal bikin lo lebih menyadari betapa lu sangat bodoh." Jawabku

"Terserah saja, jadwal latihan bakal gue infoin nanti. Biarin gue menikmati kemenangan telak yang sesaat ini."
"Nikmatilah selagi sempat." jawabku.

Di sinilah persaingan sehat kami dimulai bukan lewat adu pukul, melainkan lewat olahraga. Basket.

--------------------------

Hari ini memang pertandingan utama adalah final basket, lalu disusul final2 lain nya. Karena mala absen tidak masuk, jadi di lomba dance kami cuma meraih juara tiga. Dan di lomba catur kami mendapat juara satu, sementara di lomba futsal kami mendapat juara satu.

"Keren wan." kataku pada ridwan.
"Capek cuy." sambil ngos-ngosan.
"Santai, kan minggu depan libur kita. Lo bisa pergi kemanapun lu mau."
"Lu yang bayarin fan ?" tanya nya.
"Matalu." kami pun tertawa di dalam kelas.

Tepat pukul 1 siang, sekolah memulangkan kami. Wah lumayan, lomba antar kelas di tahun pertamaku. Aku sebagai ketua kelas membawa dua emas, satu perak dan 1 perunggu. Mantaps.

---------------------

Sesampainya di rumah, aku langsung mandi dan makan siang. Habis itu aku ada janji untuk pergi ke warnet sama Erzo, untuk merayakan ketrimanya kami di tim inti basket sekolah. Merayakan dengan main game online, paket 5 jam. Wooooooooooo, gak panas tu mata. Hahaha

The Man Who Can't Be MovedWhere stories live. Discover now