Why You - 45

7.9K 360 19
                                    


Haruna hanya duduk di depan televisi di ruang keluarga. Ya, hanya duduk dan menyaksikan beberapa acara musik pada televisi.

Ini semua gara-gara suaminya. Lelaki begitu serakah dengan membiarkan dirinya tidak bisa beraktifitas dengan baik.

Dan lagi, Lusy juga seolah bersekongkol dengan Davian. Setiap Haruna ingin bergerak dari duduknya, wanita itu tergopoh-gopoh menghampirinya dan bertanya apa yang ia perlukan.

Lihat, betapa serakahnya Davian. Lelaki itu tidak tahu bahwa ia sangat bosan hanya duduk dan menonton televisi saja. Sedangkan koleksi bukunya belum ada yang baru dan seketika saja ia ingin ke toko penyewaan novel agar ia bisa membaca sepuasnya di sana.

"Hah, sangat bosan," gerutu Haruna. Ia memeluk bantal sofa dengan erat sementara kakinya ia naikan pada sofa.

"Hei, cantik," sebuah suara membuat Haruna menoleh. Kemudian senyum pada bibirnya berkembang.

"Arvon!" serunya senang, ia menurunkan kakinya dan meletakan bantal sofa di sampingnya.

"Aku bawa cemilan rumput laut," Arvon mengangkat kantong di tangannya.

"Mau," mata Haruna berbinar, membuat Arvon tertawa lepas dan segera duduk di samping Haruna, lalu meletakkan kantong pada pangkuan Haruna.

"Kau seperti anak kecil ketika melihat makanan kesukaanmu," ujar Arvon bersidekap dada.

"Hehe, tentu saja senang. Apalagi ini gratis," kata Haruna. Segera saja ia meraih satu bungkusan dari kantong. Merobek bungkusan itu lalu cepat melahap lembaran tipis rumput laut. "Lagipula Davian tidak pernah membelikan aku makanan kesukaanku." lanjutnya di sela kunyahannya.

"Enak?" tanya Arvon. Haruna menjawab dengan anggukan. Perempuan menyodorkan satu lembaran padanya, namun ia menolak dengan gelengan. "Jangan berharap Davian akan membelikan kau makanan seperti ini. Dia itu kan lelaki tidak peka, kaku dan bodoh." ejeknya.

"Ar, kalau sampai Davian mendengar kau berkata seperti itu, aku yakin kalian akan berakhir dengan babak belur. Dan aku tidak suka ketika kalian melayangkan tinju satu sama lain," ujar Haruna seraya menghela napas.

"Kau tidak usah cemas. Kami bahkan dulu pernah hampir meregang nyawa," ucap Arvon dengan santai.

Sementara santainya Arvon, Haruna malah langsung melotot kaget dengan mulut terbuka lebar. Hal itu tentu saja membuat Arvon tergelak keras, sampai-sampai lelaki itu menekan perutnya yang sakit akibat tertawa.

"Biasa. Kenakalan khas remaja yang masih dalam emosi meledak-ledak. Namun sampai sekarang pun kami masih tetap bermain keras jika ada yang salah jalan." ujar Arvon sambil mengangkat bahunya santai.

Haruna kesal dan memukul bahu Arvon keras. Arvon itu orang yang supel dan ada kalanya lelaki itu juga bisa bersikap datar serta tegas secara bersamaan. Namun Haruna sangat nyaman jika sudah mengobrol dengannya. Arvon juga sangat baik dan suka membelikan Haruna makanan. Tidak seperti Davian yang pelit dan egois serta bertindak sesukanya.

"Terserah kalian saja. Aku tidak mau ikut campur," gerutu Haruna. Ia kembali melahap cemilannya.

Arvon tersenyum kecil.

"Aku sudah mendengar kejadian kemarin. Aku bersyukur kau tidak apa-apa," ucap Arvon. "Lalu bagaimana dengan temanmu?"

Haruna berubah murung, "Mischa terluka di punggungnya. Kalau tidak ada Mischa, pasti aku yang akan terluka. Karena memang sasaran Viona adalah aku, bukannya Mischa."

Arvon menghela napas, "wanita itu memang tidak benar, hanya saja Davian yang bodoh karena terjerat tipu muslihatnya. Kabar gembira ketika Davian mengakhiri hubungan mereka. Dan lihat buktinya, dia bahkan berani ingin menyakitimu. Aku harap si bodoh itu bisa bertindak dengan benar kali ini."

"Hah, aku tidak masalah Davian bertindak apapun asalkan jangan melibatkan aku, tapi akhir-akhir ini Davian berubah semakin egois dengan melarangku ini itu," gerutu Haruna kesal.

"Haha, itu sebuah pertanda, Haru. Pertama, jika Davian sudah mengizinkan kau masuk wilayah pribadinya, itu tandanya kau sudah berhasil menyelinap ke dalam hatinya. Kedua, jika Davian mulai bersikap egois dengan segala aturan yang dia keluarkan, itu tandanya kau seseorang yang spesial dan terakhir yang ketiga...," Arvon mendekat dan berbisik pada Haruna. "Ketika dia sudah menghabisimu di atas ranjang pribadinya, itu tanda kau sudah menggenggam hatinya."

Sontak saja seluruh tubuh Haruna memanas, aliran darahnya terasa bergerak cepat baik menuju pipinya sehingga menciptakan semburat merah yang sangat kentara dengan kulit putih bersihnya.

"Menjauh dari istriku!" suara berat itu menginterupsi Haruna dan Arvon.

"Oh, hai sepupu. Kau terlihat semakin bersinar setiap hari. Apa ini karena kau dan Haruna sudah...," Arvon sengaja mengantung kata-katanya.

"Tutup mulutmu dan pergi dari rumahku!" ancam Davian.

"Ck, kau tidak asik, sepupu. Ya sudah, sebaiknya aku pergi saja, Haru. Kalau tidak, mungkin bukan hanya hidungku yang patah, tapi kepalaku juga bisa bocor jika si banteng mengamuk," Arvon berkata disela tawanya. Puas sekali melihat wajah bodoh Davian. "Selamat tinggal, Haruna. Aku selalu menyayangimu!" ia segera berlari pergi sebelum Davian benar-benar menghabisinya.

Davian mendengus kesal. Menatap kepergian Arvon dengan tidak rela. Ya, dia tidak rela jika Arvon keluar selamat tanpa mendapatkan hadiah manis darinya. Sayangnya sepupunya itu sudah sangat mengenal dirinya.

Lalu Davian menoleh pada Haruna. Keningnya berkerut heran saat melihat jelas rona pada pipi istrinya itu.

Dasar Arvon sialan umpatnya dalam hati.

"Jadi, beritahu aku apa yang Arvon katakan padamu?" tanya Davian. Ia duduk sengaja merapat pada Haruna.

Haruna tersentak dan kala sadar posisinya terlalu dekat, ia mencoba menghindari, sayang gerakannya sangat mudah Davian tebak.

"Jadi," bisik Davian.

Haruna merasa risih, lalu mendorong Davian menjauh, "tidak ada yang Arvon katakan."

"Mencoba berbohong?"

"Tidak!" seru Haruna. "Dia hanya, dia hanya membelikan ini untukku." lanjutnya serta mengangkat bungkusan cemilan.

Davian mendengus. Ia tahu jika Haruna berbohong.

"Kau tau, jika seorang pembohong harus di hukum!" ujar Davian tepat di depan wajah Haruna.

Wajah bingung Haruna berganti kaget saat mulut Davian membungkam bibirnya dengan ciuman sensual dan panas. Membuat Haruna kelabakan dan mencoba menghindar, namun Davian bukan seseorang yang mudah di tolak.

Pada akhirnya Haruna pasrah dan ia baru bisa menghirup udara setelah menit kesekian saat Davian melepaskannya.

Belum cukup Haruna meraih oksigen dan belum juga reda dari rasa ciuman Davian pada bibirnya, ia memekik kaget karena Davian mengangkat tubuhnya menuju ke kamar.

"Davian, kau mau apa?" tanya Haruna takut.

"Istirahat,"

Jawaban Davian tentu saja membuat Haruna lega. Namun ia baru saja mengingat sesuatu.

"Davian, bukannya tadi Arvon mengatakan 'selamat tinggal', bukankah seharusnya sampai jumpa?" tanya Haruna.

Davian menjawab, "iya. Pada akhirnya dia akan melepaskan dirinya."

"Maksudnya?"

"Kau tidak perlu tau," jawab Davian, ia menunduk untuk mengecup singkat bibir Haruna.

.

.

.

Davian menatap Haruna yang sudah terlelap di samping saat sebuah pemberitahuan email masuk pada ponselnya.

Dan, rahang lelaki itu mengeras saat membaca isi email yang ia terima terasa tidak masuk akal.

TBC

Haloo, Davi-Haru updet lagi.

Jangan lupa vote serta komentar ya.

Btw, cerita Arvon udah aku publish loh. Ayo ramaikan lapaknya Arvon. Kalian bisa cek langsung di work aku.

Makasih

Why You? 🔚Where stories live. Discover now