Why You - 31

7.8K 387 5
                                    

Awas typo!!!

"Sudah selesai?" tanya Davian setelah kembali dari toilet. Pria itu mengamati Haruna yang sibuk mengelap bajunya, sepertinya ketumpahan minunan. "Ada apa dengan bajumu?"

"Oh, tadi tidak sengaja aku menabrak seseorang," jawab Haruna singkat.

"Hal seperti ini yang tidak aku inginkan, maka dari itu aku menempatkan beberapa bodyguard untuk mengawasimu!" ujar Davian.

"Ini hanya sake, jangan berlebihan!" bantah Haruna.

"Hari ini sake, besok apa? Racun?" tanya Davian.

"Aku baru tau ternyata kau suka berprasangka buruk," ucap Haruna.

"Itu hanya antisipasi!" bela Davian.

"Terserah kau saja. Aku pergi." Haruna melangkah meninggalkan kedai, sementara Davian mengikutinya dari belakang.

Namun Haruna merasakan lengannya di tarik. Tentu saja pelakunya adalah Davian.

"Ada apa lagi?" tanyanya.

"Pulang bersama!" bukan sebuah ajakan namun menjurus ke perintah.

"Aku harus berbelanja hari ini,"

"Berbelanja? Tidak seperti biasanya!" tanya Davian heran.

"Sebentar lagi musim dingin, aku memerlukan pakaian hangat untuk anak-anak," jelas Haruna.

"Anak-anak? Kau memiliki anak?" tanya Davian terperanjat.

"Bukan aku, tapi anak-anak panti milik Arvon,"

"Anak panti? Setahu aku Arvon tidak pernah memilik panti,"

"Karena kau terlalu sibuk dengan urusanmu sendiri, makanya kau tidak tahu."

Davian mendengus.

"Lagipula apa yang sedang merasukimu? Kau sangat aneh beberapa hari ini dan kau lebih cerewet dari pada biasanya," kata Haruna.

"Apa masalahnya dengan itu?"

"Aku hanya tidak terbiasa menghadapimu yang berbeda. Lebih mudah menghadapimu yang dingin dan tidak banyak bicara," Haruna memasuki toko pakaian untuk anak-anak.

Ia mulai memilih beberapa pakaian khas musim dingin, dari ukuran kecil, diperkirakan untuk anak berusia tiga tahun dan lima tahun dan ada beberapa baju untuk anak usia sekolah dasar.

"Ah, mereka pasti sangat lucu dengan baju ini," guman Haruna kecil, namun senyum terukir pada bibirnya. Hal itu tentu saja dapat Davian lihat dengan jelas.

Haruna tampak berbeda jika sedang melakukan apa yang dia inginkan. Berbeda dengan hari-hari lalu yang Davian temukan hanyalah Haruna yang lebih banyak bungkam, apalagi saat sedang di kantor. Di rumah, tentu saja ia jarang pulang, karena lebih memilih di apartemen.

"Aku bingung, ini bagus dua-duanya. Davian, menurut kau mana yang bagus?" tanya Haruna menyodorkan dua buah dress mungil berwarna biru muda dan pink.

Ia jadi membayangkan memiliki seorang bayi. Astaga, ada apa denganku gumannya dalam hati.

Haruna masih menanti jawaban dari Davian, namun pria itu malah bungkam dengan mata tertuju pada dress di tangannya.

"Aku rasa yang biru muda yang bagus," pada akhirnya Haruna lelah menunggu jawaban dari Davian. "Kau kenapa? Kalau tidak ingin di sini lebih baik pulang saja. Karena hari ini aku akan menginap di panti."

"Menginap?" tanya Davian dengan kening berkerut. "Kau sering melakukannya?"

Haruna mengangguk, "cukup sering. Arvon pertama membawa aku ke sana sekitar tiga bulan lalu dan aku rutin menginap di panti sebulan dua kali. Hei, mustahil kau tidak tau, mengingat kau sering menyuruh seseorang untuk membuntuti aku."

Davian berpikir, tiga bulan yang lalu tepat saat Viona datang. Mungkin dia terlalu sibuk bersama Viona sampai melepaskan pengawasan pada Haruna.

"Kau tau, aku sangat senang ketika Arvon mengajak ke panti. Di sana aku bertemu anak-anak yang manis dan lucu. Mereka berjumlah tiga puluh orang, berusia sembilan tahun satu orang, berusia tujuh tahun empat orang, berusia lima tahun dua puluh orang dan berusia tiga tahun ada lima orang. Sangat menyenangkan berada di antara mereka yang bahkan tidak tau orangtuanya, tapi pengurus panti sangat baik dan ketika di sana aku ingin berlama.

"Arvon selalu menyisihkan gaji dua puluh lima persen untuk anak-anak dan aku juga termotivasi, bahkan ketika aku Arvon melarang aku tetap memberikan gajiku untuk anak-anak sebesar tujuh puluh lima persen. Walaupun tidak sebanyak jumlah yang Arvon berikan, tapi itu cukup berarti untuk anak-anak." ceritanya. "Hei, jangan bilang-bilang pada Arvon, karena hanya bendahara panti yang tau hal ini dan... Kau." bisiknya kecil, seolah-olah Arvon bisa saja mendengar kata-katanya.

Davian terdiam. Ia tidak menyangka jika hal kecil baginya namun bisa membuat Haruna bersemangat. Ia juga dapat melihat ketulusan gadis itu saat berbicara tentang anak-anak.

Ia terus terdiam sambil memperhatikan Haruna yang sibuk berbicara pada pelayan toko untuk meminta saran dan sesekali menilai pakaian yang di sodorkan.

Ia terus bungkam, berpikir tentang Haruna dan Arvon yang menjadi buah bibirnya, sampai gadis itu selesai berbelanja dan berniat menuju panti setelahnya.

.

.

.

"Seharusnya kau tidak perlu ikut tadi," ujar Haruna ketika mereka memutuskan untuk menghangatkan diri di sebuah restoran pinggir jalan karena hujan dan angin cukup kencang. Mereka takut badai tiba-tiba datang, maka dari itu lebih baik mereka beristirahat sejenak. Perjalanan ke panti membutuhkan waktu kurang lebih dua jam, dan satu jam perjalanan tiba-tiba hujan lebat turun. "Kau basah."

"Kau juga," ujar Davian. Mereka duduk bersisisan, karena banyak juga yang menunda perjalanan. Restoran sangat penuh.

Tadi saja Davian kesulitan menemukan tempat untuk memakirkan mobilnya, makanya ia mendapatkan tempat cukup jauh dari restoran dan ia tidak memiliki payung dalam mobil. Mereka memutuskan untuk berlari sehingga baju keduanya basah.

"Kemungkinan hujan akan lama," guman Haruna, matanya memperhatikannya suasana di luar yang mulai gelap.

"Bukan masalah, asalkan jangan sampai badai," ujar Davian. Ia melihat Haruna seperti kedinginan. Ia melepaskan jasnya dan menyelimuti bahu Haruna.

Haruna menoleh pada bahunya yang di mana terdapat jas Davian, "terima kasih." ujarnya tersenyum pada Davian.

Davian sejenak terpana. Haruna yang basah dengan secangkir latte hangat di tangannya dan di tambah senyuman pada bibirnya membuat perut Davian terasa di gelitiki.

Tapi katanya yang ia temukan di kepalanya adalah kata indah.

"Seharusnya hari ini aku pergi bersama Arvon, tapi kemarin dia terbang ke Hongkong karena ada masalah di sana. Tapi aku tetap berterima kasih padamu karena sudah mau ikut walaupun semestinya kau tidak perlu melakukannya," ujar Haruna sambil kembali menatap ke luar restoran. "Ah, aku jadi membayangkan hangatnya berada di rumah panti, eh maksud aku, rumah yang khusus Arvon bangun untukku." lanjutnya.

"Kau senang sekali ketika membahas tentang Arvon," nada suara Davian terdengar berbeda di telinga Haruna.

Haruna hapal betul dengan nada dingin dan datar itu. Karenanya ia segara menoleh pada Davian, "kau marah?" ia menatap mata pria itu.

"Apa aku terlihat marah?"

"Kau... Terlihat lebih dari sekedar marah,"

"Ya, itu karena nama Arvon selalu keluar dari mulutmu. Jadi hentikan hal itu!"

"Davian, untuk apa aku berhenti. Ketika bersama Arvon memang selalu mengasikan dan..." Haruna kehilangan kata-kata ketika Davian menarik tengkuknya dan membenturkan bibir mereka. Sontak ia terkejut bahkan sampai Davian menjauh bibirnya.

"Aku akan melakukan hal itu ketika kau menyebut nama Arvon kembali," bisik Davian.

TBC

Akhirnya aku bisa update lagi. Makasih bagi yang masih mau nunggu Why You? ❤❤❤

Why You? 🔚Where stories live. Discover now