Babak Dua: Perlombaan.

Start from the beginning
                                    

Aku duduk di bangku baris ketiga, sedangkan Jackson dan Devonna duduk dekat dengan kursi Mr. Powell. Mereka saling berbicara tentang pelajaran dan mungkin saja soal-soal yang sama seperti kemarin. Aku menghembuskan nafasku dan menopang wajahku sambil menatap keluar jendela bus. Langit mulai kembali kelabu, mungkin langit tahu bahwa aku sedang sial. Hujan pun turun mengiringi perjalanan kami. Musik dari ponselku masih terputar di telingaku dan mereka tak ingin kalah oleh suara pasukan air hujan di luar sana.

Sebuah sentuhan mendarat di pundakku, aku menoleh dengan cepat dan melihat Devonna yang berdiri dengan senyuman dan juga kertas serta dua alat tulis yang ia bawa di tangannya. Aku melepaskan salah satu earphone-ku.

"Ada apa?" Tanyaku.

"Aku tidak ingin melakukan ini, tetapi aku ingin mengulang kembali pelajaran kemarin yang aku ajarkan." Balasnya dan kemudian dia duduk di sampingku. Devonna memberikan satu kertas dan alat tulis kepadaku. Aku mendengar dia menghela nafas panjang, wajahnya tertunduk ke arah kertas berisi soal-soal yang tak aku mengerti. "Baiklah, kau ingin mulai yang mana?"

"Aku tak mengerti semuanya." Tukasku.

Devonna menatapku dengan tatapan tidak percaya. Dia kemudian melihat soalnya lagi, "Otak manusia itu sangat unik, kau bukan tidak mengerti... hanya saja alam bawah sadarmu menganggap ini tidak berguna, sehingga alam bawah sadarmu mengubur ingatan itu di suatu tempat dalam otakmu. Kau hanya perlu mengingatnya saja."

"Devonna, jelaskan kepadaku bagaimana aku dapat mengerti jika aku saja tidak mengerti apa itu?" tanyaku sambil melihatnya.

Devonna mendesah, "Begini saja... kau lepas earphone-mu dan aku akan menjelaskan bagaimana mengerjakan soal-soal ini. Aku akan berusaha menjelaskannya seringan mungkin agar otakmu yang seperti batu itu dapat menyerapnya dengan mudah."

Aku melihat Devonna dan mengangguk pelan. "Mulai saja, aku akan mendengarkan."

"Aku harap kau mendengarkannya baik-baik." Jelas Devonna.

Devonna mulai menjelaskan setiap soal yang ada di kertas itu kepadaku, memberitahu bagaimana mengerjakannya dengan cara tercepat untuk menyelesaikan beberapa hitung-hitungan dalam soal matematika yang aneh itu. Sesekali dia memintaku untuk menunjuk soal mana yang masih tidak aku mengerti, tetapi jujur saja... aku tidak mengerti satupun yang ia terangkan. Untuk kebaikanku dan otakku yang sudah dipenuhi oleh asap kelabu dan bau terbakar ini, aku menunjuk soal secara acak saja dan Devonna kembali menjelaskannya kepadaku hingga kami sampai di tempat lomba.

Aku dapat melihat betapa banyak orang yang datang ke acara ini, aku pikir ini hanya acara membosankan dan tidak akan seramai ini—ternyata aku salah. Kami berempat turun secara bersamaan dan segera berjalan menuju ke dalam gedung. Mr. Powell meminta kami untuk menunggu sesaat selagi dia kembali mendaftarkan ulang kami di meja registrasi yang juga dipadati oleh guru-guru yang mendampingi anak-anak mereka di lomba ini. Aku, Jackson, dan juga Devonna berdiri di sebuah lorong yang tak kalah ramainya dengan keadaan di luar gedung. Banyak sekali pembicaraan yang berlalu lalang di udara seperti sekelompok burung seagull ketika melihatmu membawa makanan lezat di dermaga.

Aku kembali memakai earphone-ku dan lanjut mendengarkan lagu yang sebelumnya terjeda—terima kasih kepada Devonna yang melakukan itu. Aku menyandarkan tubuhku pada dinding putih di belakang tubuhku dan melipat kedua tanganku di depan tubuhku selagi mataku melihat orang-orang yang berlalu lalang di depan kami. Sesekali sekelompok wanita dari sekolah lain, berjalan melalui kami dan kemudian mereka berbisik kepada teman di sebelahnya dengan arah pandang mata mereka ke arahku.

Aku melepaskan salah satu earphone-ku, "Mengapa semua wanita melihatku seperti itu?" tanyaku jengkel.

Devonna menoleh ke arahku. Dia menaikkan kedua alisnya dan menatap tubuhku dari atas ke bawah dengan cepat. "Mungkin setelah lomba ini selesai kau harus segera megunci kotak surat di rumahmu, karena jelas... anak perempuan di sini baru saja menjadi penggemar beratmu." Jelas Devonna dan dia terkikih pelan.

Why Don't We? [alternative version NKOTS]Where stories live. Discover now