Chapter 2-K

4 1 0
                                    

"Fan . . ." Kata Mala menghampiriku, aku sudah hafal dengan suara dia. Di iringi suara larinya yang di ikuti langkah lain.

"Mana kak Rizal, mana tuh orang?" Suara Erzo tinggi.

"Udah pulang. Sama temen-temen nya." Jawabku. Erzo membantuku berdiri.

Mala langsung memelukku.

"Napa sih fan? Kamu selalu begini kalau aku tinggal bentar." Jawabnya mulai terisak-isak.

Aku dan Erzo bertatapan, Erzo mengisyaratkan mata untuk tidak mengatakan yang sebenarnya.

"Gak pa pa mal, tadi kak Rizal agak kelewatan. Soalnya aku nolak tawaran dia buat jadi kapten tim ini. Aku pikir Erzo yang lebih cocok." Jelasku

"Gak mungkin alasannya seremeh itu, bajumu selusuh ini dan hampir sobek. Pasti ada apa-apa." Jawabnya.

Aku mencoba melepas tangannya namun tangan itu makin erat memelukku. Dadaku makin basah karna air matanya.

"Aku udah putus sama Ricky, jadi gak akan ada yang marah." Kata Mala.
"Bukan itu, aku gak bisa gerak ini. Kalo kamu peluk terus, aku mau pulang." Jelas ku.
"Aku gak pa pa ini, cuma kayak gini. Gak separah pas sama kak Rio yang sampai berdarah-darah." Kataku membujuk Mala.

"Tetep aja." Jawab Mala tak ingin melepasnya.
Secara tak sadar tanganku, mengelus kepalanya.
"Jangan nangis dong, udah. Aku gak mau liat muka jelek kamu." Kataku sambil tertawa kecil.

Mala melepas dekapannya dan memukul dadaku.
"Gak lucu fan, gak lucu." Jawabnya.
"Ya aku emang gak bisa ngelawak sih." Kataku.
"Udah yaa, Mal." Lanjutku.

Ia pun mendongakkan kepalanya dan aku menyeka air matanya dengan bajuku yang kotor itu.

"Ihh fan, kotorr." Katanya menampik tanganku.
"Lah ini ? Udah basah baju bagian atas, sekalian aja kalo gitu. Habis ini mandi, hahaha." Kataku menunjuk bagian dadaku.

"Jahad." Katanya dengan tangis yang mereda.
"Nah gini dong, Mala cantik yang ku kenal." Kataku sambil menengok ke Erzo.
"Uuuhh cantik banget gak sih." Kata Erzo dengan nada menggoda.
"Gak usah ikut-ikut jo." Katanya memukul pundak Erzo.
Aku dan Erzo ketawa puas telah berhasil membuatnya berhenti menangis.

"Dah yuk jo, makan dulu. Laper nih, habis babak belur." Kataku.
"Beneran nih ? Biasanya lu minta pulang kalo kayak gini." Tanyanya.
"Ini normal gue, gak hancur hancur amat. Kuat gue sekarang, sama kak Rio gak ada apa apa nya." Kataku dengan nada sombong.
"Halah, paling juga K.O lu ntar." Sahut Erzo.

"Mala mau ikut makan?" Ajak ku.
"Ih gimana sih? Aku khawatir dari tadi, tapi malah di buat mainan gini." Kata Mala merajuk.
"Lah ? Kan aku gak apa apa. Nih liat, cuma baju aja kek gembel. Eh jo, pinjem jaket ya." Kataku
"Siap bos." Kata Erzo.

"Ikut aja yuk, hari ini yang traktir Erzo." Ajakku kembali.
"Lah kok guaa." Jawab Erzo membuat Mala ketawa.
"Enggak deh, kamu udah gak apa apa. Jadi aku pulang aja." Jawabnya.
"Kamu kesini naik apa Mal tadi? Kok kayak gak ada yg nganter." Tanya Erzo.
"Naik motor sendiri lah." Jawabnya.
"Udah bisa ?" Tanyaku.
"Bisa dong, emang kayak kamu." Jawabnya dengan nada meremehkanku.
"Lah sombong." Jawabku.

Aku membereskan tas dan sepatu basket dibantu Mala, kamipun keluar berbarengan dari lapangan itu. Ketemu tukang parkir buat bayar parkir.

"Ati ati ya Mal dijalan." Kataku di bonceng Erzo.
"Iya, kamu habis ini langsung istirahat." Jawab Mala.
"Siap bu." Kataku sambil memberi hormat.

Kami pun berpisah di tengah jalan. Mala pulang, sementara aku dan Erzo makan bakso.

"Cerita lu bangke." Kata Erzo ketika kami baru sampai di tempat.
"Iya iya, pesen dulu napa." Jawabku sambil turun dari motornya.
"Pak, bakso yang kayak biasanya 2 ya. Lu minum apa fan ?" Tanya Erzo.
"Teh anget gue, gulanya 1 sendok."
"Kalau aku es jeruk pak, di meja sana ya." Lanjut Erzo.
"Oke, tungguin ya mas.

Erzo mengajakku ke meja yang ia tunjuk sebelumnya, kebetulan lumayan rame tempatnya kala itu karena emang udah sore. Beberapa orang juga terlihat ada yang menggunakan pakaian kantor mampir ke tempat itu. Kayaknya emang jos baksonya.

"Yok fan, waktu dan tempat di persilahkan." Kata Erzo bahkan sebelum kami duduk.
"Sabar dulu napa, nunggu minumnya datang." Kataku menolak.
"Banyakan cincong lu fan." Kata Erzo menolak sabar.

"Pasti hubungannya sama Ifa kan?" Tebak Erzo.
"Sok tau lu, jo."
"Emang apa lagi fan ? Kalo gak soal cewek."

Aku pun menceritakan kronologi aslinya, dari saat Ifa menyatakan perasaan waktu di kantin sampai kejadian tadi.

"Tuh kan, pasti soal cewek. Gak jauh jauh emang." Kata Erzo.
"Udah, aku percaya Ifa bakal ngejelasin semuanya. Untuk saat ini harusnya aman sih. Tapi keknya hubungan kita berempat bisa renggang kapan aja." Kata gue sambil menyeruput teh anget.
"Kalo tinggal kita berdua ya udah, baiknya emang kek gitu." Sahut Erzo.

Lalu bakso kami pun jadi dan diantarkan. Kami pun menyudahi semua pembicaraan dan mulai makan serta membahas hal lain.

><><><><><><><><><><><><><><><><

Hubungan antar manusia terlihat cukup rumit. Atau mungkin dunia nyata memang sejak awal tak semanis drama dalam novel atau TV.

Unknown

The Man Who Can't Be MovedDär berättelser lever. Upptäck nu