Why You - 44

7.3K 326 10
                                    


Tidur perempuan itu terganggu karena beberapa kecupan di daratkan pada seluruh wajahnya, namun ia berusaha mengabaikan tindakan sang pelaku karena matanya masih terasa berat untuk di buka.

Lalu, aroma parfum lelaki yang sangat ia kenal merasuki indera penciumannya. Membuat ia tersenyum samar dan mencoba membuka matanya perlahan. Walaupun buram, ia masih sangat mengenal sosok yang duduk di sisi ranjang.

"Pagi," sapa sang lelaki, lalu sebuah ciuman melekat pada bibirnya.

Haruna, perempuan itu tersenyum dan membalas sapaan Davian. Tapi saat dirinya ingin berpindah posisi, ia langsung berdesis kesakitan.

Seolah potongan puzzle, memori ingatan otaknya tertuju pada kejadian malam. Ia begitu kaget karena Davian masuk tanpa pemberitahuan ketika dirinya sedang mandi. Bodohnya ia sampai tidak sadar kalau lupa mengunci pintu kamar mandi karena pikirannya tertuju pada kejadian penusukan Mischa.

Ia menjerit ketika Davian melangkah menuju dirinya dan ikutan bergabung bersamanya di bawah guyuran shower. Tapi ternyata ada tujuan lain dengan ada Davian di kamar mandi. Mereka bercinta dengan panas.

Davian benar-benar bisa membuat dirinya jatuh dalam juta gelora rasa. Lelaki itu merayu dengan bisikan kata-kata manis nan vulgar. Sentuhannya menarik Haruna pada ambang kewarasan. Dan menyiksa Haruna agar berharap lebih pada Davian.

Wajah Haruna panas memerah saat sadar dari mana rasa sakit yang mendera tubuhnya terutama bagian pribadinya. Dan bahkan semalam mereka melanjutkan di atas ranjang. Ia juga tidak ingat pukul berapa terakhir matanya terbuka karena saat kelelahan menderanya, ia langsung jatuh tertidur.

"Aku ada meeting pagi ini," jelas Davian. "Sebenarnya aku lebih memilih bergelung bersamamu di atas ranjang, tapi aku tau, kau akan pingsan ketika aku benar-benar melakukannya." godanya.

Haruna mengangguk, "sepertinya aku susah berjalan." bisiknya sambil menarik selimut sampai pada hidungnya. Ia malu setengah mati.

Davian menyeringai. Ia bergerak ke arah telinga Haruna, "memang itu tujuanku, sayang. Aku ingin kau berada di ranjang seharian. Biar Lusy yang menyiapkan semua keperluanmu." jelasnya sambil berbisik.

Haruna menatap Davian, ketika wajah lelaki itu sudah menghadap padanya. Mencoba untuk membaca tujuan Davian yang sangat membingungkan baginya. Sepasang suami istri bercinta itu wajah, tapi Haruna rasa Davian agak berlebihan. Walaupun tidak bisa ia pungkiri jika dirinya menikmati apa yang suaminya lakukan dan ia sudah menerima resikonya sekarang.

"Kau tidak ingin menjelaskan sesuatu?" tanya Haruna ragu.

"Sesuatu? Apa?" Davian bertanya balik. Ia menarik selimut Haruna sampai pada lehernya.

"Kau... Kita bercinta dan pagi ini aku sulit berjalan padahal aku berencana menjenguk Mischa hari ini," ujar Haruna.

Davian tersenyum miring, "memang itu tujuanku. Aku tidak ingin kau bertemu dengan perempuan itu untuk sementara waktu."

"Why?" Haruna tidak terima.

"Hanya saja dengarkan kata-kata suamimu, sayang!" ucap Davian.

"Bagaimana bisa ketika aku tidak mendapatkan penjelasan yang masuk akal," bantah Haruna.

"Haruna, dia bukan orang baik. Dia berbahaya untukmu," kata Davian.

"Mischa tidak!" bela Haruna. "Berbahaya dari mananya? Justru orang yang dekat denganmu malah mengancam nyawaku. Kalau tidak ada Mischa mungkin pisau itu sudah menancap pada leherku!" lanjutnya dengan emosi.

"Kau itu terlalu baik. Kau tidak akan bisa menyadari betapa banyaknya orang bersembunyi di balik topeng yang mereka ciptakan untuk menutup sisi lemah bahkan sisi cacat mereka. Bersikap manis untuk menjerat sang target dengan silat lidah. Pada akhirnya jika sang target masuk perangkap, mereka akan membawamu pada kesakitan tak berujung," ujar Davian, membuat Haruna bergidik ngeri. "Bahkan jika kau memohon untuk sebuah kematian, mereka akan semakin menjadi sampai kau mati perlahan."

Haruna terdiam sejenak memikirkan ucapan Davian. Ia sadar begitu banyak orang-orang seperti yang Davian ceritakan. Tapi dirinya hanya ingin menjenguk Mischa saja. Kenapa Davian malah membahas masalah lain

"Kau ingin bermain detektif?" tanya Haruna.

"Kau pikir aku bercanda?  Setelah apa yang aku jelaskan untuk menjaga keselamatanmu dari orang di luar sana," Davian berkata dengan rahang mengeras. "Orang yang tidak suka padaku banyak, Haruna. Ketika mereka tau kau adalah istriku, otomatis mereka akan menekanku melalui dirimu!" lanjutnya, agar Haruna paham.

"Tapi, Mischa,"

"Kau bisa memahami perkataan aku, bukan?" potong Davian.

Haruna mengangguk.

"Jadi jangan membantah!"

Haruna sekali lagi mengangguk.

"Baiklah. Aku harus berangkat," Davian menatap jam pada atas meja. "Lusy akan membantumu mandi dan sarapan."

"Davian, tidak perlu. Aku masih bisa melakukannya sendiri. Aku masih mampu bergerak menuju ke kamar mandi dan membersihkan diri," tolak Haruna.

Davian diam seraya mengembuskan napas, "hanya mandi saja. Untuk sarapan aku sudah menyuruh Lusy membawanya kemari." ia mencium kening Haruna.

Haruna tersenyum dan menatap kepergian Davian sampai sosok lelaki itu menghilang dari pandangannya.

.

.

.

Davian membacakan berkas yang disodorkan padanya. Dahinya mengernyit kala membaca deretan huruf yang tertera di sana.

Omong kosong apa yang beraninya di bawa padanya. Bagaimana catatan perempuan itu bersih, tanpa ada skandal atau kejahatan yang dilakukan.

Ia berangkat awal pagi ini bukan karena ada jadwal meeting pagi, memang ada meeting, tapi itu pukul sebelas nanti sekalian berlangsung untuk makan siang.

Tapi apa yang dia dapatkan. Sederet kata omong kosong yang membuat emosinya melonjak.

"Tidak mungkin tidak ada skandal atau apapun itu?" tanya Davian.

"Sejauh itu hanya ini yang kami dapatkan," ujar lelaki di depannya.

"Apa kerja otakmu mulai berkurang? Di sini sudah tersusun rapi rencana jahat untuk mencelakai aku dan istriku. Hanya saja perempuan itu licik sekali mengingatkan aku pada seseorang," kata Davian.

"Kecurigaan Anda selalu beralasan, tuan. Kami akan berusaha mengali lebih banyak informasi,"

"Cari sampai sedetail mungkin!" perintah Davian.

"Baik, tuan. Kalau begitu saya permisi,"

Davian menghela napas, dengan kesal ia meremas berkas tadi dan membuangnya di tong sampah.

Ia bersumpah, jika kebenarannya terungkap, ia tidak akan segan untuk membunuh. Tidak peduli jika itu lelaki maupun perempuan. Yang jelas jika ada yang berani mencoba mencelakai istrinya lagi, ia yang akan langsung turun tangan.

Cukup Viona saja yang mendapakan hukuman ringan. Bukan karena kasian, tetapi ia sudah terlanjur menyerahkan perempuan itu pada aparat. Kalau tidak, sudah ia pastikan Viona menjadi salah satu penghuni rumah sakit jiwa dengan lokasi terasingkan yang sulit di jangkau oleh orang-orang.

TBC

Why You? 🔚Where stories live. Discover now