Why You - 10

9.7K 458 6
                                    


Typo, berhati-hatilah!!

-----

"Darimana saja kau? Kenapa begitu lama sampai disini? Apa ruanganku berjarak ratusan kilo untuk kau tempuh?" tanya Davian saat Haruna sudah memasuki ruangan CEO.

Haruna mengeleng dan membungkuk meminta maaf, "maaf. Saya tadi dari kantin." Jelasnya.

Beberapa saat lalu Haruna mendapat pesan dari Davian yang menyuruhnya segera datang keruangan CEO.

Maka dari itu, secepat mungkin dia berlari meninggalkan Cassie dikantin sendirian.

Tapi saat Haruna menuju ruangan Davian, dia harus naik tangga karena lift dipenuhi oleh pegawai lain.

Saat dilantai tiga barulah Haruna bisa mendapati lift yang cukup kosong.

Dan Haruna sampai disini dengan memakan waktu cukup banyak.

"Kau sudah makan jam segini? Cih, aku saja belum makan tapi kau malah mendahuluiku!"

Haruna harus memupuk rasa sabarnya untuk menghadapi Davian.

"Maaf," Haruna meminta maaf lagi.

"Belikan aku makan siang sekarang! Ingat jangan makanan dari kantin!"

Haruna mengangguk dan bersiap berlalu untuk membeli pesanan Davian, tapi dia baru ingat jika dia tidak membawa uang banyak saat berangkat tadi.

"Ada apa lagi?" tanya Davian saat Haruna kembali berbalik menghadapnya.

"Boleh saya meminta uang karena saya hanya membawa sedikit tadi pagi," pinta Haruna.

Davian hanya berdecih kecil, meraih dompetnya dan mengeluarkan $20.00 lalu dia berikan pada Haruna.

Setelah menerima uang itu Haruna kembali berbalik dan meninggalkan ruangan Davian.

Saat sudah memasuki lift Haruna baru menyadari jika dia lupa menanyakan pada Davian soal makanan apa yang lelaki itu inginkan saat makan siang seperti ini.

Dengan cepat Haruna merogoh kontongnya, mengambil ponselnya untuk menghubungi pria itu, tapi Haruna harus tertunduk lesu karena melihat benda ditangan mati total.

Haruna merutuki kebodohannya sendiri.

Ingin rasanya Haruna berbalik menuju ruangan Davian, tapi lift yang membawanya sudah sampai dilantai dasar.

Mau tidak mau dirinya harus kembali. Beruntung mata Haruna melihat Joana yang berjalan kearahnya.

Dengan cepat Haruna menghampiri Joana.

"Jo," panggilnya dengan napas memburu.

"Nona, ada apa? Kenapa terlihat panik sekali?" tanya Joana cemas.

Haruna menggeleng cepat, "apa menu makan siang Davian?"

"Mie goreng cina dengan udang yang banyak," jawab Joana cepat. "Apa pak Davian menyuruh Anda membelikan makan siang?"

Haruna mengangguk, "iya, terima kasih,"

"Kalau begitu Anda harus bergegas. Pak Davian akan marah jika Anda terlambat. Oh ya, restoran mie cina berada selisih dua gedung dari sini."

Haruna mengangguk lagi, sebelum pergi dia berkata, "jangan panggil aku nona, tapi panggil saja aku Haruna."

Tanpa menunggu respon dari Joana, Haruna langsung melesat pergi.

.

.

.

Nasib baik memihak Haruna, karena saat dirinya sampai direstoran yang dimaksud Joana, restoran itu tidak terlalu ramai.

Mungkin lantaran ini baru memasuki jam makan siang, lebih tepatnya lima menit dari waktu yang ditentukan, makanya restoran ini belum terlalu ramai.

Langsung saja Haruna memesankan satu porsi mie goreng cina untuk Davian.

"Mie goreng cina dengan ekstra udang satu porsi, atas nama Haruna," pesannya.

Sang pelayan mencatat disebuah buku kecil, "baiklah, mie goreng ekstra udang satu porsi. Ada lagi yang Anda inginkan, nona?"

"Cukup itu saja,"

"Baiklah, silahkan menunggu ditempat yang Anda sukai. Pesanan Anda akan selesai sekitar sepuluh menit." Pelayan itu menjelaskan.

Haruna mengangguk.

Sementara menunggu, Haruna duduk sambil memperhatikan dekorasi restoran ini.

Terlihat sangat klasik dan menenangkan.

Haruna suka suasana seperti ini. Seperti suasana saat dirinya berada dirumah mereka di Tokyo.

Haruna memejamkan mata dan menghirup dalam aroma yang membuatnya rindu akan sang nenek.

Terlalu asyik dengan dunianya, Haruna tidak menyadari jika ada seorang lelaki yang menghampirinya dan duduk pada kursi seberang meja.

Gadis itu terlonjak kaget saat dia membuka mata.

Sosok tampan itu membuat Haruna terkejut.

"Hai," sapa sosok itu.

"Oh... Hai Arvon," balas Haruna dengan canggung.

Lelaki itu tersenyum.

Membuat Haruna tak pernah bosan mengagumi senyum menawan Arvon.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Arvon.

"Sedang memesan mie goreng," jawab Haruna. "Kau sendiri sedang apa disini?"

"Sama sepertimu," kali ini Arvon yang menjawab. "Kalau begitu kita makan bersama saja." usulnya.

Haruna menggeleng cepat, membuat kening Arvon mengernyit bingung.

"Itu pesanan Davian," jelas Haruna.

Arvon mengangguk paham, "baiklah, kita makan bertiga saja."

"Kalian saja yang makan bersama. Aku tadi sudah membeli makanan dikantin kantor,"

"Tidak bisa begitu. Pokoknya kita makan bersama!"

.

.

.

Dan disinilah Haruna berada. Berada di ruangan Davian.

Niatnya, setelah mengantar pesanan Davian, dia akan kembali ke departemen kebersihan, karena jam makan siang sebentar lagi berakhir.

Tapi Arvon malah menahannya. "Kau ini terburu-buru sekali, memangnya mau kemana?"

"Kembali bekerja," jelas Haruna. Dia sedikit melirik Davian.

Suaminya itu menatap tajam kearahnya. Dia bungkam sedari Haruna memasuki ruangan ini bersama Arvon.

"Bekerja?" Arvon bertanya bingung. "Me..." saat ingin bertanya lagi, mata Arvon baru menyadari jika Haruna memakai seragam khusus cleaning service. "Ayo kita makan," Arvon menarik pergelangan tangan Haruna untuk duduk disampingnya.

Sementara Davian terus melihat gerak gerik kedua orang itu dalam diam. Mata itu menajam saat sepupunya itu dengan berani menyentuh, tepatnya menarik tangan Haruna.

TBC

Why You? 🔚Donde viven las historias. Descúbrelo ahora