FORTY FOUR

10.3K 428 29
                                    

Sudah berapa kali kepala Nina hampir terantuk meja. Rasa kantuk sering menguasainya, kapanpun dan dimanapun. Bukan hanya saat mendata pembukuan, saat melayani pelanggan pun Nina sering menguap tanpa sadar. Karena terlalu sering seperti itu, Anggi memindahkannya lagi ke bagian pembukuan dan akan membantu ketika cafe sedang ramai.

Nina bukannya sengaja. Kehamilannya yang masih muda membuatnya mudah mengantuk. Beruntung dia tidak mengalami komplikasi seperti muntah, tidak selera makan ataupun gangguan lainnya. Jika iya, dia khawatir bila kehamilannya akan diketahui orang lain.

Duduk sendirian di ruangan ber AC membuat kelopak matanya terasa berat. Belum lagi jam-jam sekarang yang merupakan jam rentan untuk tidur siang. Nina ingin sekali memejamkan matanya sejenak dan melupakan semua pekerjaan yang membutuhkan perhatiannya. Ketika matanya hampir tertutup sempurna, suara pintu terbuka langsung menyadarkannya.

"Masih ngantuk Nin? Kamu gak mau pulang aja? Beberapa hari ini kamu keliatan capek banget loh." Anggi khawatir melihat kondisi Nina yang semakin hari semakin lesu. Sebelumnya, Anggi pernah menyuruhnya untuk memeriksakan diri ke dokter. Nina menolak dan mengatakan kalau dia baik-baik saja. Terkadang Anggi kesal karena Nina terlalu keras kepala. Padahal seharusnya dia lebih memikirkan kesehatannya sendiri dari pada orang lain.

"Udah, kamu pulang aja. Aku gak mau kamu sakit sampe gak masuk berhari-hari." Kali ini Anggi lebih memaksa. Dia harus bisa membuat Nina pulang agar rencana orang itu berjalan lancar. "Aku antarin pulang supaya gak usah naik bus." Anggi mulai membereskan barang-barang Nina dan mematikan laptopnya. Sesudah itu, Anggi mengambil kunci mobilnya dan menarik lengan Nina.

"Gi, aku bisa pulang sendiri! Kamu gak perlu repot-repot antarin aku!" Nina harus setengah berteriak agar Anggi berhenti menariknya. Perutnya merasa tidak nyaman karena lengannya ditarik. Dia harus mengalah agar tidak terjadi sesuatu dengan anaknya.

"Kamu tu memang harus dikasari baru dengar! Kalau dari tadi begini kan aku gak perlu narik-narik kamu."

Nina hanya tersenyum mendengar gerutuan Anggi. Dia lalu mengambil tasnya dari genggaman Anggi dan menyandangnya. "Kalau begitu aku pulang dulu ya. Besok aku pasti masuk."

"Gak perlu datang kalau kamu masih sakit. Orang sakit malah kerja. Istirahat dirumah yang benar!"

Nina hanya memberikan lambaian tangan sebagai jawaban. Agar tidak menarik perhatian, Nina turun menggunakan pintu belakang. Senyum terbentuk dibibirnya ketika mengingat dulu dia sering melalui pintu itu saat pergi bersama Alex.

Alex selalu mengajaknya makan siang dan tidak pernah kembali sesuai dengan jam yang ditetapkan. Mereka baru akan kembali setelah hari menjelang sore atau ketika kakinya sudah lelah. Kemanapun dia pergi, jika bersama Alex, Nina merasa senang. Bukan karena Alex selalu ingin memanjakannya atau memiliki banyak uang, tetapi karena dia mencintainya dengan tulus.

Nina mengelus perutnya yang masih rata. Dia masih tidak percaya jika didalam perutnya sekarnag terdapat sebuah nyawa yang tengah berkembang. Nyawa yang merupakan buah cinta mereka. Sampai sekarang pun, dia belum memberitahukan Alex mengenai kabar kehamilannya. Nina ingin menjadikannya kejutan saat Alex melamarnya nanti.

Sesampai di rumah, Nina terkejut melihat semua barang-barangnya berserakan di lantai. Bukan hanya pakaiannya, beberapa barang yang diberikan untuk Randy juga ikut tergeletak disana. Sempat terbesit dibenaknya jika itu rumahnya dirampok. Tetapi pemikiran itu hilang dengan cepat saat melihat pintu pagar yang terkunci dan tidak adanya keributan dari tetangga. Jika rumahnya benar-benar dirampok, pasti tetangga akan panik terlebih dengan pintu rumah yang masih terbuka lebar.

Nina masuk ke rumah dengan hati-hati dan mencari sosok mamanya. Ketika melihatnya muncul dari kamar, tangis lega langsung menggantung disudut matanya. "Ma - !"

Only youWhere stories live. Discover now