"Udah." Kinara tersenyum kecut. "Gue udah tahu. Udahlah, jangan dibahas. Gue lagi gak mau bahas." Debi yang baru datang jadi tidak enak. Ditambah lagi ia mendapat tatapan kode dari Alika bahwa Kinara sedang tidak dalam keadaan baik.

"Sorry, Kin. Gue gak maksud gimana-gimana."

"Enggak, udah gak apa-apa. Gue cuman lagi gak mau bahas aja. Ya udah, masuk yuk." Debi dan Alika sama-sama mengangguk kaku. Keduanya sama merasa tidak enak dengan Kinara.

Sesampainya di kelas, Kinara berpapasan dengan Ginta. Mood-nya yang sudah buruk jadi terasa semakin buruk karena teringat dengan ucapan Alika tadi.

Katanya mantannya itu masih mau sama Aldo.

Mantannya masih mau sama Aldo.

Masih mau sama Aldo.

Ucapan itu terus terngiang-ngiang di kepala Kinara. Siapa pacar yang tidak akan terpikir kalau pacarnya masih diterror oleh mantan?

"Hai, Kinara!" sapa Ginta dengan ceria membuat Kinara hanya membalasnya dengan tersenyum kecil. "Hai juga, Debi, dan?"

"Alika." Dengan pekanya Alika langsung memperkenalkan diri membuat Ginta mengangguk mantap.

"Oh, gue Ginta." Alika hanya mengangguk kecil.

"Yuk masuk," ajak Ginta masih dengan nada cerianya, diangguki oleh Kinara, Debi, dan Alika kompak.

"Mukanya sih songong gitu, ya," bisik Alika kepada Debi yang masih terdengar jelas oleh Kinara.

"Gue dari awal juga kurang gitu suka sih." Alika mengangguk setuju.

"Sttt! Kalian ini! Udah, jangan ngomong gitu terus." Keduanya langsung terdiam.

"Oh, iya, Kinara. Sorry banget, ya kalau kemaren gue pulang sama Aldo." Tanpa bersalah, Ginta kembali membahas masalah kemarin dengan tampang yang sama sekali tidak ada raut meminta maaf. "Gue juga udah kebiasaan pulang bareng dia gitu, kan. Jadinya keterusan. Untungnya Aldo masih mau anter gue pulang. Dan, untungnya dia masih inget jalan ke rumah gue. Masih akrab juga sama nyokap." Kinara merasa telinganya sudah panas mendengarkan ocehan Ginta.

"Eh, sorry, ya, Kin. Gue hadi keterusan flashback gini." Ia malah menyeringai lebar. Seperti disengaja. "Habisnya kenangan gue sama Aldo banyak banget sih.." Debi yang nampak sudah tidak tahan langsung menggebrak meja.

"Lo itu lama-lama ngelunjak, ya! Bisa mikir gak sih?! Sadar diri lo siapa, Kinara siapa!" Bukannya takut, Ginta malah tambah menyeringai. Kali ini alisnya terangkat sebelah.

Alika ikut berdiri, berusaha menenangkan Debi. Sebenarnya dia sendiri juga sudah tidak tahan dengan sikap Ginta. Namun, ini masih area sekolah. Mau tidak mau ia harus berusaha menahan diri.

"Sabar, Deb. Ini masih area sekolah.." Debi menepis tangan Alika yang memegang pundaknya.

"Lo gila aja! Ini anak makin lama makin ngelunjak. Seenaknya ngomong flashback-flashback-an. Gak mikir apa di sini ada pacarnya! Sadar diri kali!" lanjut Debi membuat Kinara semakin menunduk. Bukan takut. Tapi ia tengah berusaha menahan agar emosinya tidak meledak. Ia sendiri tidak tahan, sangat tidak tahan dengan sikap Ginta yang seenaknya itu.

"Gue kan udah bilang maaf. Namanya keceplosan." Debi malah terkekeh meremehkan mendengar jawaban Ginta yang kelewat enteng.

"TAPI WAJAH LO BERKATA LAIN! WAJAH LO MALAH BILANG LO SENGAJA! LO SENENG UDAH BERHASIL NGOMONG KAYAK GITU, SIALAN!" Emosi Debi memuncak. Teriakannya yang begitu tiba-tiba berhasil membuat seisi kelas terdiam.

"Kok lo ngegas sih? Santai aja kali! Kinara aja biasa. Kenapa jadi lo yang ngomel-ngomel?!" Ginta kini sudah ikut berdiri berhadapan dengan Debi.

Debi melipat kedua tangannya menyila di depan dada. "Gue menyuarakan isi hati Kinara yang dari tadi dia tahan!" Ginta memutar bola matanya tak suka.

Ketos VS Waketos [SUDAH TERBIT]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz