FORTY TWO

9.5K 408 7
                                    

Jam 7.30 wib. Biasanya Randy sudah menyiapkan segala keperluannya dan bersiap berangkat ke kantor. Rutinitasnya setiap hari tidak berubah. Bangun pagi, merapikan tempat tidur, mandi, sarapan dan berangkat ke kantor. Pada malam hari, kegiatannya disambung dengan perkuliahan. Lelah memang melakukan 2 tugas sekaligus ditambah dia harus membagi pikiran dan waktu untuk menyelesaikan semua tugas-tugasnya.

Randy tidak berani mengeluh. Dibandingkan dengan dirinya, kakaknya Nina mempunyai peran yang lebih besar sebagai penopang keluarga. Nina bekerja siang malam untuk membiayai sekolah dan kuliahnya. Sebenarnya Randy sudah bisa membayar pendidikannya sendiri. Namun, tekanan dari mama yang meminta Nina harus bertanggung jawab atas keperluannya.

Nina tidak pernah mengeluh. Kakaknya itu bahkan sudah berkorban banyak untuknya. Agar Nina tidak perlu bekerja keras, dia sengaja memilih universitas biasa dan mengambil kelas malam. Pilihannya tentu saja tidak setujui oleh mamanya. Terkadang Randy tidak habis pikir, kenapa mama begitu keras kepada Nina dan berharap banyak hal padanya? Padahal mereka sama-sama anaknya dan Randy tahu jelas kalau kakanya itu sangat luar biasa.

Ketika Randy ingin memakai sepatu, dia melihat Nina duduk diambang pintu. Dahinya berkerut melihat kakaknya yang memakai seragam lengkap. Seingatnya, kakaknya itu diberi libur tambahan 3 hari karena baru pulang. Namun kelihatannya Nina ingin langsung bekerja.

"Kak, gak mau libur sehari dulu?"

Nina menoleh mendapati Randy yang berdiri dibelakangnya. Wajah kagum tercetak diwajah ketika melihat adiknya memakai sangat cocok mengenakan kemeja biru dengan celana kain hitam. Otak yang cerdas, tinggi yang hampir 180 cm dengan wajah rupawan pasti membuat banyak perempuan tertarik padanya. Tetapi setelah dilihat lagi, Alex masih lebih tinggi dari Randy bahkan jauh.

"Bosan dirumah. Lagi pula dirumah juga gak ngapa-ngapain. Oh ya, kamu pakai saja sepatu yang kakak beli itu. Jangan disimpan terus."

Nina membelikan sebuah sneakers hitam untuknya. Dia sengaja membeli warna itu agar bisa dikenakan kemana saja. Jika membeli warna yang mencolok, Nina khawatir Randy tidak boleh mengenakannya ke kantor sedangkan warna putih cepat kotor dan tentu saja dia memilih warna itu bukan karena warna favorit Alex.

"Yang ini masih bisa dipakai kok. Tunggu rusak baru ganti baru," jawabnya seadanya. Sepulang dari dinas untuk belajar membuat kopi, Nina membelikan berbagai macam barang untuknya. Mulai dari sepatu, jam tangan, tali pinggang bahkan dompet. Semua barang-barang itu terlihat berkelas dan mahal. Tetapi Nina menyangkal dengan mengatakan kalau itu merek kw.

"Kak, aku antar sampai ke cafe ya." Randy segera mengambil kunci motor dan mengenakan jaket ketika melihat Nina sudah siap. Walau sekarang dia tidak bisa berbuat banyak, minimal yang bisa dilakukan adalah mengantarnya. Sudah beberapa kali dia mengabaikan untuk menjemput kakaknya pulang hingga mendapat semprotan pedas dari Anggi. Hal itu dikarenakan dia ingin menghindari Nina dari teman-teman perkuliahan yang mengincarnya. 

Randy tahu kalau Nina sangat populer dikalangan remaja kampus. Tidak jarang mereka memakasa meminta nomor teleponnya. Jika tidak mendapatkannya, mereka akan melampiaskan kekesalan dengan mengempeskan ban sepeda motornya. Karena keadaan yang seperti itu, Randy tidak pernah menjemput Nina pulang. Biarlah dia mendapat semprotan dari Anggi dari pada kakaknya harus berhadapan dengan remaja-remaja kurang ajar itu.

"Ngak usah. Aku naik bus aja. Toh gak sejalan sama kantormu. Nanti sore kalau kamu lapar singgah cafe dulu sebelum kuliah. Kakak buatkan resep dan kopi baru buat kamu."

"Tapi kak, kan - "

"Biarkan aja dia naik bus."

Randy menoleh keasal suara yang memotongnya. Di depan pintu kamar, sosok mama mereka berdiri dan menatap Nina dengan pandangan menyipit. Wanita bernama Dian itu melihat kedua anaknya bergantian sambil berkacak pinggang. "Tempat kerja kalian gak searah. Kalau kamu antar dia, kamunya bisa terlambat."

Only youWhere stories live. Discover now