Chapter 1-H

15 4 0
                                    

"Fan . . . . ." sapa Mala saat aku masuk kelas. Aku gak menanggapinya.

"Fann.. Fan...." Sapanya lagi, aku mau beranjak pergi sebelum bajuku ia tarik. Aku masih tak menghiraukan dan melepas kan tangannya.

"Faaaaannnnn........" Ia berteriak dan menarik lenganku. Ia bahkan mencengkeramnya dengan kuat.

"Fan, kamu gak bisa ngacuhin aku kaya gini." Lanjutnya

"Aku bisa mal, aku bisa. Aku mau yg terbaik buatmu." Jawabku

"Kamu yang kemaren bilang kalo aku yang tahu apa yang terbaik buatku."

"Kalo kamu kayak gini kamu sama saja kaya kak rio." Lanjutnya, aku terdiam mendengarnya.

"Aku mau kamu yang terbaik untuk ku, bukan yang lain. Aku gak mau kamu terluka lagi." Ia lalu melemahkan cengkeraman nya.

"Mal, satu hal lagi yang harus kamu tahu." Kataku kemudian.

"Apa ?" Tanya nya.

"Jangan menangis di depanku." Seketika aku berbalik dan memeluknya. Dan ia malah nangis, sejadi jadinya.

"Gak bisa, semua yang berhubungan denganmu selalu bikin aku nangis." Jawabnya. Ia menangis kencang dipelukanku. Aku mengelus rambutnya, aku ingin ia melepaskan semuanya, semua yang saat ini membebani nya.

Kami berpelukan cukup lama sampai seseorang dari belakang ada yang mencoba menarikku, seketika pelukanku terlepas. Saat aku mulai berbalik, cuma beberapa senti jarak wajahku dan sebuah pukulan dan brukkk. Aku yang terkena pukulan mencoba untuk tidak roboh dan kemudian melayangkan hantaman tepat di wajahnya, yang telah kusadari adalah Rio. Brukkk, satu pukulan telak mengarah ke pelipisnya.

Kami memandang satu sama lain, mencoba untuk tidak roboh melihat wajah kami yang mulai bonyok. Hingga akhirnya rio ingin mengakhiri nya dengan tendangan, sebelum Mala tiba tiba berada di depanku untuk menghalangi rio. Namun terlambat untuk rio menghentikan tendangannya yang langsung mengarah ke Mala. Aku yang mulai menyadari itu, langsung memeluk Mala. Dan bruuukkkkk suara yang cukup keras, tendangan itu mengenai pinggangku. Rasa yang cukup ekstrim sehingga aku ingin teriak dengan keras saat itu juga, namun aku harus melindungi mala dari hantaman tembok. Sayangnya kepala Mala terhantam cukup keras dan kepalanya mengeluarkan darah.

Menyadari itu, rio langsung mengangkat ku dan mencoba menyalahkanku.

"Apa yang lo lakuin ?" Teriaknya.

"Bukan....gue...ta..pi...looo.." Nafasku tersengal, aku tak bisa menjawabnya. Bahkan untuk bernafas pun aku kesulitan.

"Enggak, ini semua salah lo." Rio akan memukulku sebelum ridwan dan guru BK memergoki kami.

"Rio stop. Apa yang kamu lakukan ?" Teriak guru itu.

"Mala....." Ridwan menuju ke mala.

"Pak, kepalanya berdarah." Lanjut ridwan ke pak guru.

"Ridwan bantu saya membawa mala ke UKS, sementara kalian berdua tunggu di ruangan saya." Kata pak guru.

Aku langsung terduduk lemas dan mulai mengatur nafas, sementara Rio dia pergi gitu aja. Ahh badan serasa sakit semua, kemaren di gebukin sekarang juga. Sakitnya berlipat. Namun aku lebih memikirkan Mala, ya aku mulai untuk menyalahkan diri sendiri. Aku bersandar di tembok, gila bajuku compang-camping. Aku seperti sampah saja.

><><><><><><><><><><><><><><><><

Make sure to fight for something worth for it, or else you will be disappointed after all.

The Man Who Can't Be MovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang