Chapter 2-H

7 1 0
                                    

"Hah yang bener ?"
"Ya kan sudah dapat banyak hukuman, jadi dia bakal dikeluarin."
"Padahal dia cukup pinter loh."

Suara gosip soal seseorang yang bakal dikeluarin mulai menyeruak ke publik, maklum dari sekolah belum ada info apapun. Sekelas anak SMP sudah tukang gosip, apalagi nanti kalau udah bekerja. Kerjaan nya ngerumpi, ngomongin orang dibelakang.

"Heh fan, lu dah denger belum ?" Kata Erzo menghampiriku.
"Jangan bilang kau juga mau ikut gosip." Kataku masih meletakkan kepalaku ke meja.
"Eh beneran? Yang di keluarin tuh Ricky." Kata Erzo duduk disampingku.
"Terus kalo dia, emang kenapa ?" Aku mulai mengangkat wajahku dengan rambut yang berantakan.
"Ya gak apa apa sih, paling gak saingan buat dapetin Mala udah berkurang." Kata Erzo dengan nada bercanda.
"Aku tak tertarik, lagipula Mala sudah sama dia terlebih dia dikeluarkan karena apa yang ia lakukan sendiri." Jawabku.

"Jo, hoi." Ku mendengar seseorang cewek memanggilnya dari luar kelas.
"Iya fa,bentar." Sahut Erzo.
Aku mendenga Erzo menyebut nama Ifa membuatku mencoba menoleh sedikit. Namun sepertinya dari Ifa mengetahui aku mengintip dari celah tanganku, dia langsung memalingkan mukanya dan menarik Erzo keluar.

Ah biarlah, apa peduliku. Batinku

Setelah beberapa pelajaran yang cukup membosankan, masuk ke istirahat kedua. Istirahat kedua akan di isi dengan solat dhuhur berjamaah setelah itu sisa waktu bisa dilakukan untuk jajan.

"Buk, es teh." Kataku sampe di kantin.
"Loh fan, Kamu udah dhuhuran atau belum? Kok malah disini." Kaya Ibuk heran.
"Haus buk. Soaltnya dirumah aja, nanti pulang sekolah gak ada tambahan. Aku mau latian sore buat turnamen sekolah." Kataku.
"Ya udah tungguin ya, kebetulan ada cewek yang bantuin ibuk."
"Siapa buk ?" Tanyaku
"Nih es teh." Katanya ketus.
"Hmmm." Gumamku mendengan suara dan nada bicara yang tak asing. Yap, Mala.

"Lagi pula ambil sendiri kan juga bisa. Nyuruh-nyuruh ibuk sendiri." Lanjut Mala
"Lah kamu ngapain juga ?" Tanyaku
"Aku lagi gak solat, kebetulan jajan trus bantuin ibuk kamu."
"Trus ngapain duduk disini? Katanya bantuin, sana. Lakukan tugasmu."
"Gak usah nyuruh, bukan sekolahmu." Kata Mala beranjak dan melempar serbet basah bekas lap meja tepat ke mukaku.
"Napa sih? Lagi males aku." Membanting serbet dari mukaku ke meja dan berdiri.
"Biarin, aku juga. Wleee." Kata Mala sambil melet.
"Dasar, kamu awas." Kataku menuju arahnya sambil melempar serbetnya ke arah dia.
"Yeee, gak kenak" jawabnya menghindar.

Dimulai lagi kejar kejaran ala anak TK.

"Dasar, emang masih anak-anak." Kata ibuk tersenyum.melihat kami bagai tom and jerry.
"Fann, udah dong. Perutku lagi sakit." Kata Mala masih kesana kemari.
"Nah ketangkap kan. Kelinci lincah." Kataku meraih lengan kirinya.
"Kalo ketangkep mau diapain emang ?" Nada Mala menantang.
"Hadap sini." Kataku.

Aku menunjuk jidatnya dan mentuwil nya pake jari.

"Eh..." Respon Mala.
"Mana bisa aku nyakitin cewek." Kataku sambil melemahkan cengkeraman ku, namun masih memengan lengannya.

Tiba-tiba sekilas aku melihat air matanya mengalir.
"Eh mal, duh. . . " Seketika aku salah tingkah.
"Fannnn..... Habis mbok apain iku ?" Kata ibukku langsung menghampiri.
"Sumpah buk, gak tak apa apain." Jelasku.

Dan *cepless satu sabetan serber dari ibuk ku yang terasa panas mendarat di pahaku.

"Dolanane jo kelewatan. Mbok yo sing alus karo cah wedok." Jelas ibuk sambil masih melayangkan beberapa sabetan dan beberapa bisa kuhindari. Sisanya, tentu tidak.

Dengan suasana seperti itu, Mala malah separuh tertawa dengan masih keluar air matanya. Ibu yang melihat Mala heran dan menghentikannya. Aku melihatnya tertawa.

"Ehhh fannnn, maluu." Kata Mala.
"Makanya pilih salah satu, nangis atau ketawa. Malah dua duanya. Jawabku.
"Tungguin sini." Lanjutku mengambil tisu di salah satu.

Ibu yang sudah puas dengan sabetan nya, memilih kembali cuci perlatan karena setelahnya ibu akan pulang.

"Tisu." Kataku.
"Ya tahu." Katanya ketus sambil menunduk.
"Ah elah gitu aja jadi serem. Mau di usapin atau usap sendiri ?" Kataku.
"Usapin lah, salahmu." Katanya memandangku dengan nada mengancam, tapi keliatan dibuat-buat karna air matanya masih deras dipipinya.
"Lah manja. Nih, bisa sendiri." Kataku menarik tangannya dan meletakkan tisu 3 lembar ke tangannya.

"Dan satu lagi, bisa gak kalo didepanku gak usah nangis. Kok hobinya ngasih muka jelek. Orang lain dikasih-nya yang cantik-cantik." Kataku meninggalkannya dan balik ke kelas.
"Zefan nyebelin." Teriak Mala berbalik, dimana jarak kita sudah cukup jauh.
"Dari dulu." Teriakku tanpa berbalik ke arahnya.

><><><><><><><><><><><><><><><><

Bisakah ? Sekali saja, untuk awal dan akhir. Aku melihat versi terbaik darimu, sehingga ku kan senantiasa bahagia tanpa perlu memiliki. Karena bagiku, itu sudah cukup.

Anonymous

The Man Who Can't Be MovedWhere stories live. Discover now