Babak Dua: Semua orang takut akan hal yang tak mereka tahu.

Start from the beginning
                                    

Pada lomba ke dua ini, sesi pertamanya adalah lomba fisika dan itu berarti aku serta Jackson harus bersiap. Tetapi tentu saja aku benar-benar tidak ada harapan dalam lomba kali ini, aku benar-benar buta denagn fisika dan bahkan aku BEGITU berani bertaruh bahwa tidak ada satupun hal yang menempel di dalam otakku seperti noda kopi yang tak sengaja tertumpah di atas permukaan kemeja putih yang kalian kenakan.

Ketika nama kami di panggil, Mr. Powell dan Devonna bertepuk tangan untuk menambah semangat kami agar lebih membara dari sebelumnya. Kami bertanding melawan tiga sekolah lain. Wajah-wajah para peserta tampak garang seperti anjing bulldog yang siap menggigit panta lezatmu itu sebagai makan siangnya. Salah satu pembawa acara meminta kami memeriksa bell kami untuk memastikan tidak ada kendala sama sekali.

"Aku tak sabar menekan bell!" Jelas Jackson seperti seorang petinju lincah yang selalu melompat-lompat di sudut ring.

"Chill... . Ingat kata Mr. Powell tadi. Stick to the plan... Kau yang menghitung dan aku yang menekan bell lalu menjawab." Jelasku.

"Itu tidak adil." jawab Jackson dengan nada sedih.

"Well... hidup ini tidak ada akan pernah adil kecuali di mimpimu." Balasku.

Kemudian semuanya pun di mulai. Kami berdua tentunya harus adu kecepatan juga dengan tiga sekolah yang lainnya. Setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh para narator, selalu mendarat dengan tepat di atas kertas Jackson sebelum dia menghitungnya. Aku hanya sebagai pendukung dan penekan tombol merah besar menggiurkan di depan kami berdua setelah Jackson memberikan hasilnya.

Pada seperempat babak, skor kami begitu tertinggal jauh dengan peserta yang lain dan hasil akhrinya adalah kami berada di posisi paling akhir, tentu saja kami kalah dan tak mendapatkan apapun kecuali kesedihan yang dibawa oleh Jackson seperti cendramata. Sekolah dari Montana yang menduduki posisi pertama dan ketika kami kembali ke bangku kami, Devonna bertepuk tangan dengan wajah gembira.

Aku, Mr. Powell, dan Jackson menatap Devonna dengan aneh karena dia begitu senang sekolah itu menang. Devonna menoleh ke arah kami bertiga dengan kedua alis yang tertarik ke atas.

"What? Mereka adalah negara  kelaiharanku. Aku pikir itu karena nasionalisme." Balas Devonna.

Mr. Powell dan Jackson mengangguk mengerti, karena bagaimanapun juga Devonna adalah orang Montana secara jasmani dan rohani, tidak salah jika dia bertepuk tangan karena sekolah dari Montana itu memenangkan pertandingan Fisika kali ini. Kami diberikan waktu tiga puluh menit untuk mempersiapkan diri menuju lomba selanjutnya dan itu tidak lain adalah pelajaran kimia. Jackson dan Devonna tampak bersiap. Aku di sini hanya duduk sambil mendengarkan lagu dari ponselku. Aku melipat kedua tanganku dan pandangan mataku hanya menuju ke depan.

"Ini menjenuhkan sekali." Ucap Devonna seraya dia mengambil earphone-ku tanpa adanya rasa bersalah sama sekali.

Aku melihatnya bingung sembari menaikkan salah satu alisku. "Hey?!"

"Aku harus memperlambat kinerja otakku jika aku tidak ingin otak ini berhenti bekerja dengan tiba-tiba." Jelasnya.

"Tetapi tidak dengan mencuri satu airpods milikku begitu saja!" Ketusku sembari melihatnya yang tak menghiraukanku sama sekali.  Jemari tangannya sesekali menekan satu sama lain, deraian nafasnya tidak begitu teratur. "Kau tak terlihat seperti biasa."

Devonna menolehku, pupil matanya membesar seperti tokoh-tokoh dalam film horror ketika melihat hantu yang begitu menakutkan muncul dengan tiba-tiba di depan wajah mereka. Dia juga menghela nafas panjang hingga kedua pundaknya terangkat begitu tinggi.

"Apa yang kau maksud?" Tanya dia.

"Kau terlihat gugup." Jawabku singkat.

"Tentu saja aku gugup... . Bagaimana jika aku nanti tidak sengaja terjatuh dan membenturkan kepalaku lalu aku tak mengingat apapun?" Tanya dia dengan nada sedikit kesal.

Why Don't We? [alternative version NKOTS]Where stories live. Discover now