Chapter 2-I

5 1 0
                                    

Telpon berdering, aku yg mengetahuinya suaranya buru-buru berlari menuju HP ku yg berada di kamar. Aku lihat itu telpon dari Erzo alias jojo

"Halo. Napa jo ?" Kataku
"Ini beneran ?" Sahut langsung dia.
"Beneran apa?" Tanyaku.
"Besok sabtu. Itu beneran."
"Iya beneran lah, lagian kita mau dites sama kapten hebat kita dulu. Lebih tepatnya anak-anak kelas 7." Jelasku
"Kita lawan kak Rizal? Tak bisa ku bayangkan." Nada Erzo sangat amazed.
"Ya mau bagaimana lagi. Setelah dia lulus, tim ini juga tidak ada penggerak. Formasi kacau kan."
"Ya udah deh, tapi aku rada ngeri sih."
"Yang penting lu dateng, Jo."
"Ya udah, ketemuan besok. Tempatnya biasa kan?"
"Ya biasa, udah nyewa kok. Lagi pula sparing kalo di sekolah lapangannya jelek."
"Siap, ya udah gue mo nganterin ortu dulu."
"Oke." Panggilan ku akhiri.

Tak di pungkiri aku juga deg-degan. Dulu waktu face-to-face dengan kak Rio saat itu kak Rizal hanya dimainkan di akhir. Pun aku tahu dia hebat soal ritme ketika satu tim dulu. Ini agaknya cukup mengerikan bila dia dan tim SMA nya adalah pemain bagus. Hadehhh, batinku.

----><----

Aku dan Erzo sampai di GOR yang kami sewa untuk sparring ini, agaknya SMP melawan SMA cukup tidak seimbang selain dari postur tapi juga mental. Tapi ini akan jadi pembelajaran bagus buat adik kelas terutama untuk menghadapi kompetisi selanjutnya.

Seseorang menepuk pundakku ketika aku baru masuk ke lapangan.

"Fan, Jo. Lama gak jumpa." Kata orang itu.
"Eh kak Rizal, bikin jantungan." Jawab Erzo saat berbalik.
"Apa kabar kak?" Kataku
"Mantap, sehat. Kalian berdua ?"
"Selalu lah, lain kali ikut main lah kayak dulu." Ajak Erzo.
"Iya, kalau gak sibuk aku join." Jawabnya.
"Mau persiapan duluan? Sekalian kita bertiga reuni." Ajakku
"Boleh." Sahut Erzo dan di balas senyum oleh kak Rizal.

Kami pun mulai pemanasan, dan nungguin anak lain yang belum datang.

"Duh gila, belum main dah capek." Keluh Erzo menuju pinggir lapangan.

"Lemah lu jo." Sahutku ikut menepi dan duduk.

"Udah ngumpul semua nih fan ?" Tanya kak Rizal.

"Udah, cuma segini kayaknya yang dateng." Jawabku.

"Suruh ngumpul coba, biar kenal." Suruh kak Rizal.

"Siap kapten haha." Sahut Erzo dengan mode sikap hormatnya ke kak Rizal.

Setelah semua berkumpul, kak Rizal mulai kenalan dan bicara didepan semua.

"Kenalin aku Rizal, dulu kapten tim di SMP kalian. Yang sekarang kelas 8 pasti udah pada kenal." Katanya mengawali.

"Sekarang di SMA aku cuma jadi cadangan, jadi kita akan sparing dengan tim 2 dari SMA ku. Santai aja, kita gk main full cuma 2 ronde 15 menit tapi full court. Aku cuma pengen liat regenerasi tim SMP ku dulu seperti apa." Katanya berlanjut dengan menunjuk satu-persatu anak kelas 7 untuk nyebutin nama dan posisi.

Setelah itu, kami mulai pertandingan. Karna total yang datang ada 10 orang jadi yg main pertama Erzo dengan lain dan aku dengan sisanya main di ronde selanjutnya. Itu dilakukan agar semua bisa main dan kak Rizal bisa nilai kemampuan semuanya. Dia memang ahli analisa.

Anehnya tim nya kak Rizal cuma 5 orang dan 2 cadangan, itupun kak rizal nawarin mereka kalau mau main nanti di rotasi. Kalau cuma mau liat doang juga gak apa apa.

Pertandingan pun berjalan, dan tebakan kalian benar. Kami kewalahan. Dari segi fisik bisa dibilang kami unggul, bukan soal tinggi tapi stamina. Namun tim kak Rizal punya ahli strategi yang bisa menebak celah.

"Arghhhh." Teriak Erzo ditengah pertandingan.
"Keluarin semuanya." Sahut kak Rizal, suara yg keras namun tenang. Mengisyaratkan memulai defense.
Aku menepuk pundak Erzo.
"Jangan terpancing." Kataku.
"Paham, tapi kita mulai tertinggal." Sergah Erzo.
"Hei, tim ini punya dynamic-duo terhebat. Apa kau lupa ?" Jelasku.
Erzo pun tersenyum padaku dengan isyarat mata tajam.
"Ini baru dimulai." Katanya padaku.

Kami melakukan tos dengan elbow . Tatapan kak Rizal makin siaga melihat seringai kami. Pertandingan ronde pertama berlanjut, dengan aku masuk menggantikan pemain Center.

Pertandingan berlanjut dengan all out dari tim kami. Untuk pertama kalinya, kami berdua merasakan pressure yang tinggi namun tersenyum puas. Kak Rizal berhasil mengangkat semangat tim kami juga dengan bukti bahwa anak-anak kelas 1 yang juga tampil penuh tanpa hambatan. Walaupun nanti pada akhirnya bakal tepar satu persatu.

Ronde demi ronde dilewati hingga berakhir. Kami kalah dengan skor 48-40, cukup jauh. Tapi melihat kak Rizal sampai menggunakan cadangan, cukup membuat kami puas.

"Jo, Fan. Mantap." Katanya sambil memukul dada kami berdua.
"Aww. . ." Kataku mengelus dadaku.
"Ayo lah fan, itu tidak sekeras pukulan Rio dulu." Ejek kak Rizal.
"Hahaha jadi ingat masa lalu." Sahutku.
Erzo ketawa mendengarnya, di iringi olehku dan kak Rizal.

><><><><><><><><><><><><><><><><

Tak ada yang lebih indah saat semua masih baik baik saja.

Unknown

The Man Who Can't Be MovedWhere stories live. Discover now