Babak Dua: Kamping

Mulai dari awal
                                    

"Untuk apa aku membawa jaket dan scarf jika aku membawa penghangat tubuh pribadiku bersamaku? Aku yakin kau akan menyelinap ke tendaku ketika malam dan memeluk tubuhku dengan erat. Aku tahu itu."

Ryan tertawa dan kemudian dia menarik tubuhku mendekati dia. Kini kami saling menatap satu sama lain. Goresan senyuman tipis terlihat di wajahnya, mata hijaunya melihatku dengan hangat. "Jangan beri tahu siapapun tentang itu, cukup kita saja yang tahu." Lirihnya.

Aku tersenyum dan sedetik kemudian, bibir kami saling berpautan. Bibirnya yang semerah plum itu terasa manis di atas bibirku. Tangannya menyetuh pinggulku dan satunya lagi menyelinap di balik setiap juntai rambutku. Aku mendorong tubuhku, perlahan pautan bibir kami terlepas. Tanganku memegang pipinya dan mata kami kini saling menatap sendu satu sama lain.

Aku menghela nafas panjang, "Baiklah, tapi boleh aku membawa two bags of doritos??" Tanyaku dengan senyuman besar dan kedua alis yang terangkat.

"Asal kau memakai ini." Lirihnya dan memakaikan aku scarf merah miliknya.

Ryan kembali tersenyum dan kami kembali berciuman untuk beberapa detik sebelum kami bergegas menuju parkiran bus, di mana banyak anak-anak yang sudah berbaris sesuai kelas mereka masing-masing. Aku dan Ryan berjalan berdampingan, dengan tangan yang saling menggenggam satu sama lain. Suara keramaian dan teriakan pembina pramuka sekolah terdengar nyaring.

"Halo, lovebirds." Olivia mendatangi kami dengan membawa tas yang begitu besar, dia juga memakai jaket yang tebal. Ya hari ini sangat dingin karena baru saja turun hujan yang begitu besar dini hari dan bahkan sekarang langitnya masih mendung serta gerimis masih menemani kami. "Kalian siap untuk trip ke West Virginia hari ini???!"Seru Olivia dengan semangat.

"Kalian memang sahabat, banyak sekali membawa makanan." Tukas Ryan dengan keanehan kami.

"Maka dari itu, aku berpikir sebenarnya Devonna lebih cocok berpacaran denganku." Jelas Olivia kemudian dia mengedipkan matanya ke arahku.

"Heii!!" Seru Mr. Gardner yang masih sama seperti biasa, mabuk dan jalannya sempoyongan. "Apa kalian tidak mendengar. Cepat berbaris sesuai kelas kalian." Serunya kepada kami bertiga.

Aku mendesah sedikit kesal, "Aku tidak ingin mencium bau surga dari mulutnya." Jelasku kemudian aku melepaskan genggaman tangan Ryan. "Baiklah, sampai jumpa nanti di perkemahan."

Aku dan Ryan saling berciuman. Olivia meringis jijik, "Huek."

Kami kemudian berpisah, Ryan menuju busnya dan aku serta Olivia menuju bus kami. Ketika berjalan mendekati bus, aku sempat bertatapan dengan Joey yang membawa barang bawaan sedikit. Joey melihatku, dia hanya menatapku seperti biasa, datar dan sedikit ada rasa kesal sebelum dia mengalihkan wajahnya dan masuk ke dalam busnya.

Ketika aku memasuki bus, suasananya seperti berada di tengah medan perang antar ras di Amerika tetapi ini pasca perang dan semua orang kini bersahabat. Anak kulit hitam melakukan serenade kepada cewek keturunan Italia yang sedang duduk manis dan tersipu dengan paduan suara dadakan yang bisa saja memenangkan American Got Talent itu. Kemudian beberapanya ada yang berbicara satu sama lain. Aku dan Olivia duduk bertiga dengan salah satu teman kelas kami yang tak begitu aku kenal.

"Baiklah semuanya, kita akan segera bersiap untuk berangkat menuju Monongahela National Forest. Apa kalian sudah menyiapkan segala keperluan?"

"Yaaaa!!!" Seru kami bersamaan dan paduan anak suara lelaki itu tentu saja menambahkan irama dan membuat kami tertawa.

"Maaf-maaf." Suara perempuan yang baru masuk mengheningkan suasana seketika.

"Teman-teman Regina George campuran Voldemort itu satu bus dengan kita." Lirihku.

Why Don't We? [alternative version NKOTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang