Babak Dua: Permintaan Maaf

Start from the beginning
                                    

"Fuck!"  lirihku dengan gemetaran dan kesakitan

"Hey... jaga bahasamu anak muda." Ucap Hailee sembari terkikih. "Don't ask, aku terjangkit virus pembina itu." Jelasnya.

"Itu perih sekali, geez!"

"Ya... aku tahu itu. Makanya aku sangat suka ketika melakukan ini. Aku sangat senang melihat wajah orang yang menderita. Apa Devonna yang membersihkan lukamu di dalam sana? Dia melakukannya cukup bagus." Puji Hailee

"Ya... dia mengerti banyak hal dan jujur saja, dia begitu berguna di dalam sana."

"'Tentu saja, kau bersyukur bisa satu kelompok dengan orang pintar seperti itu!" tukas Haile.

"Joey Alexander!" Seru Pembina dan kepala sekolah kami yang masuk ke dalam tenda secara bersamaan.

Aku dan Hailee menoleh. "Dia selamat, gentleman." Lirih Hailee dan kemudian dia kembali membalutkan perban baru dengan obat di kaki ku.

"Kalian sangat mengkhawatirkan seluruh orang. Aku senang kalian bisa kembali dengan selamat." Jelas kepala sekolahku.

"Bagaimana kalian bisa tersesat? Apa petanya terlalu susah untuk diikuti?" Tanya Pembina pramuka kami.

"Sepertinya... aku tidak tahu. Aku hanya mengikuti apa yang dituliskan pada peta." Balasku dan aku merogoh saku celanaku. "Ini petanya, maaf jika kondisinya sudah buruk." lanjutku sambil merentangkan tanganku ke arah pembina.

Pembina kami mengambil peta itu dan melihat isi peta tersebut. Dahinya berkerit, "Ini bukan trail yang direncanakan." Jelasnya.

"Apa maksudmu?" tanyaku melihat mereka berdua.

"Kertasnya juga berbeda." Lanjutnya dan kini ia melihaktu. "Seseorang mengganti peta kalian, Alexander." Jelasnya.

"Seseorang menyabotase acara ini?" Tanya kepala sekolahku. "Aku akan segera memberikan pengumuman kepada anak-anak."

Pembina dan kepala sekolahku segera berjalan keluar tenda. Aku hanya terdiam melihat mereka dan kemudian mengalihkan pandanganku sambil terdiam memikirkan siapa yang melakukan ini semua.

"Kau istirahat di sana saja, biar aku bisa memantau lukamu." Balas Hailee.

Aku hanya mengangguk dan merebahkan tubuhku di kasur. Malam harinya, aku mendengar anak-anak yang tertawa di luar tenda. Jujur saja aku ingin sekali keluar karena tenda ini begitu membosankan, tapi Hailee memerintahku untuk terus berada di sini—dalam pengawasannya. Kini dokter punk itu sedang mendengarkan lagu sambil membaca novel horror. Perhatianku terlaih ke arah pintu tendah, melihat Devonna yang baru saja masuk membawa satu mangkuk di tangannya. Dia duduk di sebelahku.

"Aku pikir kau kesepian di sini dan aku akan menemanimu." Jelasnya.

Aku menggeleng kepalaku pelan. "Keluarlah, kau tidak akan tahan di sini—sangat membosankan. Lebih baik kau bercumbu mesra dengan Ryan."

"Tidak, aku akan menemanimu saja. Lagi pula aku sudah sangat handal dalam mengatasi masalah kebosanan." Jelas Devonna lalu ia memberikan aku mangkuk yang berisi sup ayam hangat di tangannya itu. "Di luar ada api unggun dan anak-anak makan sup bersama... aku hanya tidak ingin di sana saja sekarang. Lagi pula kau adalah alasan yang sempurna untukku menghindari acara sosial seperti itu."

"Kau tidak menghindar dari acara sosial itu. Kau menghindar dari Ryan." Lirihku.

"Mendengar nama Ryan, telingaku jadi panas." Lirih Hailee. "Ada apa antara kalian berdua?"

"Tidak ada apa-apa... aku hanya butuh ketenangan, aku butuh menjauh dari dirinya sebentar saja. Ada beberapa hal di pikiranku sekarang." Jelasnya. "Tolong, aku hanya ingin sendiri saja untuk sesaat dan melakukan hal berguna seperti menemanimu."

Why Don't We? [alternative version NKOTS]Where stories live. Discover now