Babak Dua: Freedy dan permohonannya

31 2 4
                                    

J O E Y P O V

Aku melihat keluar jendela, di antara bulir air hujan yang membasahi Denver pukul sebelas malam ini, terdapat sebuah mobil patroli yang berhenti di depan rumahku. Aku tak perlu menebak-nebak siapa yang turun dari mobil itu karena sedetik kemudian, Freedy turun. Dia membuka topi polisinya, membuat rambutnya yang eksentrik itu perlahan basah oleh air hujan dan aku dapat berasumsi, menikah selain membuat rambutnya mulai beruban dan kulitnya berkeriput-dia juga menjadi bodoh sekali. Seharusnya dia pakai saja topinya agar tak membasahi rambutnya.

Aku menoleh ke arah pintu kamarku yang tertutup. Terdengar suara lembut mom yang samar-samar menyambut kedatangan kakakku yang sangat tidak wajar itu. Freedy, tak biasanya datang malam-malam ke rumah keluarga aslinya atau bahkan sangat jarang Freddy berkunjung dalam waktu yang begitu dekat. Langkah kaki yang berat mulai terdengar perlahan mendekat kamarku. Suara langkah kaki itu membuatku masuk ke dalam nuansa pada film-film horror slasher yang menyeramkan dan betapa intensnya juga langkah kaki Freedy pada setiap anak tangga menuju kamarku. Aku segera beranjak dari jendelaku menuju tempat tidur. Masuk menyelinap ke bawah selimut putih berbahan kain parasut yang dingin, seperti kelinci liar yang mencari keamanan ketika elang berpatroli dengan perut keroncongan di atas awan. Terdengar suara decitan pintu yang memenuhi ruang hampa di kamarku, aku memejamkan mataku dan langkah kaki Freedy terdengar mendekat lalu berhenti, di lanjutkan dengan setiap kayu dipan tempat tidurku mulai meringik juga, lebih ironis dan menyedihkan dari suara decitan pintu karena mengingat tempat tdiurku hanya untuk satu orang saja.

Freddy menghela nafasnya. "Aku tidak tahu kau sudah tidur atau kau hanya berpura-pura saja." Ucapnya-dia pintar juga ternyata. Tangannya yang basah dan dingin mengusak-usak rambutku perlahan. "Aku rindu kita saling berbicara satu sama lain, tapi aku rasa sekarang ini hanyalah satu-satunya cara kita bisa bersama tanpa kau marah-marah dan juga agar kau bisa mendengarkanku dengan baik. Mom selalu mengirimkan surat kepadaku, terkadang kami bertemu di rumah sakit dan kami mengobrol banyak tentangmu, bagaimana terkdatang di tak sanggup lagi untuk meminta maaf kepada kepala sekolahmu setelah apa yang kau lakukan-dia merasa sangat malu, Joey. Aku meminta dia untuk bersabar, aku tahu kau masih sulit menghadapi ini. Aku tidak menjadi kakak yang baik untukmu. Aku meninggalkan dirimu bersama beban yang seharusnya aku pikul. Aku minta maaf... sungguh... untukmu dan Katie. Aku kakak yang bodoh." Jelasnya dan mulai menyalahkan dirinya sendiri, sejujurnya saja itu sudah sangat telat dan aku setuju jika dia memang bodoh.

Kemudian keheningan mengisi ruang di antara kami seiring hujan di luar sana semakin deras. Aku membuka mataku, melihat bulir air hujan yang membasahi permukaan jendela kamarku dan di atas sana, di antara awan kelabu yang menghiasi malam hari tanpa bintang ini mulai berbaik hati memperlihatkan cahaya lunar yang begitu indah dan selembut kapas.

Suara hembusan nafas panjang Freddy terdengar di antara hiruk-pikuknya hujan di luar. "Kau tahu Joey, aku tidak terlalu baik untuk memberikan nasihat kepadamu. Tetapi aku berharap kau tahu yang terbaik, kau sadar apa yang kau lakukan hanyalah menghancurkan dirimu sendiri dan lekaslah sembuh, Joey."

Freddy kembali mengusak rambutku dan akhirnya dia beranjak pergi dari kamarku. Aku menghembuskan nafas panjang dari mulutku dan memutar tubuhku hingga menghadap pintu kamarku yang kini tertutup dan penuh dengan gantungan baju serta jaket yang sekiranya sudah satu bulan lebih ada di sana.

Aku terdiam sesaat sebelum mataku menatap beberapa frame foto yang terpaku pada dinding kamarku. Hanya sebuah foto-foto yang berisi aku dan Jackson ataupun anjingnya. Aku menghembuskan nafasku perlahan dan berpikir mungkin yang dikatakan Freedy bahwa diriku perlahan sudah menjelma seperti ayahku adalah kebenaran. Mungkin ini adalah saatnya untuk aku kembali-kembali kepada diri seorang Joey Alexander yang pernah ada.

Why Don't We? [alternative version NKOTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang