Why You - 37

7K 339 13
                                    


Haruna melangkah gontai. Keluar dari gedung Jade Company dengan wajah murung. Cassie sudah pamit pulang duluan karena ada urusan keluarga.

Padahal hari ini seharusnya Haruna senang. Iya, seharusnya ia senang karena Davian mempunyai jadwal meeting di luar sampai jam kantor berakhir.

Itu tandanya Haruna bisa bebas dari segala aturan dan perintah Davian. Ia juga bisa pulang cepat tanpa embel-embel paksa atau perdebatan.

Namun ia sangat sedih. Ini menyangkut panti dan para penghuninya. Sebenarnya hari ini ia ingin mengajak Arvon bertemu dan membicarakan masalah serius seperti ini, tapi Arvon tidak bisa di hubungi. Mungkin saja lelaki itu masih di Hongkong dan masalah yang dia hadapi di sana belum selesai.

Dari saat panti sudah rata, Haruna mencoba menelepon Arvon, mengirimi lelaki itu puluhan pesan, tapi tidak ada jawaban bahkan balasan pesan dari Arvon.

Haruna harus bagaimana? Hatinya begitu kalut memikirkan anak-anak serta para pengurus panti. Sampai saat ini tidak ada kabar dari mereka.

Sekarang saja ingin rasanya ia menangis keras, tapi ia malu. Ini tempat umum, terlebih lagi masih dalam area Jade Company.

Jika ia pulang sekarang, pasti di rumah akan sepi dan Haruna akan selalu terpikir permasalahan panti. Ada baiknya ia ke toko buku dan membeli beberapa novel lalu membaca novel di taman sambil menunggu matahari terbenam.

.

.

.

Langkah Haruna perlahan, matanya menelusuri beberapa rak novel. Ia sangat suka genre komedi romantis dan fantasi, namun jika film Haruna sangat suka genre sci-fi dan action.

Cukup lama Haruna mencari sambil membaca Sipnosis beberapa novel sampai akhirnya matanya Haruna tertuju pada sampul berwarna putih dengan tulisan Dandelion sebagai judulnya.

Haruna ingat, ini adalah novel yang sedang best seller sekarang. Novel komedi romantis yang akan segera di angkat dalam sebuah film tahun depan.

Ketika tangan Haruna ingin meraih novel itu, saat itu juga sebuah tangan lain menarik novel itu dari arah seberang. Haruna mendesah pelan. Padahal ia ingin novel itu karena sepertinya cuma tersisa satu buku saja.

"Kau?" sebuah suara menyadarkan Haruna, ia segera menoleh dan mata mereka bertemu. Kalau tidak salah perempuan di jalur rak seberang adalah perempuan yang sama yang menabraknya di restoran.

"Hai," sapa Haruna dengan senyum kecil.

"Oh, hai. Masih ingat aku?" tanya perempuan itu.

Haruna mengangguk.

"Aku Mischa. Kau," tangan ramping dan halus itu terulur melewat celah rak buku.

"Miura Haruna," jawab Haruna sopan dan menyambut uluran tangan Mischa.

"Wajahmu khas Asia, tapi aku baru tau kau dari Jepang, setelah mendengar margamu," ucap Mischa. "Emm, bisa kita bicara di luar? Aku masih berhutang padamu."

Sejenak Haruna berpikir. Ia ragu, karena Mischa adalah orang asing baginya. Tapi menambah teman tidak ada salahnya bukan.

Kemudian Haruna mengangguk dan Mischa berjalan menuju kasir untuk membayar novelnya sementara Haruna menunggu di dekat pintu toko.

"Ayo, aku ingin mentraktirmu," ajak Mischa setelah mereka keluar dari toko.

"Eh, tidak perlu. Itu kan karena tidak sengaja. Aku maklum." tolak Haruna halus.

"Jangan seperti itu. Aku semakin merasa bersalah. Lagi pula aku juga tidak mengganti bajumu. Seharusnya waktu itu aku membelikan kau baju ganti, tapi aku sedang buru-buru." kata Mischa.

Why You? 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang