"Bukan Happy Ending"

Mulai dari awal
                                    

Malamnya Nabilla kembali menyuguhkan menu baru, soto ayam dihidangkannya sambil menunggu Dzaki.

Hari ini Dzaki kembali sehabis isya. "Mas, makan yuk," ajak Nabilla.

"Udah kenyang Nab, aku banyak tugas nih," tolak Dzaki.

Terus saja seperti itu. Setiap hari Nabilla menghidangkan menu baru, namun sedikitpun Dzaki tak mau menyentuh apalagi memakannya. Entah, ada apa dengan Dzaki?

Sudah seminggu pula Dzaki tidur di kamar sebelah. Dan Nabilla tak berani bertanya tentang perubahan suaminya.

Semua istri pasti berharap akan bisa bersenda gurau dengan kekasih halalnya, secuek apapun sang kekasih. Tapi Nabilla jangankan bercanda dengan Dzaki, bertegur sapa ataupun saling bicarapun sekarang jarang.

*****

"Assalammualaikum, Kak Nabilla," panggil Maeda di depan pintu.

"Wa'alaikumussalam, eh Mae. Masuk," ajak Nabilla.

"Gak ah kak, aku mau ajak kakak nonton, mau gak? Aku dapat 2 tiket gratis nih, kalau ajak Kak Dzaki mana mau. Kalau aku kasih ke kalian berdua, entar akunya gak bisa nonton. Jadi kita aja deh ya. Mau ya kak," ucap Maeda panjang lebar.

"Ok, boleh. Tapi masuk dulu. Tunggu kakak ganti baju dulu dan nge-chat kakakmu."

"Ehem, sekarang udah akur ya." Maeda meledek Nabilla dengan tawa pecah yang tak ia ketahui hati Nabilla sakit pura-pura tersenyum.

Nabilla pergi ke kamar untuk berganti pakaian. Setelah itu, diambilnya Hp untuk meminta izin kepada Dzaki. Hanya dua centang biru yang di dapatnya.

Tak ingin berlama-lama membuat Maeda menunggu, Nabilla segera beranjak dan siap pergi bersama Maeda.

Mereka memesan taksi online menuju bioskop yang berada di mall di kota mereka. Sesampai di sana, mereka tidak langsung ke bioskop namun yang mereka datangi adalah Gramedia, surganya para pecinta buku. Berbeda dengan kebanyakan orang yang kalau ke mall pasti pergi ke tempat jual baju, sepatu, tas dan lain lain, Nabilla adalah seorang yang sangat menyukai buku.

Di sana, Nabilla mencari buku Fatimah karya Sabel Eraslan yang menjadi Best Seller dunia. Tak cukup satu buku, ia juga mengambil buku Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta karya Alvi Syahril. Di dalam buku milik Alvi Syahril itu terdapat motivasi-motivasi ataupun ungkapan yang pas di hati. Nabilla berharap ia juga bisa menulis dan bukunya dapat menjadi salah satu novel yang terpajang di toko buku.

"Kak," tegur Maeda.

"Eh," jawab Nabilla terhenti dari lamunannya ingin menjadi seorang penulis.

"Kakak, mau beli keduanya?" tanya Maeda.

"Iya, yuk ke kasir," ajak Nabilla menarik tangan Maeda.

Mereka pun antri di depan kasir untuk membayar buku yang dibeli Nabilla. Si kasir mengatakan jumlah nominal yang harus dibayar Nabilla. Ia mengambil uang di saku gamisnya, namun tak ada sepeser uang pun di sana. Ke mana raibnya uang yang tadi Nabilla bawa?

"Mae, uang kakak hilang," ucapnya bernada cemas.

"Hah, nah aku gak bawa uang sebanyak itu kak," ucap Maeda.

Cinta di Sepertiga Malam (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang