Disana mereka melihat putra satu-satunya sedang terbaring lemas dengan masker oksigen dan alat-alat yang melekat di tubuhnya untuk menunjang kehidupannya.

Ibu Lian berusaha sekuat tenaga agar tak menangis di hadapan putranya begitupun yang dilakukan Ayah Lian. Sedangkan Lian yang terbaring di brankar rumah sakit menoleh saat mendengar pintu ruang inapnya yang terbuka dan menampilkan kedua orang tuanya membuat Lian tersenyum.

"Hai sayang" ujar Ibu Lian sambil mengelus rambut putranya yang sudah menipis karena efek samping dari kemoterapi yang di jalaninya di luar negeri dulu itulah alasan kenapa selama seminggu lebih dia tidak mengabari Karin itu karena dia melakukan kemoterapi.

"I-bu, A-yah. Maafin aku kalau selama ini aku punya salah sama kalian, aku tahu kok kalau hidup aku udah nggak lama lagi tapi sebelum aku pergi aku nggak mau lihat orang-orang yang aku sayangi sedih karena aku yang penyakitan ini" ujar Lian pelan sambil menggenggam tangan Ayah dan Ibunya.

"Kamu gak boleh ngomong kayak gitu, kamu kuat kok Ayah yakin kamu pasti bisa sembuh" ujar Ayah Lian dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Sekuat-kuatnya seorang Ayah dia juga pasti akan menangis saat melihat anak yang selalu dibanggakannya menjadi lemah seperti ini.

"Ayah gak perlu hibur aku dengan harapan-harapan yang katanya aku bakalan sembuh. Ayah, Ibu aku udah bisa rasain kalau ajalku sudah mendekat. Uhuk..uhuk" ujar Lian pedih sambil terus terbatuk-batuk, di masker oksigennya terlihat ada percikan darah.

"Ayah panggil dokter" ujar Ibu Lian sambil menggenggam tangan Lian berusaha menguatkan Lian. Ayah Lian yang berbalik ingin memanggil dokter terhenti karena Lian menahannya.

"Percuma panggil dokter karena dokter hanya bisa memperlambat kematian Lian, uhuk..uhuk." ucapan Lian membuat kedua orang tuanya memeluk Lian sambil menangis pilu.

Mereka ingin melihat anak mereka bahagia bukan tersiksa dengan penyakit yang dideritanya, jika bisa mereka ingin menukar posisi Lian biar mereka saja yang merasa kesakitan asalkan bukan anak mereka.

"Ayah cepet panggil dokter" ujar Ibu Lian saat batuk Lian tak berhenti.

"Jangan" ujar Lian pelan.

"Ibu kamu benar nak, Ayah akan panggilkan dokter dulu" ucap Ayah Lian menatap anak sedih.

"Lian mau diperiksa sama dokter tapi dengan satu syarat yaitu Lian pengen habisin satu hari penuh sama Karin tapi Lian pengen terlihat baik-baik aja dihadapan Karin" ucap Lian penuh permohonan.

Flashback off

"Sebelumnya Lian adalah anak yang ceria namun sejak dia divonis mengidap penyakit kanker, Lian menjadi pribadi yang berbeda ia seperti kehilangan semangat untuk hidup. Dia berubah menjadi anak yang pendiam." Jelas Ayah Lian lalu ia menghela napas berat sebelum melanjutkan.

"Namun akhir-akhir ini sikap dan sifatnya mulai kembali seperti dulu ia sekarang menjadi lebih ceria dan lebih semangat untuk melawan penyakitnya, jujur Om dan Tante merasa senang dengan perubahan Lian. Dan akhir-akhir ini Lian selalu menceritakan sosok perempuan yang ternyata adalah kamu kepada Ibunya" jelas Ayah Lian sambil menatap Karin.

Karin menutup mulutnya kaget saat mendengar cerita dari Ayah Lian.

"Ja-Jadi Lian.." Karin tak sanggup melanjutkan ucapannya, punggungnya bergetar hebat setelah mendengar fakta penyakit Lian.

"Kamu adalah sumber penyemangat bagi Lian jadi Tante mohon tetaplah kuat dihadapan Lian" ujar Ibu Lian.

Ceklek..

Mereka semua mengalihkan perhatian pada pintu rawat Lian terbuka hingga menampakkan seorang dokter yang menangani Lian.

"Lian ingin bertemu dengan kedua orang tuanya" ujar dokter tersebut sambil menatap kedua orang tua Lian.

Kedua orang tua Lian dengan segera masuk untuk menemui anaknya sedangkan Rafael dan Karin menunggu dengan cemas tentang keadaan Lian.

"Jadi selama ini lo udah tahu tentang penyakit Lian?" Tanya Karin yang dibalas anggukan Rafael.

"Terus lo gak ngasih tahu gue" ujar Karin sambil menatap Rafael kecewa.

"Lian ngelarang gue buat kasih tahu tentang penyakitnya ke lo" jelas Rafael.

"Lo ikutin kemauan Lian dan buat gue jadi seorang pacar yang bego karena gak bisa lakuin apapun buat bantuin dia ngelawan penyakitnya. Kalian egois tahu nggak" ucap Karin bergetar entah sudah berapa banyak Karin menangis hari ini.

"Rin" Rafael yang ingin memegang tangan Karin langsung ditepis kasar oleh Karin.

"Gue sebenernya pengen ngasih tahu ke lo tapi Lian ancam kalau gue kasih tahu ke lo dia bakal bunuh diri. Gue gak bisa apa-apa Rin" jelas Rafael.

Kedua orang tua Lian keluar dengan mata yang berkaca-kaca.

"Tante, Om. Lian gak papakan?" Tanya Karin cepat.

"Lian minta Karin sama Rafael buat masuk temuin dia" ucap Ayah Lian tanpa menjawab pertanyaan Karin. Ia menatap istrinya yang sedang menahan tangisnya sedari tadi.

Karin dan Rafael mengangguk kemudian mereka masuk ke ruangan Lian.

"Lian" Karin memanggil nama Lian dengan lirih, Lian yang sedang terbaring lemah di brankarpun menoleh dan memaksakan untuk tersenyum ke arah kekasih dan sahabatnya.

Dengan isyarat Lian menyuruh Karin dan Rafael mendekat.

"Maafin gue yang selalu repotin kalian berdua" ujar Lian sedih.

"Lo gak pernah ngerepotin kita kok" ujar Rafael sambil berdiri disamping kiri Lian sedangkan Karin berdiri disamping kanan Lian.

"Kenapa lo rahasian ini sama gue?" Tanya Karin dengan air mata yang mengenang di pelupuk matanya.

"Gue gak mau lo khawatir, cukup Rafael aja yang tahu dan buat gue nggak enak karena udah banyak repotin dia" jawab Lian sambil terkekeh.

"Lo egois tahu gak? Kalau lo anggap gue pacar lo seharusnya lo bagi beban lo sama gue jangan pendem sendirian" ucap Karin sambil menggenggam tangan Lian. Lian balas menggenggam tangan Karin lalu ia menatap Karin.

"Terima kasih karena udah ada disaat gue susah maupun senang, gue cinta sama lo Rin" ujar Lian tersenyum. Rafael tersenyum kecut mendengar pernyataan cinta Lian untuk Karin tapi ia berusaha tegar karena yang terpenting sekarang adalah kesembuhan Lian.

"Dan terima kasih juga buat lo Raf karena udah banyak bantu gue selama ini, lo emang sahabat sejati gue" ujar Lian dengan tangan kirinya menggenggam tangan Rafael sedangkan tangan kanannya tetap menggenggam tangan Karin.

"Gue cuman minta satu permintaan terakhir buat lo Raf, lo maukan kabulin permintaan terakhir gue?" Tanya Lian tersenyum getir. Rafael balas menggenggam tangan Lian lalu mengangguk pelan.

"Gue minta lo jagain Karina buat gue, gue percaya lo pasti bisa bahagiain Karin lebih dari gue. Karena gue gak bisa jagain Karin lebih dari ini" ujar Lian lalu ia tersenyum kearah Karin dan Rafael.

"Gak, lo ngomong apa sih, lo gak bakal ninggalin gue. Gue yakin lo pasti bisa sembuh" ujar Karin histeris.

"Iya Lian lo pasti bisa sembuh dan bisa jagain Karin lagi" ujar Rafael pelan setetes air mata jatuh dari sudut matanya. Lian sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri, mereka berteman sudah sedari dulu. Dan sekarang melihat sahabatnya yang terbaring lemah membuatnya sedih.

"Gue udah sedari dulu berobat tapi itu semua sia-sia" ujar Lian getir.

"Gak lo pasti bisa sembuh, pliss bertahan demi gue Lian. Gue juga cinta sama lo" ujar Karin bertambah histeris saat melihat Lian yang mulai kesakitan lagi.

"Gue cinta sama lo, plis kasih Rafael kesempatan buat jagain lo" ujar Lian lalu mengecup kening Karin. Karin meraung-raung saat melihat Lian yang memejamkan matanya.

"Li bangun Lian" ujar Rafael dan Karin lalu pintu ruangan tersebut terbuka dan dokterpun datang dengan tergesa-gesa diikuti kedua orang tua Lian.

Dokter dengan segera memeriksa keadaan Lian, kemudian ia berbalik menatap kearah keluarga pasiennya lalu menggelengkan kepalanya membuat Karin dan Ibu Lian menangis histeris.

Tamat

Jangan lupa vote and coment, tunggu extra partnya yah❤

RAFAELKARINA [COMPLETED]✅Where stories live. Discover now