SEVENTEEN

12.3K 528 4
                                    

Setelah menyelesaikan pekerjaannya sebagai pegawai betamart, Nina melanjutkan pekerjaan lainnya sebagai buruh cuci piring disebuah jajanan malam. Jajanan malam itu merupakan tempat teramai di jakarta pusat. Nina akan memulai pekerjaannya dari pukul delapan hingga tengah malam.

Gajinya bekerja dari pagi hingga malam di betamart, tidak mampu untuk menunjang pendidikan adiknya. Karena itu, Nina berinisiatif mencari pekerjaan lainnya. Dia beruntung mendapatkan pekerjaan menjadi buruh cuci piring di tempat itu. Walau hanya bekerja hingga sore di betamart, pekerjaan lainnya sebagai buruh cuci piring mampu menutupi kekurangannya.

Aroma makanan yang menguar diudara membuat perut Nina bergerumuh. Berhubung masih ada waktu sebelum bekerja, Nina memakan roti yang dibawanya dari betamart. Setiap hari, mereka akan selalu membuat roti yang baru dan membuang yang lama. Karena merasa sayang, diam-diam pak Suryo selalu memberikannya kepada Nina. Berkat pemberian roti itu, Nina tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli makanan. Nina sangat bersyukur karena masih ada orang yang baik padanya.

Ketika waktunya telah tiba, Nina mengganti pakaiannya menjadi kaos yang lebih lusuh. Dia duduk disebuah kursi kecil dan menekuk kedua lututnya. Posisi itu tidak nyaman dan sering membuat kaki serta punggungnya kram. Meskipun begitu, Nina tetap bertahan dan melanjutkan pekerjaannya.

"Nina! Layani meja 8!" seru istri bos yang sedang membantu suaminya memasak.

"Baik!" sahut Nina seraya beranjak dan mengenakan celemek abu untuk menutupi kaosnya yang basah. Nina sudah tahu jika dia diminta untuk melayani, berati pelanggan tersebut adalah bule. Karena tidak ada orang lain yang bisa selain dirinya, maka dialah yang akan melayani mereka dan merekomendasikan menu.

"Good Night, sir," sapa Nina dengan memo dan menu.

Bule itu lantas menoleh dan membuat Nina mengernyitkan dahinya. Dia adalah bule yang sama dengan yang ditemui sebelumnya, bule yang hampir kehilangan dompetnya. Nina tetap bersikap seadanya. Baginya, tidak perlu mengingatkan kalau mereka pernah bertemu dan melupakan soal dompet. Toh, bule itu juga akan lupa dan kembali ke negara asalnya setelah liburan atau pekerjaannya selesai.

"We meet again." Ucapan singkat dari bule itu membuat Nina terkejut. Bule itu masih mengingatnya. 

Sebagai jawaban, Nina hanya memberikan senyum singkat dan memberikan menu. "Here your menu, sir. I recommend our porridge. It's not to supper and quite light. Which one do you prefer? Chicken or seafood?"

"Seafood please. And thank you for returning my wallet." 

Senyum dari bule itu mampu membuat Nina terpesona. Dia memang sering melayani bule tetapi tidak pernah bertemu yang setampan ini. Yang membuat Nina semakin tertarik adalah warna mata abu-abunya yang unik. Warnanya begitu cerah ditengah gemerlapnya lampu malam.

"Is there anything else?" tanya Nina ulang untuk mengkonfirmasi. Dia sempat menoleh kearah tumpukkan piring kotor yang tiba-tiba bertambah. Piring-piring itu harus segera dibersihkan jika tidak mereka tidak akan sempat untuk menyajikan seiring bertambahnya pelanggan.

"No. Can i have a moment with you please?" 

Nina berhasil mempertahankan wajahnya untuk tidak terkejut. Dia sudah biasa mendapat ajakan seperti itu dari bule ataupun pelanggan hidung belang lainnya. Tanpa perlu berpikir dua kali, Nina sudah tahu kemana arah ajakan itu. Rasa kagumnya seketika runtuh karena bule itu tidak ada bedanya dengan laki-laki mesum lainnya.

"Sorry, sir. I still have work to do. Please wait a moment. Other waitress will bring your food," tolak Nina dengan sopan. Buru-buru dia menjauhi bule itu dan menyerahkan menu kepada pegawai lainnya. Ketika Nina ingin melanjutkan pekerjaannya, dia mendengar seseorang memanggil namanya.

Only youWhere stories live. Discover now