THIRTY THREE

9K 412 5
                                    

Akhir bulan, semua pegawai antusias menerima gaji. Mereka sengaja pulang sedikit lebih lambat untuk menunggu pembagian penghasilan. Bagi para pegawai, upah bulanan ini sangat penting karena untuk menghidupi kebutuhan mereka satu bulan berikutnya. Dalam pengelolaannya, mereka harus berhati-hati jika tidak maka akan sulit untuk bertahan di hari-hari berikutnya.

Pegawai yang sudah mendapatkan gaji, berpencar ke seluruh cafe yang sepi untuk menghitung pendapatan mereka. Setiap penghasilan setiap pegawai berbeda, tergantung dari kinerja mereka. Anggi akan memberikan bonus lebih kepada pegawai yang rajin dan tidak memberi apapun bagi pegawai yang malas. Akibatnya, semua pegawai selalu rajin. Cara ini sangat ampuh untuk mengurangi mereka yang malas.

Nina berada di ruangannya, termenung menatap amplop putih yang gemuk. Dia sudah mendapatkan gajinya sejak pagi tadi dan menghitung jumlahnya. Anggi menaikkan gajinya hingga sepuluh kali lipat dari biasanya dan belum termasuk bonus. Nina sudah bertanya apakah ada kesalahan dalam perhitungan Anggi namun tidak. Anggi memang menaikkan gajinya dan lebih banyak pada umumnya.

"Udah, diterima aja. Dikasih lebih malah protes. Kamu tu memang seharusnya bergaji segini. Kamu kan rangkap kerja, mulai dari beresin bon, bikin pembukuan, cek stock, daftar absen dan banyak lagi. Kamu memang pantas kok mendapatkan semua itu."

Ucapan Anggi saat menyerahkan gaji masih terngiang-ngiang di kepalanya. Nina sudah membuat pembukuan bulan ini dan menghitung jumlah pemasukannya. Pendapatan mereka bulan ini memang lebih tinggi dari sebelumnya. Tetapi jika dihitung lagi dengan jumlah gaji dan bonus yang diberikan kepada semua pegawai, pendapatan cafe hanya bersisa sedikit.

Nina tidak habis pikir jika Anggi ingin menutup cafe. Belum lagi baru-baru ini, Anggi menambahkan dua orang karyawan. Membuat cafe adalah keinginannya. Nina sendiri yang telah melihat perjuangan Anggi saat baru pertama berdiri. Kikuk saat bertemu pelanggan, bolak balik antara kasir dan dapur hingga harus sabar ketika bertemu pelanggan yang kasar.

Nina tidak bisa menerima gaji yang diterimanya begitu saja. Dia harus berbicara dengan Anggi dan menyusun ulang pendapatannya. Gaji dan bonus yang didapatkannya tidak sesuai dengan kinerjanya. Jika terus seperti ini, cepat atau lambat cafe pasti akan bangkrut.

Saat Nina ingin menemui Anggi, pintu terbuka dan memunculkan orang yang dicarinya. Sebelum dia sempat menyeret Anggi masuk, Alex muncul dari belakang dan tersenyum ke arahnya.

"Kenapa kau di sini?" Nina mundur selangkah menghindari pelukan Alex. Dia tidak mau Anggi berpikir yang tidak-tidak karena kedekatan mereka.

"Mengantarmu pulang. Apa kau lupa?" Alex mengedipkan sebelah matanya dan mencium pipi Nina saat Anggi tidak melihat.

Nina mendorong dada Alex kasar dan memberikan tatapan tajam. "Ada yang mau kubicarakan dengan Anggi. Kau tunggulah di luar."

"Tidak perlu mengusirnya." Anggi duduk di sofa yang disusul Alex di seberangnya.

Nina lalu duduk di sebelah Anggi dan menyerahkan amplop yang tadi diterima. "Gi, aku rasa kamu perlu hitung ulang lagi gaji dan bonus ku. Gaji yang kuterima terlalu banyak dan gak sesuai dengan pendapatan. Kalau begini terus cafe bisa rugi."

Anggi memutar bola matanya malas karena sudah menduga reaksi Nina. Tentunya dia sudah menyiapkan balasan untuk menjawab. "Tenang saja, kita ngak akan rugi kok. Keadaan cafe semakin membaik. Itu bisa dilihat dari pendapatan. Lalu karena bisnis semakin baik, tentu saja kita bisa butuh tenaga tambahan. Semua sudah kuperkirakan. Dalam satu bulan kedepan, cafe kita akan semakin laris dan semuanya bakal makin sibuk."

Only youWhere stories live. Discover now