THIRTY FIVE

9.3K 432 7
                                    

Setelah menempuh perjalanan panjang yang melelahkan, akhirnya Nina tiba di New York. Dia memajamkan mata untuk meredakan sakit kepala akibat dan telinga yang berdengung. Karena terlalu pusing, Nina tidak memperhatikan sekitarnya dan hampir menabrak orang yang melintas. Untung Alex segera menariknya dan membawanya ke kursi.

"Masih pusing, Sayang?" tanya Alex merapikan anak rambutnya.

Nina mengangguk lemah sebagai jawaban. Dia tidak biasa melakukan perjalanan panjang terutama dengan pesawat. Nina hanya mendengar dari Anggi jika naik pesawat itu menyenangkan. Nyatanya menaiki pesawat begitu mengerikan, apalagi saat mereka ingin lepas landas dan mengalami turbulensi. Rasanya dia ingin berteriak dan memuntahkan segala isi perut jika Alex tidak disampingnya untuk menenangkannya.

"Ayo kita pulang. Kau membutuhkan istirahat."

Nina masih diam saat Alex mulai memapahnya memasuki mobil. Samar-samar, dia melihat Alex memasukkan koper dan menelpon sesorang sebelum masuk. Ketika mobil melaju dan ada sedikit goncangan, rasa mual kembali menyerangnya. 

Alex mengelus punggungnya dan memberikan bahu sebagai sandaran. Dia juga menggosokkan minyak angin di hidungnya untuk membuatnya lebih rileks. "Tidurlah dulu, Sayang. Aku akan membangunkanmu nanti setelah sampai."

Tubuh Alex yang hangat membuat Nina merasa nyaman dan memeluknya. Sayup-sayup dia mendengar Alex mengatakan sesuatu namun dihiraukan. Matanya terlalu berat sehingga sulit untuk bertahan. Pada akhirnya Nina mengalah dan membiarkan alam mimpi menguasinya.

***

Alex mengangkat tubuh Nina yang sedang terlelap dengan hati-hati. Matanya tidak bisa lepas dari wajah Nina yang tengah tertidur pulas. Melihat wajah wanitanya yang terlena merupakan keinginannya sejak lama. Dia selalu mengharapkan untuk melihat wajah Nina setiap kali menutup dan membuka mati. Sekarang, keinginan dan kesabarannya telah berbuah.

Saat menaiki lift, Alex mengelus bibir Nina dengan jempolnya dan memberikan ciuman ringan disana. Entah sudah keberapa kali dia melakukannya dan Alex menyukainya. Alex sangat ingin merasakan betapa lembut dan hangatnya bibir Nina. Setelah ciuman mereka waktu itu, Alex selalu menginginkannya lagi. Namun, dia tidak boleh buru-buru. Tindakannya hanya membuat Nina menilainya sebagai laki-laki mesum, bukan lelaki yang mencintainya.

Alex tidak mempedulikan supir yang berdiri di belakang untuk membawa koper-koper mereka. Siapapun yang bekerja padanya sudah mengetahui sifatnya. Dia juga tidak perlu khawatir jika perbuatannya akan tercium oleh media karena pegawai yang diperkerjakannya pandai menutup mulut.

Setiba di lantai yang merupakan tempat tinggalnya, supir itu menekan bel dan tidak lama kemudian pintu terbuka. Supir itu masuk terlebih dahulu sembari memasukan koper dengan dibantu Anna. Setelahnya, Alex masuk dengan Nina yang masih tertidur dalam pelukannya. Sebelum Anna hendak berbicara, Alex memotongnnya lewat tatapan dan memberikan isyarat untuk membuka pintu kamarnya.

Dengan hati-hati, Alex membaringkan Nina di ranjang dan menyelimutinya. Dia tersenyum ketika melihat tidur Nina yang begitu pulas. Jemarinya mengelus pipi putih dan memberikan ciuman disana. 

"Jadi, dia wanita yang membuatmu tergila-gila? Kalau dilihat-lihat tidak buruk juga," ucap Anna saat Alex menutup pintu.

"Aku yakin kau juga pasti akan menyukainya setelah mengenalnya. Sifat kalian berdua hampir mirip," jawab Alex dengan senyum yang masih menggantung diwajahnya.

Anna mengangkat sebelah alisnya lalu melipat kedua tangannya di dada. "Kita lihat saja nanti."

***

Hembusan angin yang hangat menerbangkan tirai jendela yang membentang. Cahaya matahari perlahan-lahan menusuk masuk hingga membuat kelopak matanya bergerak. Nina berbalik ke arah sebaliknya dan mencari kenyamanan di balik selimut. Rasanya dia masih ingin tidur lebih lama. Namun pikiran jernihnya melarang untuk bermalas-malasan.

Only youWhere stories live. Discover now