21

4.3K 110 2
                                    

Dear My beloved readers.

Sorry for the late post, I suppose to be published this chapter last week.

But due to the hectic, I can not post this chapt.

Be safe for beloved readers. especially those who lives in Jakarta.

Last but not the least, please be wise this story was made for adult.

Beware, my typo can be found everywhere.

Enjoy.

***

Diperjalanan pulang kerumahnya, Tisya terlihat gelisah.

Henry yang melihat gelagat tunangannya mencoba untuk menenangkannya.

Digenggamnya tangan Tisya lembut, sembari mengenggam Henry mencoba memberi kehangatan.

"Kenapa sih yang?"Henry sambil menatap Tisya dalam.

"Kak aku deg - degan, nanti pulang gimana yah reaksi Ibu sama Ayah tau kita belum nikah tapi berani - berani bermalam berdua. Terus aku nervous ketemu sama Eyang kak Henry, gimana kalau nanti eyang gak suka sama aku. Aku juga masih merasa bersalah sama Kak Karin, aku tuh perusak hubungan orang banget asli." Tisya berkeluh kesah sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Henry yang mencoba mengerti kegelisahan Tisya, menepikan mobilnya ke jalan yang sepi.

Henry menarik Tisya lembut kedalam pelukannya.

"Ssssttt... udah jangan terlalu banyak yang kamu khawatirin sayang. Tapi jujur aku senang kamu sudah bisa berbagi masalah sama aku. Sini biar aku bantu kasih solusi ke kamu. Satu masalah kita stay bareng malam ini, aku sudah izin keluarga kamu dan mereka memberika izin, toh kita semalam cuma tidur kan gak lebih. Dua, masalah eyang aku, aku yakin eyang pasti suka kamu, kalaupun enggak, aku bantu convince eyang kalau kamu satu - satunya perempuan yang aku mau peristri. Tiga, soal Karin, kalau kamu merasa kamu perusak hubungan Karin sama aku itu gak benar, aku sendiri yang rusak hubunganku sama dia. Kalau kamu memang merasa bersalah banget, ayok kita dateng bareng - bareng kehadapan dia, kalau perlu aku akan berlutut supaya dia maafin aku sama kamu."

Mendengar rentetan ucapan Henry, Tisya yang masih berada dalam pelukan Henry merasa lega. Apalagi sambil mencium aroma parfum yang bercampur dengan aroma badan Henry membuat Tisya merasa nyama dalam pelukan Henry. Didalam dekapa Henry, Tisya mengelus - elus rahang Henry yang ditumbuhi titik - titik janggut.

"Kamu mau kita begini terus atau mau aku anterin pulang?" ujar Henry yang tau Tisya merasa nyaman dalam pelukannya.

Sindiran halus Henry sontak membuat Tisya kembali dalam posisi duduk tegap dibangku penumpang disamping Henry.

"Hm....aku... aku cuma senang mainin titik - titik janggut dirahang Kak Henry kok" Tisya mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Oh jadi kamu suka yah sama ini" ujar Henry sambil mengelus - elus rahangnya.

"Bisa kok tiap hari elus - elus ini, tapi jadi istri aku dulu" sambung Henry sambil menaikan kedua alisnya.

"Ih Kak Henry apaan sih. Bikin aku gemes mau cubit Kak Henry. Cepetan gak anterin aku pulang" ujar Tisya sambil mencubit lengan Henry.

"Awww... iya sakit ampun sakit" ujar Henry sambil memohon ampun pada Tisya.

"Liat tuh merah tega kamu tuh sama ayang embeb" Henry sambil memasang muka manjanya.

"Ayang embeb.... ayang embeb, lulusan Stanford manggil tunanganya ayang embeb"

"Asik sekarang udah ngaku aku tunangan"

Make You Mine (HALF UNPUBLISHED)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ