Why You - 38

7.7K 350 25
                                    


Jeritan Haruna tentu saja mengundang setiap mata berpaling pada mereka. Di sana di depannya, Davian berdiri dengan wajah penuh amarah, sementara Arvon masih berbaring telentang.

"Dasar Davian sialan," umpat Arvon seraya bangkit berdiri. "Hei, sepupu apa masalahmu?" tanyanya santai sambil mengusap sudut bibirnya yang berdarah.

Pukulan Davian bukan sejenis pukulan main-main. Ia tahu jika Davian menggunakan hampir seluruh kekuatan dalam sekali tinju.

"Kau masih bertanya dan detik berikutnya kau tidak akan bernapas!" ancam Davian.

Bukannya marah, Arvon malah tertawa keras, membuat Haruna berjengit heran.

"Seperti kau bisa menghilangkan nyawaku saja, sepupu." ucap Arvon dengan nada mengejek. "Well, aku tidak perlu bertanya kenapa kau tiba-tiba memukulku." dengusnya. "Haru, kemari sebentar, sepertinya urusan kita belum selesai tadi." lanjutnya dengan nada jenaka.

Haruna ingin menyuruh Arvon berhenti. Karena kata-kata Arvon menyebabkan Davian semakin marah. Haruna bisa melihat punggung Davian yang menegang dan lelaki itu bersiap menyerang Arvon kembali.

"DAVIAN!" pekik Haruna. Ia berlari dan memeluk tubuh Davian dari belakang. Perbuatan Haruna tentu membuat gerakan Davian berhenti, tapi malah Arvon yang maju dan menonjok Davian tepat di hidungnya.

"Satu sama, Dav," ejek Arvon.

Tubuh Davian limbung, hampir terjatuh dan menimpa Haruna, namun Arvon dengan gerakan cepat meraih tangan Haruna menariknya kuat dan mendorong Davian sampai sepupunya itu terjatuh.

"Ar, aku mohon," Haruna menatap Arvon dengan tatapan memohon.

"Tenang saja, dia tidak akan mati hanya mendapatkan beberapa pukulan dariku," Arvon tersenyum dan kembali menyerang Davian.

Tapi bukan Davian namanya jika mudah mengalah. Ia juga kembali menyerang Arvon.

Haruna malah sampai menangis. Ia bersyukur karena beberapa lelaki di sana menarik keduanya menjauh.

"Lepaskan aku!" desis Davian pada dua orang lelaki yang memegang lengannya. Dengan kasar ia meronta dan berjalan menuju Haruna. "Ayo, pulang!"

"Davian, lukamu. Luka Arvon," kata Haruna. Ia kelabakan. Antara ingin membantu Davian atau Arvon.

"Dia bisa mengurus diri sendiri," Davian meraih lengan Haruna dan membawa gadis itu menuju mobilnya.

"Tapi..."

"Dasar sepupu kejam. Kau mau meninggalkan aku setelah memukulku," ucap Arvon. Ia mengekori Davian dan Haruna.

"Kau ingin aku tinju lagi!" desis Davian kasar, sementara Haruna merasa was-was.

"Kita bukan anak kecil lagi, sepupu," ucap Arvon santai seolah kejadian tadi hanya sebuah permainan antar anak kecil. Dengan cepat ia masuk ke bangku belakang mobil, duduk tenang sambil bersidekap dada dan memejamkan mata.

Davian mendengus keras, "kau yang menyulutku." ia mendorong Haruna masuk ke dalam mobil. Lalu ia ikut masuk dan mengemudi meninggalkan taman kota.

Orang-orang yang tadi berkerumun melihat aksi pukul memukul keduanya sekarang memilih bubar dan kembali pada kegiatan masing-masing.

.

.

.

"Davian, duduklah. Aku akan mengobati memarmu," ucap Haruna saat ia menemukan Davian yang duduk di kursi balkon kamar mereka.

Davian tidak menjawab. Ia hanya diam bahkan ketika Haruna membersihkan memar di wajahnya dengan alkohol.

Tadi setelah menghindari rapat terakhir, ia berniat menjemput Haruna. Namun Joana berkata bahwa Haruna sudah pulang.

Why You? 🔚Where stories live. Discover now